Mohon tunggu...
Sapna Nainggolan
Sapna Nainggolan Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya hobi traveling, menurut saya hal ini menambah wawasan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menghargai Koin Receh: Tranformasi Kebiasaan Menabung Menuju Kemandirian Finansial Jangka Panjang

19 Oktober 2025   22:40 Diperbarui: 19 Oktober 2025   21:43 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Jauh sebelum mengenal istilah manajemen keuangan atau investasi, celengan plastik berbentuk ayam jago adalah saksi bisu perjalanan finansial saya. Setiap koin receh sisa uang jajan, dari pecahan seratus hingga lima ratus rupiah, selalu menemukan jalannya ke dalam celengan tersebut. Kebiasaan sederhana yang ditanamkan oleh orang tua sejak usia dini itu bukanlah sekadar kegiatan mengisi celengan, melainkan sebuah pelajaran fundamental tentang nilai uang dan pentingnya menunda kepuasan demi tujuan di masa depan. Fondasi yang rapuh namun konsisten ini perlahan membentuk pemahaman bahwa setiap rupiah, sekecil apa pun, memiliki potensi untuk bertumbuh jika dikelola dengan bijak.

Waktu bergulir cepat, celengan ayam jago itu kini telah digantikan oleh rekening bank dan aplikasi investasi. Namun, semangat yang sama masih menyala. Kini, sebagai seorang mahasiswa dengan kondisi keuangan yang kerap minim, tantangan mengelola uang jauh lebih kompleks. Sumber pemasukan yang terbatas, ditambah tuntutan biaya kuliah, buku, dan kebutuhan sehari-hari, memaksa saya untuk tidak hanya sekadar menabung, tetapi juga merancang strategi keuangan yang lebih terstruktur. Masa mahasiswa seringkali menjadi ajang pembuktian diri dalam mengelola kebebasan finansial pertama.

Memasuki fase perkuliahan dengan segala keterbatasan dana, kebiasaan menabung sejak kecil menjadi bekal berharga. Pengalaman mengumpulkan koin demi koin mengajarkan bahwa konsistensi adalah kunci, bukan seberapa besar jumlah yang disisihkan. Prinsip inilah yang kemudian saya terapkan dalam skala yang lebih besar: bagaimana menyiasati uang saku yang pas-pasan agar selalu ada alokasi untuk ditabung, bahkan ketika dana yang tersedia terasa sangat sempit. Ini adalah proses adaptasi dari gaya menabung anak-anak menuju praktik manajemen keuangan yang realistis bagi seorang pemuda.

Kesadaran bahwa masa depan finansial yang stabil tidak datang dengan sendirinya semakin menguat. Menabung saja ternyata tidak cukup untuk menghadapi laju inflasi dan biaya hidup di masa depan. Oleh karena itu, investasi kecil-kecilan mulai dilirik sebagai langkah penting. Transisi dari hanya sekadar menabung menjadi mulai berinvestasi adalah bukti kematangan dalam memandang keuangan jangka panjang. Hal ini menegaskan kembali bahwa menanamkan kebiasaan mengelola uang sejak dini adalah investasi terbaik yang pernah saya terima dari keluarga.

Tantangan Merawat Kebiasaan di Tengah Keterbatasan Finansial Mahasiswa

Beralih dari masa sekolah dengan rutinitas uang jajan yang relatif stabil, kini saya berhadapan dengan realitas keuangan mahasiswa yang sarat tantangan. Masalah utama yang sering muncul adalah adanya ketidaksesuaian antara pemasukan dan pengeluaran. Uang saku bulanan atau kiriman dari orang tua seringkali terasa cepat habis, tergerus oleh kebutuhan primer, biaya kos, dan juga godaan gaya hidup. Lingkungan pergaulan yang serba menuntut sering membuat garis antara kebutuhan dan keinginan menjadi buram.

Menjaga disiplin menabung di tengah arus pengeluaran mendadak yang tak terhindarkan sungguh menguji konsistensi. Kebutuhan mendadak seperti fotokopi materi kuliah yang tiba-tiba banyak, sumbangan untuk acara kampus, atau biaya perbaikan laptop yang rusak bisa menguras pos tabungan seketika. Hal ini sering menimbulkan perasaan bersalah karena harus 'mengganggu' uang yang sudah susah payah disisihkan, tetapi di sisi lain, itulah fungsi penting dari tabungan darurat yang harus diprioritaskan.

Tantangan berikutnya adalah memulai investasi dengan modal yang minim. Mayoritas instrumen investasi tampak membutuhkan nominal besar yang sulit dijangkau oleh kantong mahasiswa. Rasa takut akan risiko dan minimnya pengetahuan tentang pasar modal seringkali menjadi tembok penghalang. Banyak teman sesama mahasiswa cenderung memilih menunda investasi hingga mereka memiliki penghasilan tetap setelah lulus, sebuah pemikiran yang sebenarnya menunda potensi keuntungan jangka panjang.

Rendahnya literasi keuangan di kalangan mahasiswa juga menambah kesulitan dalam mengelola uang secara efektif. Kami cenderung fokus pada nilai nominal uang saku, tanpa benar-benar memahami bagaimana membuat anggaran yang efektif, membedakan aset dan liabilitas, apalagi menghitung potensi pertumbuhan investasi. Kurangnya edukasi formal mengenai perencanaan keuangan membuat kami lebih mudah terjerumus dalam utang konsumtif atau terpancing tawaran investasi bodong.

Tekanan untuk mengikuti tren dan gaya hidup Fear of Missing Out (FOMO) juga menjadi racun perlahan bagi keuangan. Nongkrong di kafe yang mahal, membeli gadget terbaru, atau mengikuti event kekinian terasa wajib demi mempertahankan eksistensi sosial. Pengeluaran-pengeluaran ini, meskipun kecil jika dilihat satuan, secara kumulatif sangat mengganggu rencana menabung. Fenomena ini membuat saya harus berjuang keras melawan diri sendiri untuk tetap pada jalur hemat dan realistis.

Bahkan ketika sudah berhasil menabung, mahasiswa seringkali terjebak dalam godaan untuk menggunakan uang tersebut untuk hal yang bersifat konsumtif alih-alih untuk tujuan investasi jangka panjang. Melihat saldo tabungan yang mulai menggunung, timbul dorongan kuat untuk membeli barang yang sudah lama diinginkan. Ini adalah ujian mental yang harus dihadapi, di mana kedisiplinan yang telah ditanamkan sejak kecil harus dipertahankan secara sengit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun