Digital Economy Framework Agreement (DEFA) adalah salah satu terobosan besar yang lahir saat Indonesia memimpin ASEAN di 2023. Tujuannya jelas, yakni menyatukan aturan main digital di Asia Tenggara, supaya kawasan ini bisa lebih cepat masuk ke peta ekonomi digital dunia.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Indonesia sudah mulai menjalankan fleksibilitas pembayaran elektronik dengan beberapa negara. Tapi ia mengingatkan, fleksibilitas itu tetap ada batasnya, sesuai kepentingan nasional. Artinya, kerja sama regional tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan masing-masing negara.
Hingga Agustus 2025, sudah 60% isi perundingan DEFA disepakati. Topiknya pun krusial: perlindungan data pribadi, keamanan siber, pemanfaatan AI, hingga dukungan untuk UMKM. ASEAN menargetkan 70% kesepakatan bisa tercapai sebelum pertemuan AECC pada Oktober nanti, agar DEFA bisa rampung awal 2026 dan ditandatangani di akhir tahun yang sama.
Ambisi ini besar. Jika sukses, nilai ekonomi digital ASEAN bisa naik dua kali lipat menjadi USD 2 triliun pada 2030. Namun, tantangannya juga nyata. Tidak semua negara memiliki kesiapan infrastruktur digital yang sama. Ada risiko jurang kesenjangan makin lebar jika DEFA hanya menguntungkan negara yang lebih maju.
Pada akhirnya, DEFA akan diuji bukan hanya oleh teknologi, tapi juga oleh kemampuan negara-negara ASEAN menjaga keseimbangan: antara kepentingan bersama dengan kepentingan domestik, antara ambisi ekonomi dengan kebutuhan inklusif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI