Perbedaan antara merendahkan diri dengan menyampaikan fakta tentang diri sendiri adalah dua hal yang berbeda. Ini sering disalahartikan oleh lawan bicara kita, yang membuat kita malas untuk bercerita kepada orang lain.
Pada akhirnya kita lebih banyak memendamnya. Syukur kita bisa menuliskannya, namun menulis juga membutuhkan keterampilan. Apakah tulisan itu harus disimpan atau diunggah ke media sosial?
Ketika kita menyampaikan bahwa kita orangnya kurang percaya diri ketika tampil di depan umum, lawan bicara malah menganggap kita merendahkan diri. Hanya karena mereka memuji kita sebagai orang yang punya penampilan bagus atau pintar.
Di sisi lain, ketika kita tampil dan bisa menyelesaikan masalah atau mendapatkan sesuatu yang tidak bisa orang lain dapatkan, misalnya kekayaan, lalu kita salah berkata atau sedikit cuek, mereka berkata kita tinggi hati. Padahal kita cuma mau mengapresiasi keberhasilan kita sendiri.
Semua orang hampir memiliki dua filter saja dalam kepalanya ketika mendengar seseorang bicara padanya: kalau bukan merendahkan diri, maka sedang menunjukkan sesuatu agar dipuji. Tidak pernah terbersit di pikirannya, apakah ini sebuah fakta atau bukan.
Biasanya orang yang benar-benar rendah diri adalah orang yang ketika bicara selalu mengulang-ulang kata maaf, karena dia menganggap lawan bicara atau audiens bisa saja lebih paham dari dia. Namun juga, siapa yang tahu jika ia begitu, maka ia seorang yang rendah diri. Bisa saja ia berlaku demikian supaya orang menganggap ia adalah orang cakap.
Hal pertama yang paling penting dilakukan adalah filter pada diri kita. Kita harus jujur pada diri sendiri, meskipun menyakitkan, bahwa kita memang kadang tidak bisa seperti orang lain. Orang mengandalkan kita, namun kita merasa tidak mampu dan menolaknya. Mereka menganggap kita lemah dan merugi.
Atau kita berhasil melakukan atau mendapatkan apa yang kita inginkan. Kita harus tahu, itu bukan karena kita tidak mampu, melainkan karena kita sebenarnya mampu dan bisa seperti kebanyakan orang inginkan, atau diri kita mampu beradaptasi dengan sistem yang ada.
Sistem pendidikan, misalnya. Yang bisa menghafal atau menguasai matematika mungkin dianggap cerdas atau memiliki masa depan yang bagus, sedangkan murid yang hanya bisa olahraga dan seni malah sebaliknya.
Kemudian anak-anak tumbuh menjadi sosok yang kurang percaya diri. Ketika mereka menyampaikan fakta bahwa mereka tidak mampu, lalu mereka dicap sebagai orang yang merendahkan diri. Semua harus bisa, karena semua orang menginginkannya. Padahal mereka bukan tidak mampu, tapi mereka hanya unik.