Kehadiran mobil listrik di tengah industri otomotif dianggap sebagai sebuah opsi pilihan konsumen yang menguntungkan sekaligus membawa misi untuk menjaga lingkungan.Â
Mengingat saat ini pemanasan global semakin parah, dunia terus berusaha meminimalkan risiko yang ada dengan menciptakan berbagai hal yang lebih ramah lingkungan dan salah satunya adalah mobil listrik.
Pada beberapa negara besar seperti China, Korea Selatan, bahkan hingga Eropa, mobil listrik bisa dikatakan mulai umum digunakan oleh sebagian besar masyarakatnya.Â
Sedangkan di luar dari alasan keberlanjutan lingkungan, negara-negara ini menganggap bahwa mobil listrik merupakan bentuk kesadaran lingkungan dan mendukung inovasi teknologi dan infrastuktur.
Begitu juga dengan Indonesia yang menganggap hal serupa. Kehadiran mobil listrik di negeri ini merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan keberlanjutan lingkungan sekaligus juga menggali potensi ekonomi baru yang harapannya dapat memberikan dampak multiplier effect positif kepada masyarakat.
Beberapa tahun terakhir ini, pemerintah Indonesia mulai mendorong percepatan penggunaan mobil listrik melalui berbagai kebijakan seperti insentif fiskal, subsidi, bahkan hingga pembangunan infrastruktur. Untuk saat ini memang fokus pengembangannya masih terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, namun perlahan mulai menyebar ke kota-kota lainnya di seluruh Indonesia.
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, mobil listrik hadir sebagai opsi pilihan yang menarik untuk dipertimbangkan. Selain harganya yang bisa dikatakan dapat bersaing dengan mobil berbahan bakar bensin, mobil listrik juga menawarkan biaya operasional yang lebih murah.Â
Untuk harga untuk sekali charging berkisar Rp60.000 -- Rp100.000 saja masyarakat dapat menggunakan mobil listrik ini kurang lebih sejauh 300 km.
Selain itu, penawaran pajak kenadaraan juga cukup menggiurkan. Jika mobil berbahan bensin biasa dikenakan pajak berkisar 1,5% - 2% dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NKJB), mobil listrik hanya dikenakan pajak 0% - 1% saja tergantung provinsi. Bahkan di beberapa daerah sudah termasuk dengan pembebesan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Misalnya saja, pajak mobil berbahan bensin berkisar Rp 5juta-an, namun untuk pajak mobil listrik sendiri hanya berkisar Rp 500 ribu-an saja bahkan ada yang lebih murah daripada ini (tergantung NKJB). Perbedaan yang cukup jauh ini membuat banyak masyarakat mulai banyak beralih ke moda transportasi ramah lingkungan tersebut.
Selayaknya barang-barang konsumsi lainnya, mobil listrik juga sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan secara matang.Â
Terlebih, pembeliaan produk kendaraan seperti mobil ini memiliki ekspektasi untuk dapat digunakan dalam jangka panjang. Sehingga penting untuk memperhatikan beberapa risiko yang akan dihadapi ketika kita membeli atau beralih ke mobil listrik ini.
Daya Tahan Baterai pada Mobil Listrik
Seperti kita ketahui bahwa baterai mobil listrik (biasanya lithium-ion) menjadi pemeran utama dalam bergeraknya transportasi ramah lingkungan ini.Â
Namun, terdapat fakta yang perlu diperhatikan yaitu baterai mobil listrik yang akan mengalami degradasi baik karena usia pemakaian maupun banyaknya siklus pengisian yang telah dilakukan.
Umumnya, setelah digunakan dalam jangka waktu panjang (lebih dari 5 tahun), kapasitas baterai mobil listrik ini akan mengalami penurunan sebesar 20-30% tergantung dari pemakaian, suhu lingkungan, hingga sistem pendinganan pada mobil listrik tersebut.Â
Kemudian penurunan kapasitas baterai ini tentunya akan berdampak pada jarak tempuh mobil yang berkurang sehingga dapat menurunkan performa pemakaian mobil khususnya untuk perjalanan jauh.
Namun, masalah yang tak kalah berisiko adalah ketika baterai mobil listrik itu rusak. Hargai baterai mobil listrik dikenal dengan harganya yang mahal yaitu berkisar 30-50% dari harga mobil.Â
Meskipun pada beberapa merek mobil listrik terdapat garansi waktu hingga minimal Km penggunaan, namun setelah masa garansi itu lewat maka risikonya akan kembali ditanggung oleh konsumen.
Resale Value yang Rendah
Berbeda dengan mobil berbahan bakar besin, mobil listrik dikenal dengan nilai harga jual kembali yang cukup rendah. Khususnya akibat dari asumsi penggunaan mobil listrik yang dapat mengurangi kapastitas dari baterai mobil tersebut. Ini yang kemudian menjadi alasan mengapa harga mobil listrik ketika dijual kembali bisa turun secara tajam.
Pembeli mobil listrik bekas tentu khawatir akan risiko biaya penggantian baterai. Sehingga, banyak dari pembeli yang memilih mobil listrik dengan durasi pemakaian yang tidak terlalu lama (1-5 tahun pemakaian).Â
Bahkan untuk mobil listrik dengan pemakaian 3-5 tahun terkadang dapat mengalami penurunan nilai hingga 40-50% dari harga beli pertama (tergantung kondisi kapasitas baterai).
Selain itu, perkembangan industri dan teknologi mobil listrik yang pesar ini juga membuat banyak konsumen memilih untuk membeli mobil listrik terbaru dibandingkan mobil listrik bekas. Hal ini biasanya akan berhubungan dengan perbedaan fitur canggih yang ditawarkan hingga efisiensi dari penggunaan mobil listrik tersebut.
Infrastruktur Penunjang yang Belum Merata
Pemerintah memang sedang gencar-gencarnya mendorong perkembangan mobil listrik agar dapat merata di berbagai daerah di Indonesia. Namun, untuk saat ini infrastruktur pendukung dari mobil listrik ini masih hanya bisa ditemukan di kota-kota besar saja.
Lokasi untuk charger mobil listrik ini dapat dikatakan masih terbatas dan hanya tersedia di beberapa kota besar di Indonesia. Hal ini tentu menjadi pertimbangan yang sangat penting karena apabila di daerah tempat kita menggunakan mobil listrik ini tidak dapat menunjangnya, maka ini akan menjadi PR besar karena kita harus menyediakan charger listrik tersebut di rumah.
Menurut AstraOtoshop.com, syarat untuk dapat memiliki charger mobil listrik di rumah ini adalah minimal memiliki daya tegangan listrik berkisar 2.200 VA -- 3.500 VA untuk jenis charger portable.Â
Sedangkan untuk jenis AC wall-box, memiliki dua tegangan listrik berbeda. Tegangan pertama memiliki tegangan listrik minum minmal 7.700 VA -- 11.000 VA dan untuk tegangan kedua memerlukan daya listrik minimal 22.000 VA.
Untuk mencegah konsleting listrik karena penggunaan charger mobil listrik di rumah, konsumen juga disarankan untuk memiliki sistem kelistrikan yang telah memenuhi standar keselamatan, termasuk penggunaan MCB (Miniature Circuit Breaker) dan Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB) untuk mencegah arus listrik berlebih dan korsleting.
Pemasangan home charging ini gratis namun terbatas hanya bagi beberapa merek yang bekerjasama dengan PLN. Maka, di luar dari itu konsumen harus memang home charging secara mandiri yang biasanya akan terdiri dari berbagai tambahan biaya perangkat yang bisa mencapai jutaan bahkan hingga puluhan juta rupiah.
Selain itu, bagi beberapa masyarakat yang tidak memiliki minum tegangan listrik untuk pemasangan home charging ini akan memiliki tugas tambahan yaitu menambah tegangan listrik minum yang disarankan hingga memastikan sistem kelistrikan yang sudah sesuai standar.Â
Sedangkan untuk harga penambahan daya listrik ini juga beragam, mulai dari Rp 1,2 juta hingga Rp 7 juta tergantung besar daya tegangan listriknya (semakin tinggi, semakin besar biayanya).
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa infrastruktur penunjang dalam penggunaan mobil listrik ini akan merata di seluruh kota-kota di Indonesia.Â
Meskipun begitu, tetap saja ketersediaan infrastruktur penunjang tersebut saat ini merupakan salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan dengan baik sebelum beralih ke mobil listrik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI