Mohon tunggu...
Santi Lisnawati
Santi Lisnawati Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga, dosen. Boleh berbagi tentang pendidikan

Berbagi apa yg boleh dibagi, di rumah jadi ibu rumah tangga, di kampus jadi dosen, di jalan jadi pengembara, dijalani untuk dapat terus berbagi..

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ramadhan Buka Puasa dan Bertahanlah

12 Juli 2014   13:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:34 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

“Nanti datang ya buka puasa bersama” Ajakan seorang teman kepada yang belum dapat informasi bukber.Kapan? Tanyanya. “Ya, Magriblah, masa buka puasa zuhur” (hehe..sadis jawabnya) jawaban yang memang tidak perlu ditanya, semua orang juga faham, (maksud kawan itu, kapan waktu atau tanggal acranya). Kalau buka puasa, ya jelas magrib. Kecuali anak balita yang belajar puasa, asal ketemu azan buka puasa. Setelah itu puasa lagi, ketemu azan buka lagi, kemudian puasa lagi. Akhirnya sampai juga puasa sampai magrib dengan ‘ngetem’ dua kali. waktuzuhur dan ashar.

Ramadhan dari tahun ke tahun memiliki makna dan kenangan tersendiri, ini tentu dialami oleh siapa pun. Tahun ini yang kita lewati pun akan menjadi bagian kenangan pada Ramadhan yang akan datang. Setiap tahun tidak pernah sama tentunya, karena manusia memiliki kehidupan yang terus berubah. Berubah kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan berubah perilaku.

Ingat waktu kecil saat belajar puasa, rasanya pengalaman yang tidak lupa, karena bagaimana menahan rasa lapar dan haus, padahal setiap puasa ya tentu akan terasa lapar dan haus. Tetapi waktu kecil belajar puasa itu, sangat sensitif, baru rebus air aja sudah enak untk dicicipi. (kebangetan..) Mencium bau masakan tetangga aja perut sudah perih. Apalagi ada makanan depan mata, serasa melambai minta untuk dimakan. Tidak heran waktu kecil puasa, orangtua sangat rajin ngumpetin makanan supaya tidak terlihat atau membuat anaknya tergoda. Tetapi sialnya kadang emak-emak itu lupa, karena sibuknya kerja rumah dan meriahnya makanan yang akan dihidangkan, makanan yang disembunyikan tadi lupa dikeluarkan, alhasil jika basi, berbulu dan tengik gagal lah untuk dinikmati.

Waktu kecil belajar puasa juga sering dibujuk rayu, meski rengek, nangis dan guling-guling kepengen buka puasa, kalau belum waktuya orangtua sabar bujuk rayu dan carikan cara. Supaya tidak keingetan makanan, disuruh main sama teman-teman diluar. Habis main kan tetep capek dan haus, pulangke rumah rengek lagi haus, disuruh lah mandi, ternyata mandi jadi modus, bisa lakukan pepatah ‘sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui’. Mandi badan bersih, segar, bisa kumur-kumur. Mulut terasa segar setelah kumur-kumur, tentu tidak batal puasa hanya karena kumur-kumur. Tetapi terasa lebih seger lagi waktu air masuk kerongkongan, telen dikit. Walah…

Kebohongan waktu kecil belajar puasa tidak mudah dilupakan. Emosi yang terlibat, karena saat dimana harapan orangtua yang terlalu tinggi, agar anaknya bisa puasa sampai magrib, sementara anak belum siap, akhirnya demi senangkan orangtua, atau takut kena marah orangtua, anak lakukan sesuatu atau cari cara yang bisa orangtua senang dan puasa pun lancar.

Cara-cara yang diambil sendiri oleh anak, dengan menyenangkan orang lain, dan membebaskan beban yang dirasa berat oleh diri sendiri, tentu ini cara yang tidak patut dilakukan. Namun tentu pengertian dan penjelasan-penjelasan positif yang terus ditanamkan kepada anak, akan menjadikan sebuah kesadaran baru bagi anak. Seiring dengan bertambahnya usia, berkembangnya pemikiran dan bertambahnya pengalaman pola yang kurang baik tentu dapat digantikan dengan pola yang baik.

Memang sebaiknya orangtua melihat kemampuan anak berpuasa, belajar puasa anak-anak adalah khas anak. Intinya mereka belajar dan disadarkan akan pentingnya berpuasa. Merasakan proses berpuasa sesuai dengan kemampuannya. Namun tidak pula orangtua berlaku permisif, membiarkan terus tanpa berlatih, sehingga kebiasaan itu tidak tumbuh sejak dini.

Bagaimana anak kecil berpuasa menahan godaan cokelat dan es krim yang kalau mau dimakan sedikit pun tentu akan membuat puasa tidak sampai, jika dilakukan belum saatnya. Saat dikatakan sudah tidak puasa karena tadi makan coklat, rasanya nyesel.

Begitu pula orang dewasa dengan tantangan yang tentu tidak sama bentuknya dengan anak kecil.Sama-sama belajar menahan dari sesuatu yang bukan untuknya, bukan haknya dan bukan saatnya. Tentu bukan lagi cokelat atau es krim yang menjadi godaan utama orang dewasa. Berbagai hal yang hanya orang dewasa yangmengetahuinya. Menahan diri dari dorongan untuk memiliki sesutu yangbukan miliknya,khayal dan cara sudah terbayang, sama dengan anak kecil yang terbayang nikmatnya es krim, dan gurihnya kacang yang dilapisi cokelat. Eksekusi apakah diambil dan dimakannya, menentukan ketahanan seseorang.Kekuatan untuk tidak mengambil dan memakan, memang tidak sedramatis makan cokelat dan sedramatis anak-anak yang menahan godaan Marchmallow dalam sebuah penelitian.

Inti ajarannya sama, menahan godaan, tidak melakukan seusatu yang belum saatnya. Sesuatu yang bisa jadi bukan miliki kita, belum saatnya berpihak dan sesutu yang belum menjadi bagian dari kita, atau belum waktunya untuk kita miliki, tidak ada kata lain bertahanlah hingga saatnya tiba.

Tentu perlu cara untuk dapat mengalihkan apa yang menjadi tekanan emosi saat itu. Jika terus berkutat dalam belenggu rasa dan pikir, bayangkan nikmatnya dan berfikir mudah caranya, tanpa pikirkan konsekuensi dan menilai patut atau tidaknya dilakukan. Tentu bukan hal mudah menghalau, mengalihkan, karena ada dalam zona abu, mendung , dan genting.

Berpindah mencari zona yang cerah, sejuk dan tenang tentu dibutuhkan usaha keras.Namun semua perangkatnya ada dalam diri kita sendiri. Mengubah pikir, mengubah perilaku dan tanamkan kebiasaan baru yang lebih baik, membuat energi tercurah pada hal baru.Zona rawan tadi tinggal kenang yang menegaskan perjalanan hidup belum selesai. Teruslah bertahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun