Mohon tunggu...
Tio Nugrose
Tio Nugrose Mohon Tunggu... Blogger

Rakyat Konoha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merendahkan Diri vs Menyampaikan Fakta: Mengapa Banyak Orang Salah Menangkap

14 Agustus 2025   13:27 Diperbarui: 14 Agustus 2025   13:27 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar. Restorers - Cesar Santos

Perbedaan antara merendahkan diri dengan menyampaikan fakta tentang diri sendiri adalah dua hal yang berbeda. Ini sering disalahartikan oleh lawan bicara kita, yang membuat kita malas untuk bercerita kepada orang lain.

Pada akhirnya kita lebih banyak memendamnya. Syukur kita bisa menuliskannya, namun menulis juga membutuhkan keterampilan. Apakah tulisan itu harus disimpan atau diunggah ke media sosial?

Ketika kita menyampaikan bahwa kita orangnya kurang percaya diri ketika tampil di depan umum, lawan bicara malah menganggap kita merendahkan diri. Hanya karena mereka memuji kita sebagai orang yang punya penampilan bagus atau pintar.

Di sisi lain, ketika kita tampil dan bisa menyelesaikan masalah atau mendapatkan sesuatu yang tidak bisa orang lain dapatkan, misalnya kekayaan, lalu kita salah berkata atau sedikit cuek, mereka berkata kita tinggi hati. Padahal kita cuma mau mengapresiasi keberhasilan kita sendiri.

Semua orang hampir memiliki dua filter saja dalam kepalanya ketika mendengar seseorang bicara padanya: kalau bukan merendahkan diri, maka sedang menunjukkan sesuatu agar dipuji. Tidak pernah terbersit di pikirannya, apakah ini sebuah fakta atau bukan.

Biasanya orang yang benar-benar rendah diri adalah orang yang ketika bicara selalu mengulang-ulang kata maaf, karena dia menganggap lawan bicara atau audiens bisa saja lebih paham dari dia. Namun juga, siapa yang tahu jika ia begitu, maka ia seorang yang rendah diri. Bisa saja ia berlaku demikian supaya orang menganggap ia adalah orang cakap.

Hal pertama yang paling penting dilakukan adalah filter pada diri kita. Kita harus jujur pada diri sendiri, meskipun menyakitkan, bahwa kita memang kadang tidak bisa seperti orang lain. Orang mengandalkan kita, namun kita merasa tidak mampu dan menolaknya. Mereka menganggap kita lemah dan merugi.

Atau kita berhasil melakukan atau mendapatkan apa yang kita inginkan. Kita harus tahu, itu bukan karena kita tidak mampu, melainkan karena kita sebenarnya mampu dan bisa seperti kebanyakan orang inginkan, atau diri kita mampu beradaptasi dengan sistem yang ada.

Sistem pendidikan, misalnya. Yang bisa menghafal atau menguasai matematika mungkin dianggap cerdas atau memiliki masa depan yang bagus, sedangkan murid yang hanya bisa olahraga dan seni malah sebaliknya.

Kemudian anak-anak tumbuh menjadi sosok yang kurang percaya diri. Ketika mereka menyampaikan fakta bahwa mereka tidak mampu, lalu mereka dicap sebagai orang yang merendahkan diri. Semua harus bisa, karena semua orang menginginkannya. Padahal mereka bukan tidak mampu, tapi mereka hanya unik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun