Mohon tunggu...
Macghael Prastio
Macghael Prastio Mohon Tunggu... Buruh - Blogger

Hanya tulisan orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apakah Kebahagian atau Kesenangan yang Selama Ini Kita Rasakan?

14 Oktober 2023   09:44 Diperbarui: 14 Oktober 2023   09:47 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kebahagiaan (pixabay/saint)

Mengapa semua perlahan-lahan runtuh dan lenyap, setelah apa yang kita inginkan telah tercapai. Manusia terus berpacu untuk mengejar kebahagiaan, namun sulit dipertahankan. Pada menit-menit awal, hati seorang pemuda begitu berbunga-bunga ketika menyatakan cintanya pada seorang gadis. Tetapi beberapa menit berikutnya pemuda itu kemudian jatuh cinta pada gadis lain. Pemuda itu merasakan kebahagiaan yang begitu meluap-luap saat pertama kali cintanya di terima, dan menyatakan bahwa, cintanya tidak akan pernah habis. Entah, apakah pada satu wanita atau banyak wanita. Apakah kebahagiaan itu yang selalu tak pernah cukup, atau pemuda itu yang tak tahu, mana yang merupakan kebahagiaan dan mana yang merupakan kesenangan.

Ketika saya membuka platform Youtube di waktu senggang. Saya mendapati sebuah video motivasi tentang kebahagiaan, menariknya video tersebut mencoba melihat kebahagiaan dari sudut pandang seorang filsuf. Filsuf tersebut bernama Arthur Schopenhauer. Video tersebut mengutip sebuah pernyataan yang disampaikan oleh Arthur Schopenhauer bahwa, kebahagiaan saat kita memperoleh sesuatu adalah kebahagiaan yang dimaknai. Kira-kira seperti itu, sepenggal pernyataan yang saya tangkap dari video tersebut.

Lebih tepatnya adalah sebuah kesenangan. Yang pada zaman sekarang, orang sulit membedakan antara kebahagiaan dan kesenangan. Coba kita melihat kembali pada diri kita, pada apa yang kita miliki sekarang. Ponsel atau laptop yang sekarang Anda pegang untuk membaca artikel ini. Pada saat Anda mendapatkan benda tersebut, Anda  begitu gembira sekali. Lalu ponsel atau laptop yang sudah Anda pakai sebelumnya bahwa, benda tersebut sudah ketinggalan zaman dan membuat saya tidak bahagia. Padahal  sebenarnya harus kita sadari bahwa, itu adalah kesenangan semata yang berselimutkan kebahagiaan.

Saya coba menelisik fenomena tersebut, bukan dari apa yang kita raih atau apa yang hendak kita capai. Melainkan pada pemaknaan tentang kebahagiaan yang saya pikir keliru selama ini. Apalagi kita tahu anak-anak muda masa kini. Sangat terobsesi pada kesenangan-kesenangan sesaat, seolah-olah bahwa kebahagiaan itu harus dikejar yang kenyataannya tidak seperti itu. Contoh nyata adalah peristiwa yang cukup sering kita dengar adalah bunuh diri. Ketika ia mendapati sesuatu di luar keinginannya, ia menjadi menderita. Ia tidak menyadari bahwa, konsekuensi dari kebahagiaan yang hendak ia capai selalu terarah pada dua cabang. Gagal atau berhasil, yang keduanya pasti dimaknai berbeda. Menurut Arthur Schopenhauer, bunuh diri tidak mengakhiri suatu masalah. Karena bunuh diri merupakan dorongan keinginan yang kita tahu bahwa, keinginan merupakan akar dari ketidakbahagiaan atau penderitaan.

Keinginan selalu menghasilkan kesenangan jika berhasil, penderitaan jika tidak berhasil. Merupakan sebuah mata rantai yang tidak pernah putus. Sesuatu yang sangat menakutkan bagi manusia masa kini. Karena itu bisa merenggut satu-satunya tujuan yang mereka maknai yaitu, kebahagiaan. Lalu, bukan berarti bahwa kesenangan-kesenangan yang selama ini kita dapatkan menjadi tidak penting. Kesenangan merupakan suatu reaksi tubuh yang tumbuh secara alami, dan itu sesuatu hal yang normal. Kita manusia berhak untuk merasakan kesenangan-kesenangan dari sesuatu yang kita inginkan.

Namun menjadi berbeda jika kesenangan-kesenangan tersebut dimaknai sebagai kebahagiaan. Kita merasa menjadi tidak cukup. Kita berpikir bahwa, hidup cuma sekali dan kita harus terus berbahagia. Bagaimana bisa kebahagiaan menjadi sebuah kebutuhan seperti memenuhi rasa lapar dan haus. Rasa lapar dan haus akan sesuatu itulah kesenangan yang disalahartikan menjadi kebahagiaan. Kebahagiaan bukan merupakan mata rantai, ia tetap dan tak berubah. Kebahagiaan bukan mereka yang punya segalanya, namun kesadaran atau otak untuk berpikir mencari sesuatu yang sejati, adalah kebahagiaan yang di berikan Tuhan secara cuma-cuma.  

Kebahagiaan itu di dalam diri kita sendiri, memang bukanlah hal yang mudah untuk menemukan kebahagiaan dalam diri kita. Tapi satu hal yang perlu kita garis bawahi adalah, kebahagiaan tidak pernah tergantung pada hal-hal eksternal di luar kita. Kecuali kesenangan yang berakar pada keinginan, itu pasti selalu membutuhkan sesuatu di luar tubuh kita. Saat ini mungkin saya belum bisa sepenuhnya terbebas dari keinginan-keinginan, cukup saya menyadari bahwa, kebahagiaan itu tidak berakar pada kesenangan. Jadi temukan kebahagiaanmu sendiri atau mengikuti apa yang dikatakan oleh Arthur Schopenhauer sendiri yaitu dengan cara memutuskan mata rantai keinginan, bermati raga, dan membebaskan diri dari keinginan-keinginan semu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun