Mohon tunggu...
saputraananda
saputraananda Mohon Tunggu... mahasiswa

Hobi membaca buku dan bermain game

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bu Ngatuti, Karyawan Laundry yang Menghidupi Dirinya Sendiri

8 Juli 2025   11:43 Diperbarui: 8 Juli 2025   11:43 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bu Ngatuti, Karyawan Laundry, Yogyakarta, Bantul (7/7/2025).(Blog pribadi Ananda Saputra)

Setiap pagi di pinggir jalan dekat kampus besar dan ternama, terdapat sebuah tempat laundry sederhana. Di situlah Bu Ngatuti memulai harinya. Suara mesin cuci yang berputar dan gemercik air mengiringi langkah awalnya. Tiga tahun sudah ia bekerja di tempat ini, menyelesaikan tumpukan cucian yang seolah tidak pernah habis. Pekerjaan ini mungkin terlihat biasa bagi orang lain, namun bagi Bu Ngatuti, di usianya yang sudah menginjak 60 tahun, ini adalah sumber penghidupan yang sangat berarti.

Sebagai seorang janda tanpa anak, Bu Ngatuti harus bergulat dengan hidup seorang diri. Tidak ada yang mendukung secara finansial, sehingga pekerjaannya di tempat laundry menjadi satu-satunya tumpuan. "Saya nggak punya anak, janda," ujarnya sembari menggosok pakaian. Meski hidup tanpa suami dan anak, ia tidak pernah mengeluh. Pekerjaan yang ia jalani mungkin tak seistimewa profesi lain, tapi baginya, setiap helai pakaian yang ia setrika adalah bukti kerja keras yang tak ternilai.

Setiap hari, Bu Ngatuti bergulat dengan cucian yang harus dicuci dan disetrika. Pelanggan datang silih berganti, berharap pakaian mereka kembali bersih dan rapi. Di tempat laundry ini, tarifnya terbilang sangat terjangkau, hanya Rp 3.500 per kilogram untuk layanan cuci dan gosok. Bu Ngatuti pun bekerja sebaik mungkin agar pelanggan puas. Namun, meski bekerja keras, penghasilannya sangat bergantung pada jumlah cucian yang masuk. "Saya bingung mau cari kerjaan apa lagi, jualan juga nggak bisa," keluhnya.

Meski pekerjaannya tampak monoton, bu Ngatuti tidak pernah menganggapnya berat. "Pekerjaan ini ya santai saja, nggak merasa berat," katanya sambil tersenyum. Bahkan, ia tidak pernah tahu berapa penghasilannya secara pasti setiap bulan, namun ia tetap bersyukur. "Kalau dibilang cukup, ya cukup buat jajan saya sendiri," ucapnya, memperlihatkan rasa syukurnya meski hidup dengan penghasilan pas-pasan. Baginya, setiap rupiah yang ia dapatkan sudah lebih dari cukup untuk menopang hidupnya sehari-hari.

Rekan kerjanya, Bu Atun, juga bekerja di tempat yang sama, namun hanya paruh waktu. Selain bekerja di  tempat laundry, Bu Atun juga mengelola angkringan di samping tempat laundry. "Kalau saya sehari paling dapat tiga puluh ribu, karena nyambi jualan angkringan," kata Bu Atun. Meski penghasilan mereka tak besar, kebersamaan dan saling dukung satu sama lain menjadi sumber kekuatan. Mereka berbagi cerita, tawa, dan semangat, membuat pekerjaan berat terasa lebih ringan.

Meski mereka bekerja keras, harga yang terjangkau di tempat laundry ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pelanggan. Namun, di balik harga murah tersebut, ada tantangan besar yang mereka hadapi. "Harga yang murah, jadi daya tarik pelanggan di sini," tambah Bu Atun. Di satu sisi, mereka senang karena pelanggan tetap datang, namun di sisi lain, harga murah berarti penghasilan mereka terbatas. Meski begitu, mereka tetap bekerja dengan penuh dedikasi dan memberikan layanan terbaik.

Keluhan dari pelanggan bukanlah hal asing bagi Bu Ngatuti dan Bu Atun. Kadang ada pakaian yang hilang atau rusak, dan mereka harus siap menghadapi komplain. "Kalau ada yang hilang atau rusak, nanti Bude Minten yang urus," jelas Bu Ngatuti. Sebagai pemilik laundry, Bude Minten selalu turun tangan untuk menyelesaikan masalah tersebut, memberikan rasa tenang bagi karyawannya. Meski demikian, Bu Ngatuti tetap berusaha memberikan yang terbaik agar keluhan bisa diminimalisir.

Di tengah segala tantangan, Bu Ngatuti tetap merasa ada banyak hal yang bisa ia syukuri. Setiap kilogram pakaian yang ia cuci dan setrika adalah bukti nyata dari kerja kerasnya. Ia bangga karena meski penghasilannya tak seberapa, ia mampu menghidupi dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain. "Saya bingung mau cari kerjaan lain, tapi ya ini saja yang bisa saya jalani," katanya, mengakui keterbatasannya, namun tetap penuh syukur atas apa yang ia miliki saat ini.

Hubungannya dengan Bude Minten juga membuat Bu Ngatuti merasa nyaman bekerja di tempat ini. "Kalau Bu Ngatuti kan masih saudara sama Bude Minten," tambah Bu Atun. Ikatan kekeluargaan ini membuat suasana kerja lebih harmonis dan penuh kehangatan. Mereka tidak hanya bekerja bersama, tapi juga saling menjaga satu sama lain, memastikan usaha keluarga ini tetap berjalan meski tantangan menghadang. Tempat laundry ini menjadi simbol ketegaran dan kebersamaan mereka.

Kisah Bu Ngatuti mengajarkan banyak hal tentang ketabahan dan keteguhan hati seorang perempuan yang tak pernah menyerah meski hidup penuh dengan tantangan. Di usianya yang tidak lagi muda, ia tetap bekerja keras setiap hari, menjalani pekerjaannya dengan penuh dedikasi. Meskipun penghasilannya tidak besar dan pekerjaannya sering melelahkan, Bu Ngatuti tetap menjalani hidupnya dengan tulus dan penuh semangat. "Saya syukuri apa yang ada," katanya, memperlihatkan kebijaksanaannya dalam menerima hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun