Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Padi Satampang Baniah: Filosofi Hidup yang Tercerabut?

8 September 2013   10:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:12 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berkesempatan berkunjung ke Nagari Pariangan Luhak Nan Tuo Batusangkar sesudah lebaran 1434 H bersama Komunitas Surau Putiah. Nagari Pariangan merupakan Nagari tertua di Ranah Minang yang menyimpan banyak sejarah kehidupan awal masyarakat Minangkabau.

Bila berkunjung ke Batusangkar maka penulis selalu ingin berkulindan dalam pencarian makna demi makna tersirat dan tersembunyi. Di nagari Pariangan yang berada di Kec. Paraiangan banyak meninggakan hasil karya dari pendiri yang masih menyimpan berbagai misteri.

Ada rumah gadang dengan keindahan arsitektur yang menyimpan karya ilmiah untuk pendirian rumah anti gempa dan juga arsitektur tanpa paku. Hampir disetiap kiri dan kanan jalan terdapat rumah gadang khas Nagari Pariangan. Dengan arsitektur mirip lancip samping kiri dan kanan. Dan ada bagian depan dengan atap gonjong.

Ada tungku tigo sejarangan yang dibawahnya terdapat air hangat. Tungku yang menjadi simbol tali sapilin yang terdiri dari Cadiak Pandai (kaum cendikiawan) alim ulama dan Niniak mamak (pengatur kehidupan suku dan nagari). Masing-masing saling menguatkan untuk mewujudkan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

Kemudian terdapat Balai Saruang yang merupakan bagian tidak terpisahkan bagaimana konsep musyawarah untuk mufakat dalam sistem pengelolaan tata nagari oleh niniak mamak, cadiak pandai dan alim ulama. Semua keputusan yang menggunakan bersumber dari bawah kemudian dikuatkan dari atas. Hal ini lahir dari dua kelarasan Bodi-Chaniago dengan Koto Piliang.

Dalam budaya Minangkabau atau Ranahminang kata mufakat atas hasil musyawarah disimpulkan dalam pepatah "Kok bulek lah dapek digolongkan, Kok picak lah dapek dilayangkan" Terjemahan bebasnya adalah, kalau sebuah keputusan telah menjadi mufakat dalam sebuah pengambil keputusan, maka ia sudah bisa menjadi kebijakan yang diterapkan dalam aktivitas kehidupan bersuku, bernagari dan lainnya.

Namun, ada sisi lain yang menarik dari Nagari Pariangan adalah sawah tempat penanaman Padi Satampang baniah. Simbol yang menyatakan bahwa seorang individu itu tumbuh dan berkembang dalam lingkungan alam yang membentuk dirinya. Ia tidak terlepas dari rahim alam yang membentuk bagian jasad dan fisiologis tubuh yang menjadi rangka bagi ruh.

Seseorang akan berada dalam lingkungan awal berupa keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar untuk tumbuh yang dinamakan pasamaian (persemaian benih). Inilah perwujudan dari cinta seorang pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan sah secara agama dan adat. Benih yang tumbuh amat ditentukan oleh kualitas seorang calon ayah dan calon seorang ibu. Akan dilihat garis keturunan, tabiat suku dan kurenah pergaulan dalam kehidupan bernagari.

Kemudian setelah cukup umur dan pantas untuk berpisah dari persemaian awal. Pemuda minang mesti dipindahkan dan tercerabut dari tempat penyemaian. Rantau adalah sawah yang telah menanti untuk berjuang tumbuh dan bermanfaat dalam setiap langkah kehidupan.

Melihat jejak sejarah tokoh Minangkabau, seperti Buya Hamka, Bung Hatta, St. Sjahril, K.H Agus Salim dan Khairul Anwar adalah hasil dari gerak kultural dari satampang baniah. Lahir dari rahim bundo kanduang Ranahminang yang kemudian tumbuh beberapa tahun sambil belajar mengaji di surau dengan alim ulama, belajar pepatah petitih dengan niniak mamak dan ilmu pengetahuan dengan cadiak pandai dan alam.

Dirantau adalah kawah candradimuka seorang anak minang tumbuh berkembang menjadi orang. Terpaan merantau yang jauh dari orang tua, keluarga, suku dan masyarakat harus dihadapi. Bila meninggalkaan orang tua, maka dalam merantau akan mendapatkan orang tua baru. Bila meninggalkan kampung halaman, maka ia akan mendapatkan kampung halaman baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun