Dan kaum Pria paham soal itu dan nalar mereka bertanya-tanya, mengapa Saya cape-cape mendaki Gunung yang sulit didaki? Kiranya Saya akan memilih Gunung yang mudah didaki dan Saya puas dengan pencapaian Saya tersebut.
Jadi pada hakikatnya Pria akan mengamati dengan seksama kondisinya, jika memang gerbang itu terkunci, terlampau sempit, dan mustahil ia lewati maka Pria akan berpaling kepada yang lain. Namun jika gerbang itu terbuka dan semakin lega dalam pengertian Wanita tersebut membuka hati dan mau menerima si Pria apa adanya maka Pria akan berusaha mencapai puncak Gunung itu.
Pada akhirnya fokus pertanyaan ialah sampai mana tingkat kedewasaan Wanita? Bukan berarti kaum Wanita tidak bisa memilih, Penulis katakan Anda-anda tetap bisa kok. Hanya saja pertanyaannya, sampai kapan?
Apakah ego, Saya ingin Pria yang begini, begini, begini terus menerus. Pertanyaannya iya kalau ada, bagaimana bilamana belum atau bahkan tidak ketemu?
Dalam artian begini yang Penulis maksudkan, baik kaum Pria maupun Wanita pada hakikatnya seiring kedewasaannya pilihan mereka akan mengerucut. Dengan kata lain, baik keduanya akan lebih memprioritaskan aspek-aspek krusial ketika ingin berumah tangga yaitu nyaman dan harmonis.
Ketika semua berjalan sebagaimana mustinya. Masing-masing akan paham bahwa hidup berumahtangga itu bukan soal ego dimana satu pihak menuntut hak dan haknya saja. Berumah tangga itu selayaknya saling hidup berbagi, suka duka hidup bersama sampai maut memisahkan.
Sebagai akhir kata. Mengutip apa yang rekan Penulis katakan (maaf), apa elo ingin mati dengan kesendirian?
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.