Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Jokowi "Petugas Partai"

26 September 2019   12:33 Diperbarui: 26 September 2019   12:52 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Widodo (tribunnews)

Mengapa Jokowi dapat menunda RKUHP yang dipandang kontroversial tetapi ia tidak bisa membatalkan revisi UU KPK? Ya mungkin pertanyaan ini marak dibahas oleh media maupun publik. 

Legitimasi bahwa mereka yang menolak revisi UU KPK agar mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi memang terus dikemukakan, akan tetapi hal tersebut tidak memberikan jawaban akan misteri mengapa DPR mengesahkan revisi UU KPK dengan segera dan senyap. Berbeda halnya dengan RKUHP di mana mereka mau mengikuti arahan Presiden Jokowi dan membuka diri berdiskusi dengan berbagai kalangan untuk membahas UU yang mengundang polemik.

Bagi segelintir orang mungkin saja sikap Jokowi yang menolak mengeluarkan Perppu KPK menimbulkan pertanyaan akan komitmen beliau dalam memberantas tindak korupsi yang terjadi di Indonesia. Pernyataan beliau bahwa revisi UU KPK merupakan inisiatif DPR bukan pemerintah pun dipandang kurang memuaskan. 

Alhasil sikap "dingin" Jokowi memunculkan spekulasi bahwa hal tersebut ada kaitannya dengan rencana jangka panjang pemerintah yang ingin memindahkan Ibukota. Alih-alih mengeluarkan Perppu KPK maka rencana pemerintah untuk memindahkan Ibukota akan kandas ditangan DPR. Namun hal ini menurut Penulis dapat mudah disanggah sekalipun Ibukota tidak jadi pindah.

Bagi Penulis pribadi, sikap yang ditunjukkan Jokowi menandakan sesuatu bahwa kiranya ada hal yang tidak bisa ia jangkau terhadap revisi UU KPK. Hal ini Penulis dapat maklumi karena sejatinya Jokowi kerap dipandang kecil bahwa ia sekadar "petugas partai" di mana eksistensinya ada karena dukungan fraksi-fraksi yang mendukungnya. Konsolidasi partai-partai pasca PilPres 2019 bisa jadi acuan mengapa tidak ada satupun fraksi di DPR yang menolak revisi UU KPK.

Sebagai sosok Kepala Negara dan tumpuan rakyat Indonesia memang posisi Jokowi tidak mengenakkan saat ini, maju salah mundur pun salah atau dengan kata lain "tersandera". Walau Indonesia menganut sistem presidensial, akan tetapi kita tidak pungkiri bahwa kekuatan terbesar ada di tangan legislatif dan kita tidak lagi hidup layaknya Presiden sebelum era Reformasi.

Menuntut terus Jokowi untuk mengeluarkan Perppu menjadi sesuatu yang mustahil saat ini dan publik harus mengerti kondisi tersebut. Maka jalan satu-satunya ialah dengan berjuang melalui jalur MK agar KPK dapat berfungsi sediakalanya. 

Hal ini menurut pandangan Penulis cukup dilematis mengingat beberapa bulan kedepan KPK akan dipimpin oleh orang-orang baru. 

Lepas dari pro kontra revisi UU KPK pertanyaan terbesarnya adalah dengan kepemimpinan KPK yang baru apakah KPK tetap akan menjadi "kuda liar" yang disegani publik dan komitmen dalam tugasnya memberantas tindak korupsi atau justru jauh dari apa yang diharapkan? 

Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun