Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Renungan 13 Tahun Kompasiana

7 Oktober 2021   14:20 Diperbarui: 7 Oktober 2021   14:33 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Kompasiana (Kompasiana)

Tak sedikit para Kers lama yang bertanya-tanya kepada Penulis, mengapa sampai detik ini masih menulis di Kompasiana dikala Kers lain satu persatu berhenti menulis?

Satu jawaban yang paling memungkinkan pertanyaan itu ialah karena hanya di platform ini Penulis merasakan keakraban dan keeratan diantara para Kers. 

Tetapi jawaban itu Penulis katakan lebih tepat disandingkan akan bagaimana Kompasiana dahulu disaat masih banyak rangkaian acara offline yang diadakan Kompasiana. Sangat berbeda dengan kondisi saat ini dimana para Kers tidak saling mengenal satu dengan yang lain secara langsung (tatap muka).

Bagi Penulis tatap muka adalah bagian penting dalam interaksi sosial dan lebih krusial ketimbang interaksi dunia maya yang masih sangat memungkinkan terjadinya kesalahpahaman.

Mengacu pada pertanyaan kenapa masih betah di Kompasiana, mungkin Penulis harus bercerita mengenai obrolan Penulis dengan Mas Isjet (mantan COO Kompasiana) di salah satu kafe dekat gedung Kompas Palmerah.

Kami bertemu dan mengobrol sejenak prihal Kompasiana. Secara garis besar Mas Isjet ingin mendengarkan pandangan Penulis terhadap Kompasiana dan harapan kedepannya.

Saat itu Penulis mengungkapkan bahwasanya harapan Penulis terhadap Kompasiana ialah platform ini dapat menjadi wadah bagi para blogger bukan hanya untuk mengembangkan diri tetapi juga sebagai personal branding mereka.

Penulis melihat bahwasanya blogger masih dipandang bukanlah sebagai sebuah profesi utama, blogger cenderung lebih rendah sebagai kegiatan mengisi waktu luang, kegiatan mencari uang tambahan (sampingan), atau hal lainnya. Padahal begitu banyak potensi yang bisa digali dari menulis dimana kelak orang akan bangga mencantumkan blogger mutlak sebagai sebuah profesi.

Menurut Penulis kaidah seorang blogger harusnya lebih mulia dari itu karena blogger bukan sekadar hobi menulis ataupun media untuk curhat, melainkan ia adalah seorang Agent of Change atau sosok yang menginisiasi perubahan atau memberi andil baik kepada dirinya maupun sekitarnya dari karya (tulisan) yang ia kreasikan. 

Menulis ialah suatu bentuk kreativitas dari indera yang manusia miliki, sebuah imajiner yang memprakarsai segala sudut pandang yang kemudian memberi andil orang lain yang membacanya untuk dapat berkembang.

Tentu kesemua itu tergantung kepada persona blogger masing-masing akan materi apa yang ia sering bawakan, bagaimana kualitas tulisannya, serta kecakapan personalnya dalam membentuk personal brandingnya.

Pada hakikatnya tujuan membentuk personal branding di Kompasiana ialah kelak para Kers dapat mengasah diri, menjadi pribadi yang maju dan mandiri seiring akan bertambahnya peluang di luar Kompasiana serta kelak mereka akan menjadi contoh kepada para Kers lain akan bagaimana sosok seorang blogger yang sukses.

Namun demikian bukan maksud tujuan Penulis untuk menjadikan Kers sukses bak "kacang lupa pada kulit" maupun "anak ayam kehilangan induknya". Para Kers sukses itu kelak tidak meninggalkan Kompasiana, sebagaimana mereka secara berkelanjutan berkontribusi menulis artikel di Kompasiana dan terus memberikan inspirasi.

Gambaran diatas tersebut menjadi alasan mengapa Penulis pernah mengutarakan ide kepada Kompasiana agar mencantumkan achievement para Kers di dalam kolom profile, baik itu achievement berupa award maupun juara lomba yang diadakan di Kompasiana, semata-mata hal itu bertujuan untuk menambah "nilai jual" Kers.

Sayang hingga saat ini ide tersebut belum terealisasi. Cita-cita akan personal branding yang dimaksudkan lambat laun sirna, hanya direpresentasikan dalam laporan K-Rewards bulanan yang ironisnya dilandasi oleh jumlah tingkat keterbacaan dimana kondisi K sekarang kian sepi oleh pembaca alih-alih jumlah konten yang semakin banyak.

Seperti kita ketahui bersama bahwa para Kers terdiri dari beragam latar belakang, sadar tidak disadari jumlahnya terus bertambah dan tidak dipungkiri ada kiranya menjadikan menulis guna menjemput rezeki. Mereka butuh tempat untuk mengaktualisasi diri agar bisa maju dan berkembang, tidak sekadar hanya menulis, menulis, dan menulis tanpa tujuan.

Tetapi apakah Kompasiana paham mengenai ini? Apakah kiranya Kompasiana sanggup mengempani seluruh Kers yang berkontribusi di platformnya? Penulis yakin tidak akan bisa.

Penulis sadar betul toh Kompasiana bukan ibarat milik "nenek moyang elo". Kompasiana merupakan sebuah produk dari empunya, mereka punya misi dan target, mereka juga harus jualan, dan mereka harus berupaya agar dapurnya dapat terus mengepul.

Penulis sadar betul bahwa Kompasiana sudah besar. Kompasiana bukan lagi ibarat balita yang membutuhkan tumpuan untuk berjalan, Kompasiana kini sudah besar dan dewasa yang dapat menentukan arah masa depannya sekalipun ditinggal oleh punggawa-punggawa lamanya.

Sedangkan siapa Penulis? Penulis hanya sebagai Kers bak bulir yang datang dan pergi tersapu ombak dan kalaupun hilang di lautan takkan ada yang mencari ataupun mengingat. Kalaupun mangkat maka paling yang hadir sekadar ucapan duka cita hingga karangan bunga. Rangkaian kata di Kompasiana ini kelak hanya akan menjadi bilangan biner yang tidak ada orang yang paham makna dan perjuangan dibelakangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun