Mohon tunggu...
Sanny Septia Nursyabai Dewi
Sanny Septia Nursyabai Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati

Tertarik dengan kajian Sastra dan Isu Sosial terkini.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Gen Z dan Ancaman Kecanduan Internet: Antara Kenyamanan Digital dan Resiko Nyata

16 Oktober 2025   14:20 Diperbarui: 16 Oktober 2025   13:50 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
remaja yang dikelilingi notifikasi media sosial, Sumber: pinterest

Semakin pesatnya perkembangan zaman dan teknologi, internet menjadi baian yang tak terpisahkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Menurut data APJII 2025: pengguna Indonesia bahkan tembus 229 juta, dengan Gen Z sebagai pengguna dominan. Fenomena ini bukan sekedar angka dalam laporan survei, melainkan kenyataan yang bisa kita rasakan sehari-hari. Hampir setiap aktivitas kini bersinggungan dengan internet, mulai dari belajar, bekerja, hingga mencari hiburan, sehingga batas antara kecanduan dan kebutuhan semakin tipis. Hal inilah yang menjadikan isu kecanduan internet sebagai salah satu isu terkini yang layak untuk diperhatikan. Kecanduan internet atau yang sering disebut internet addiction merupakan kondisi ketika seseorang merasa sulit untuk melepaskan diri dari penggunaan  internet, meskipun sudah menimbulkan dampak negatif. Beberapa gejala umum yang sering muncul antara lain penggunaan gawai secara berlebihan, gangguan tidur karna terlalau lama online, menurunnya focus saat belajar atau bekerja, hingga lebih nyaman berinteraksi secara virtual dibanding tatap muka, fenomena ini semakin kompleks dengan hadirnya teknologi baru, seoerti kecerdasan buatan (AI). Data terbaru menunjukan bahwa Gen Z kini menjadi kelompok yang paling mendominasi konsusmsi konten berbasis AI, mulai dari hiburan hingga pendidikan. Jika tidak dibarengi kesadaran digital, hal ini berpotensi memperkuat ketergantungan mereka terhadap internet. 

 Penggunaan internet yang meluas kini tidak hanya membawa kemudahan, tetapi serangkaian resiko nyata yang sering kali luput dari perhatian. Menurut data dari Detik (2024), sebanyak 46 % Gen Z mengalami kesulitan tidur, sementara SukabumiHitz (2025) mencatat bahwa 37 % di antaranya menderita gangguan tidur akibat kebiasaan scrolling tanpa henti di malam hari. Kebiasaan "sekali lagi deh" mungkin terlihat sepele pada awalnya, namun perlahan berkembang menjadi ketergantungan digital yang menganggu kesehatan mental maupun fisik.

 Selain masalah tidur, internet juga membuka pintu terhadap berbagai resiko lain seperti perundungan daring (cyberbullying), kebocoran data pribadi hingga rasa tidak puas diri akibat perbandingan sosial yang terus-menerus. Banyak anak muda mengaku merasa lelah, cemas, bahkan tidak stabil secara emosional setelah terlalu lama berada di dunia maya. Kelelahan psikologis ini sering muncul karna tekanan untuk selalu tampil up to date, produktif, dan relavan ditengah arus digital yang serba cepat. Apa yang dulu menjadi sarana hiburan dan kneksi, kini justru berubah menjadi sumber stress yang diam-diam menggerogoti ketenangan batin.

 Tidak dapat dipungkiri bahwa internet telah membuat hidup menjadi lebih efisien. Mulai dari komunikasi instan, akses mudah terhadap pendidikan, hingga hiburan yang tak terbatas semua dapat di nikmati dalam genggaman. Namun, kenyamanan yang sama juga bisa menjadi pisau bermata dua. Semakin kita bergantung pada konektivitas digital, semakin besar pula kerentanan terhadap dampak tersembunyinya, mulai dari kurang tidur dan menurunnya interaksi sosial, hingga pelanggaran privasi dan penyalahgunaan data pribadi.

 Mengatasi kecanduan internet membutuhkan kesadaran pribadi sekaligus dukungan sistemik. Pada tingkat individu, pengguna Gen Z dapat memulai dengan mengatur screen time, mengatasi penggunaan digital serta kembali terhubung dengan kegiatan nyata mulai dari aktivitas fisik hingga mempererat interaksi tatap muka. Membangun disiplin digital bukan berarti menolak teknologi, melainkan menggunakannya dengan kesadaran dan keseimbangan.

 Dalam lingkup yang lebih luas, pemerintah jug telah mengambil langkah untuk  menghadapi tantangan ini melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Perlindungan Anak di ruang Digital. Regulaasi ini menekankan pentingnya menciptakan lingkungan daring yang lebih aman serta meningkatkan pendidikan literasi digital. Inisiatif semacam ini mencerminkan tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa internet tetap menjadi alat untuk pertumbuhan bukan sumber kerugian.

 Pada akhirnya internet itu sendiri bersifat netral ia bukan teman, tetapi juga bukan musuh. Dampak sepenuhnya bergantung pada bagaimana kita memilih untuk menggunakannya. Bagi Gen Z, tantangannya adalah memeluk teknologi dengan bijak: tetap terhubung tanpa kehilangan koneksi dengan diri sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun