Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PSBB (Lagi), Kemasan Boleh Beda tapi Rasa Sama

16 September 2020   14:35 Diperbarui: 16 September 2020   14:39 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PSBB Jakarta (Kompas)

Sebagaimana kita ketahui bersama tepat pada hari Senin lalu 14 September 2020, Jakarta menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar. Langkah ini diambil oleh Pemprov DKI Jakarta melalui Gubernur Anies Baswedan dalam menyingkapi tingginya kasus pasien positif Covid-19 di Ibukota dan guna mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terburuk akibat lonjakan pasien bilamana tidak terkendali.

Lepas dari segala polemik yang telah terjadi, PSBB kali ini menitikberatkan kepada kedispilinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan saat pandemi, seperti mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak (3M). 

Aparat gabungan dikerahkan baik Satpol PP, Polri, TNI, hingga tokoh masyarakat untuk mengedukasi maupun menindak warga yang tidak patuh menjalankan protokol kesehatan.

Sekilas walau dikatakan penerapan PSBB kali ini seperti di awal pandemi Covid-19, situasi dan kondisi yang dihadapi cukup berbeda. Bilamana saat PSBB awal segala kegiatan warga maupun bisnis dibatasi hampir menyeluruh, PSBB saat ini masih memperkenankan beberapa bidang untuk tetap berjalan dengan syarat melaksanakan protokol kesehatan secara ketat.Sebagai contoh beroperasinya ojek online.

Mobilitas warga pun lebih leluasa tidak layaknya saat masa PSBB transisi pada momentuM libur panjang Idul Fitri dimana alur keluar masuk warga ke Jakarta tidak lagi membutuhkan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM). Walau demikian langkah (SIKM) jni memang bisa dibilang tidak efisien disebabkan permainan oknum yang membiarkan warga keluar masuk tanpa SIKM dan banyaknya jalur tikus (alternatif) untuk keluar masuk Jakarta.

Kemudian menyoal 3M, hampir bisa dikatakan kebutuhan warga akan sanitizer dan masker kini banyak tersedia. Tak layaknya pada saat awal pandemi di tanah air diumumkan dimana sanitizer dan masker langkah serta harganya sangat mahal.

Merujuk apa yang berbeda dari PSBB kali ini, dari pengamatan Penulis justru suasananya tidak jauh berbeda baik itu PSBB awal maupun transisi. Oke-lah ada operasi yustisi maupun aparat yang keliling wilayah untuk memonitor warga yang tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan. Akan tetapi pertanyaannya, sampai kapan sih?

Tentu Anda-anda ingat akan check point saat masa PSBB maupun PSBB transisi dimana aparat bertugas mengawasi kendaraan untuk memastikan apakah si empunya melaksanakan protokol kesehatan. Pertanyaannya efektifkah? 

Apakah check point tersebut berlangsung 24 jam dan terus menerus ada aparat hadir bertugas? Pada kenyataannya tidak. Beberapa kali Penulis temukan check point yang kosong tanpa ada siapapun disana dan kalaupun ada petugas maka mereka hanya duduk dan membiarkan kendaraan bermotor lalu lalang.

Lalu apakah Anda sebagai warga Jakarta gemar berolahraga? Bilamana Anda gemar berolahraga di akhir pekan saat pandemi maka di wilayah Sudirman-Thamrin Anda pasti mendengarkan imbauan dari petugas pErihal siapa-siapa yang tidak diperkenankan untuk beraktivitas olahraga di luar, seperti Ibu hamil, anak dibawah usia 12 tahun, dan pada manula dengan kisaran umur 60 tahun lebih.

Namun imbauan itu seolah tidak ada artinya. Dimana dari pengamatan Penulis baik dari awal PSBB hingga hari minggu menjelang PSBB (13/9/2020) bahwa masih ditemukan bentuk pelanggaran tersebut. 

Penulis masih melihat orangtua yang membawa anaknya, anak-anak tanggung bekeliaran, dan para manula berkerumun. Mirisnya tidak ada tindakan yang aparat lakukan, hanya terus memberikan imbauan berharap warganya sadar terhadap aturan.

Dari gambaran diatas, apakah menandakan ketidakseriusan aparat dalam mengawasi warga menjalankan protokol kesehatan menyebabkan masyarakat kian sulit diatur saat pandemi? Penulis katakan bisa jadi.

Sedikit gambaran, lokasi Penulis tinggal sangat dekat dengan Kelurahan maupun Kecamatan serta dikelilingi oleh Pasar serta perumahan padat penduduk. Penulis bisa katakan hampir mustahil menyadarkan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan, bukan saja karena masyarakat seenak jidatnya akan tetapi juga disebabkan aparatur yang sejatinya mengawasi warga tidak mampu bertindak tetapi juga kerap kali melanggar protokol kesehatan.

Lantas kalau sudah begini, bagaimana kurva Covid-19 bisa menurun sedangkan kita sebagai pribadi saja tidak bisa menjadi contoh dan sulit pula diatur.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun