Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jadi Miskin Itu Pilihan dan Keterpaksaan (2)

31 Desember 2011   17:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:31 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini lahir dari aktivitas pengayaan materi tulisan sebelumnya. Menyingi dan menyunting dan menambahkan berbagai eleman untuk mendapatkan pembahasan lebih sistematis dan tuntas dalam pembahasan.

Pilihan miskin dari kesadaran dan keterpaksaan

Miskin adalah sebuah realitas kehidupan yang diakibatkan oleh beberapa factor kesalahan system ekonomi, kebijakan penguasa, system distribusi, pendidikan dan juga budaya masyarakat. Beberapa bentuk kemiskinan yang merealita di masyarakat hingga saat ini, diantaranya:

Miskin financial. Kemampuan untuk memiliki dan sekaligus susah untuk mendapatkan akses likuiditas uang. Secara kesadaran sering disebabkan oleh ketidakmauan untuk memaksimalkan kreatifitas dan kemampuan yang tersedia dalam diri. Sedangkan dalam bentuk keterpaksaan bersumber dari  susahnya mendapatkan uang beredar untuk kebutuhan berusaha. Keterpaksaan selanjutnya berasal dari kepincangan peredaran uang.

Miskin financial secara kesadaran bisa disebabkan beberapa persoalan internal. Pertama kekurangan pengetahuan tentang manajemen keuangan. Kedua, ketidakmampuan untuk beraktifitas melalui kerja keras dan cerdas. Ketiga, keenganan untuk melakukan perubahan cara dan pola berfikir dalam berusaha.

Miskin religious. Kemiskinan yang diakibatkan oleh hilangnya pelaksanaan nilai-nilai, sistem dan metode ekonomi berbasiskan Alquran dalam rentang kehidupan masyarakat Islam. Al quran hanya sebuah sakralisasi yang tidak tersentuh untuk realitas.

Penyebab ini bersumberkan kepada kemampuan membaca dengan baik dan mengerti akan kandungan Alquran yang telah hilang. Pengetahuan akan kita suci sendiri adalah hal yang langka ummat Islam.

Miskin karakter. Kemiskinan karakter berhubungan dengan kemiskinan aspek finansial pada sisi mengakses pendidikan secara formal. Namun tidak secara informal. Kemiskinan karakter cendrung di picu oleh kehilangan keteladanan dan panutan dalam keluarga dan lingkungan.

Kecendrung miskin secara karakter adalah yang tidak memiliki nilai-nilai membentuk diri yang tercermin dalam pola tingkah laku keseharian, nilai-nilai tersebut berupa keteladan ulama dalam religious dari agama. Keteladanan pemimpin dalam nilai adat dan norma yang berlaku di masyarakat. Keteladanan pendidikan dari sekolah dan guru yang mampu memberikan pembelajaran bukan hanya pengajaran namun juga bentuk nyata dari keseharian. Kehilangan keteladanan dalam pemerintahan juga membentuk kemiskinan karakter bangsa.

Miskin mental. Mental berhubungan erat dengan karakter yang terbangun lewat pergumulan. Bagi yang memiliki pendidikan dan mendapatkan keteladanan melahirkan karakter positif dan mental positif. Ciri khas berkarater positif adalah pribadi yang terbuka dengan ide, gagasan bermanfaat, memiliki kreatifitas untuk menyelesaikan masalah dan juga mencipta hal hal baru. Sisi lain berkreasi lewat inovasi yang berkelanjutan dan menghargai perbedaan adalah bentuk mental positif.

Sedangkan karakter negative memberikan dampak mental negative. Banyak kejahatan dan juga perbuatan merusak di mulai dari pesepsi mental yang sakit atau negative. Bagi mereka yang merokok dalam ruangan atau dimobil adalah mempunyai mental negative. Perilaku ini mengakar dalam tradisi korupsi baik pada tingkatan terkecil maupun terbesar yang tersebar di setiap relung pemerintahan, pendidikan, keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun