Mohon tunggu...
Sapraji
Sapraji Mohon Tunggu... Konsultan Politik | Manajemen | Analis Kebijakan Publik | Peneliti | Penulis

Political Consultant, Management, Public Policy Analyst and Founder of IDIS INDONESIA GROUP

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara Dalam Frame, Ketika Kekuasaan Dikelola Seperti Konten

9 Agustus 2025   22:07 Diperbarui: 9 Agustus 2025   22:41 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsultan dan Analis Kebijakan Publik. (Foto. Dok Pribadi)

 

Fenomena politik Indonesia pasca-Pemilu 2024 tengah bergerak ke arah yang tak biasa. Di tengah transisi kekuasaan dari pemerintahan Presiden Jokowi ke Presiden Prabowo, kita tak hanya menyaksikan pergeseran kebijakan, tapi juga transformasi cara politik dikomunikasikan. Jika dulu kabinet dikenal sebagai ruang teknokrat yang bicara melalui kebijakan dan konferensi pers, kini banyak dari mereka hadir seperti influencer, aktif di media sosial, berbagi keseharian, hingga menarasikan keberhasilan lewat reels dan vlog.

Menteri bukan lagi sekadar pengelola negara, melainkan juga produser konten. Bagi sebagian orang, ini dianggap kemajuan. Pemerintah menjadi lebih dekat, komunikatif, dan nggak kaku. Tapi di sisi lain, muncul pertanyaan krusial, apakah konten menggantikan substansi? Apakah kita sedang menyaksikan pergeseran dari politik sebagai tata kelola menjadi politik sebagai performa?

Dari Balai Kota ke Kamera TikTok

Gaya komunikasi baru ini sesungguhnya bukan tanpa jejak. Di era Jokowi, narasi pembangunan telah dibungkus dalam bahasa visual, dari peresmian bendungan yang diliput langsung, hingga vlog Presiden bersama cucunya. Namun era Prabowo membawa ini ke tingkat yang lebih lanjut. Alih-alih sekadar simbol kedekatan, kini gaya komunikasi personal menjadi bagian dari strategi utama pemerintahan.

Beberapa nama menteri dan pejabat publik muda bahkan mendesain akun media sosialnya sedemikian rupa, thumbnail profesional, video berkualitas tinggi, musik latar trending, hingga narasi heroik ala sinetron. Gaya penyampaian ala story time, unboxing program, hingga Q&A kebijakan pun menjadi rutinitas.

Ini tentu menyesuaikan dengan lanskap digital Indonesia. Laporan We Are Social 2025 menunjukkan bahwa dari total 279 juta penduduk Indonesia, lebih dari 180 juta adalah pengguna aktif media sosial. TikTok, Instagram, dan YouTube mendominasi konsumsi harian, khususnya di kelompok usia 17--35 tahun. Tak heran bila kanal-kanal ini menjadi ladang utama kampanye dan komunikasi politik. Bahkan, lebih dari 40% pemilih muda pada Pilpres 2024 mengaku mengenal calon pilihannya melalui media sosial.

Namun ada garis halus yang tak boleh diabaikan, ketika fungsi informatif berubah menjadi hiburan, dan ketika kritik kebijakan dikemas sebagai serangan pribadi. Di titik ini, politik tak lagi bicara tentang kebijakan, tapi soal siapa yang paling menarik perhatian.

Politik Performa dan Risiko Kehampaan Substansi

Ada keuntungan dari pendekatan ini. Politikus dan pejabat publik jadi lebih terbuka, masyarakat bisa menyimak proses kerja negara dengan cara yang lebih ringan. Dalam konteks partisipasi demokrasi, ini dapat memperluas akses. Namun risiko terbesarnya adalah simplifikasi isu. Ketika semua harus pendek, visual, dan likeable, maka narasi kebijakan yang kompleks berpotensi tereduksi menjadi slogan dan cuplikan.

Hal ini tercermin dalam perbincangan publik terkait isu-isu strategis. Laporan dari LIPI pada awal 2025 mencatat bahwa diskursus publik tentang kebijakan lingkungan, ketenagakerjaan, dan pendidikan menurun drastis di media sosial, tergantikan oleh topik-topik ringan dan kontroversial seringkali berkaitan dengan gaya hidup, outfit menteri, atau reaksi publik terhadap gimmick.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun