Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kapan Nikah?

4 Juli 2018   07:38 Diperbarui: 4 Juli 2018   07:41 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Momentum Hari Raya Idul Fitri telah lewat, namun sedikitnya masih tetap menyisakan cerita yang akan dikenang. Bertemu dan berkumpul bersama sanak saudara di Hari Raya Idul Fitri memang menjadi agenda pokok diantara bermaaf-maafan dengan anggota keluarga, bersilaturahmi dengan para tetangga, maupun berziarah ke makam kubur.

Seketika kehangatan begitu terasa, takkala satu persatu sanak saudara datang menghampiri rumah. Satu hari itu begitu terasa kian bermakna seiring cerita, canda, dan tawa menghiasi penjuru rumah. Hingga di pertengahan pembicaraan salah satu saudara menyelak dan bertanya "kapan nikah"?

Entah apa yang ada dibenaknya, diantara segudang hal yang bisa ditanyakan maupun dibahas kepada pribadi nampaknya pertanyaan "kapan nikah" ini merupakan pertanyaan pamungkas yang seolah menjadi momok menakutkan. 

Seiring pertanyaan "kapan nikah" tersebut bergulir, maka serentak pandangan/lirikan angker saudara-saudara yang ada beralih kepada pribadi dengan harapan kepastian jawaban. Tak pelak suasana menjadi dingin, apapun jawaban takkan mampu memuaskan mereka hingga undangan pernikahan benar-benar dicetak.

Menyangkut pertanyaan "kapan nikah" ini memang sebuah pertanyaan yang umum terspesial bagi mereka para jomblo dan jomblowati, terlebih bagi mereka individu-individu yang sudah sampai kepada umur matang dan urgent (30-an hampir 40). 

Bahkan dari sekian keingintahuan orang disekitar pertanyaan "kapan nikah" ini juga dialami oleh para orang tua (Bapak/Ibu) dimana kondisi anaknya belum menemukan jodoh. Alhasil pertanyaan "kapan nikah" yang terlampau sering ditanyakan justru menciptakan gap yang kurang berkesan, memunculkan stigma buruk kepada orang yang bertanya sebagai pihak yang perlu dihindari bahkan dimusuhi.

Lantas pertanyaannya, perlukah pribadi risau atau dalam istilah zaman now "baper" jika ditanya "kapan nikah"?

Anda boleh percaya atau tidak apabila anda pribadi ingin menelusuri bahwa umum pertanyaan "kapan nikah" ini kerap muncul atau ditanyakan oleh mereka pribadi-pribadi yang secara "pencapaian hidupnya" telah mantap.

Acapkali mereka yang bertanya minim-minim telah mempunyai pasangan (belum menikah) sehingga punya alasan apabila ditanya balik maupun mereka yang secara pencapaian hidupnya dipandang telah sempurna. Ibarat "skak" dalam permainan catur maka pribadi mencari cara agar bisa tetap melangkah, berupaya memberikan jawaban memuaskan namun dalam lubuk hati kecil pun menangis berharap dipertemukan jodoh.

Ya acapkali apabila sesuatu yang diungkapkan berkali-kali begitu membosankan layaknya kaset rusak yang mengumandangkan lirik berulang-ulang "kapan nikah, kapan nikah, kapan nikah..." dan anda lebih memilih membanting radio tape-nya ketimbang memperbaiki kaset-nya. Apabila anda melakukan hal tersebut maka apa yang anda lakukan salah. 

Menghindari bahkan sampai memutus tali silaturahmi dengan orang yang kerapkali bertanya "kapan nikah" kepada anda tidak akan merubah keadaan pribadi, justru malah membuat keadaan anda kian terpuruk dihantui rasa minder dan depresi karena belum menemukan jodoh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun