Mohon tunggu...
Fransiskus Sardi
Fransiskus Sardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lulus dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Program Filsafat

Follow ig @sardhyf dan ig @areopagus.2023 “Terhadap apa pun yang tertuliskan, aku hanya menyukai apa-apa yang ditulis dengan darah. Menulislah dengan darah, dan dengan begitu kau akan belajar bahwa darah adalah roh” FN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Face to Face ke Screen to Screen

8 September 2021   16:44 Diperbarui: 8 September 2021   16:51 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. rumahfilsafat.com

Di media sosial semua orang bisa mengakses dan mengupload informasi tanpa harus melangkah keluar dari ruang pribadinya untuk sekadar bersua muka mencari informasi. Perjumpaan face to face telah bergeser menuju perjumpaan dari layar ke layar (screen to screen).

Dapat dibayangkan, media sosial kini merajai generasi dari yang masih cabang bayi sampai tua keladi. Semua terkoneksi satu sama lain. Bahkan untuk Indonesia, dikutip dari Annual Digital Growth, sampai January 2019, kurang lebih 150 juta penduduk Indonesia aktif menggunakan media sosial dari total populasi penduduk sekitar 268.2 juta. Survei ini menujukkan bukti bahwa media sosial sudah akrab dan menjadi kebutuhan baru manusia zaman ini. Ia bukan lagi alat atau sarana, melainkan ruang perjumpaan.

Sejak adanya media sosial perjumpaan bisa dibangun dengan siapa saja. Dulu perjumpaan selalu mengarah pada interaksi langsung antarmuka (face to face) dalam masyarakat yang tinggal dalam tempat yang sama. Kini, perjumpaan bisa dibangun dari layar ke layar (screen to screen) dalam spasi yang terbentang luas tanpa batas dan menjangkau semua.

Akhirnya kita sadar, perjumpaan yang awalnya hanya dibangun dalam ruang dan waktu yang sama, dari muka ke muka (face to face) kini melejit berubah menuju perjumpaan layar ke layar (screen to screen). 

Perjumpaan yang awalnya dibatasi oleh ruang spasial dan kultur tertentu kini bergeser menuju perjumpaan yang menembus tapal batas budaya, wilayah, suku, agama, dan ras. Inilah keunggulan perjumpaan dalam layar; menembus tapal batas dan bahkan tidak mengenal batasan. Media sosial telah melahirkan ruang dan cakupan perjumpaan dengan dunia yang luas dan tidak terikat pada spasi tertentu.

Merajut Harmoni: Screen to Screen dan Face to Face

Muncul dan berkembangnya internet membawa cara komunikasi baru di masyarakat. Media hadir dan merubah paradigma berkomunikasi. Komunikasi tak terbatas jarak, waktu dan ruang. Bisa terjadi dimana dan kapan saja tanpa harus tatap muka. Media sosial meniadakan status sosial yang sering menjadi penghambat dalam komunikasi face to face. 

Dalam artian ini media membuka kesempatan bagi setiap individu yang terlibat (user) di dalamnya dan memiliki komitmen untuk saling merasa melekat dengan yang lain (kohesif) dan saling mendukung (suportif) sebagai sebuah komunitas. Dengan demikian, kita lalu dapat berasumsi bahwa kendati medium atau pun jenis relasi kita berubah, dari face to face menuju screen to screen, namun yang pasti naluri perjumpaannya masih sama, yakni no man is an Island, manusia tidak dapat hidup sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun