Di sebuah desa kecil yang dikelilingi  perbukitan hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Budi. Budi adalah tokoh yang dikenal di seluruh desa sebagai teladan moral yang baik. Ia merupakan anak tunggal dari keluarga petani sederhana namun memiliki hati yang ikhlas dan selalu siap membantu siapapun yang membutuhkan.
Budi mempunyai teman dekat bernama Agus. Mereka tumbuh bersama sejak kecil dan mengalami banyak petualangan bersama. Agus  kebalikan dari Budi, ia selalu memikirkan dirinya sendiri dan tidak suka membantu orang lain. Ia kerap meremehkan tindakan Budi yang selalu membantu orang lain.
Suatu hari, desa mereka dilanda  banjir yang menghancurkan sebagian besar lahan pertaniannya. Banyak keluarga  kehilangan rumah dan mata pencaharian mereka. Budi dan Agus pun tak luput dari dampak banjir ini. Rumah mereka hancur dan sawah mereka terendam air berlumpur.
Budi tak putus asa. Ia segera  membantu tetangganya membersihkan rumah yang rusak dan berupaya menyelamatkan sawah mereka dari lumpur banjir. Ia bekerja keras, meski tubuhnya lelah dan kotor. Sebaliknya, Agus justru merasa kesal dan kecewa ketika kehilangan harta benda dan tanahnya.
Beberapa minggu berlalu, dan desa mulai pulih dari bencana banjir. Orang-orang menghargai kerja keras Budi dan orang-orang seperti dia yang membantu mereka dalam saat-saat sulit. Namun, mereka juga semakin bosan dengan sikap Agus yang terus menerus meratapi nasib buruknya.
Suatu sore, ketika Budi sedang membersihkan rerumputan di sekitar sawahnya yang telah pulih, Agus datang dan berbicara dengan nada sinis. "Kenapa kamu repot-repot membersihkan ini semua? Buang-buang waktu saja, Budi."
Dengan tenang Budi menjawab: "Agus, ketika kita membantu orang lain, kita membangun hubungan yang kuat satu sama lain dan mendapat dukungan serta persahabatan kok. Itu lebih berharga dari apa pun yang bisa kita miliki. "
Agus hanya menggeleng marah lalu pergi. Namun lama kelamaan ia mulai memikirkan perkataan Budi. Ia melihat masyarakat desa mulai menghormati dan mendukung Budi karena sikap baiknya. Milikmu
Satu Malamnya, Agus  dengan malu-malu mendatangi Budi. "Budi, aku ingin minta maaf," katanya. "Aku telah salah selama ini. Aku melihat betapa pentingnya budi pekerti dan membantu orang lain."
Budi tersenyum lembut dan merangkul Agus. "Tidak apa-apa, Agus. Yang penting adalah kita belajar dari kesalahan kita dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik."