Mohon tunggu...
Hidayat Doe
Hidayat Doe Mohon Tunggu... -

Lahir di Kamaru, Buton. Alumnus Ilmu Hubungan Internasional Unhas....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memaknai Puasa Perdana Ramadahan

1 Agustus 2011   07:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:11 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Senin, 1 Agustus 2011 ini adalah hari pertama umat muslim menunaikan ibadah puasa Ramadhan, tak terkecuali di Indonesia. Di hari pertama puasa, biasanya agak berat dirasakan. Stamina tubuh cepat lemas dan loyo. Perut pun cepat lapar rasanya. Begitulah hari puasa perdana. Biasanya beberapa hari setelah puasa, rasa lapar dan lemas itu akan berakhir deng sendirinya dan bisa berjalan normal.

Tak heran, puasa hari perdana adalah puasa terberat untuk dilakukan. Rasa berat ini bisa dimaklumi karena baru pertama kalinya lagi berpuasa, setelah 11 bulan lamanya perut terbiasa kenyang. Namunbagi mereka yang kerap berpuasa Senin-Kamis, puasa perdana di bulan Ramadhan ini tidak akan berat dirasa karena telah terbiasa.

Beratnya menjalani puasa perdana sesungguhnya sama dengan segala sesuatu yang baru pertama kali dilakukan. Apalagi jika hal itu mengandung kesulitan dan kesukaran tertentu untuk dijalani. Namun ketika sudah dilalui beberapa hari atau minggu, rasa sulit dan sukar itu akan hilang seiring berjalannya waktu. Itulah logika hidup. Badai pasti berlalu.

Demikian juga dengan kenikmatan, kesenangan, kegembiraan, kebahagiaan hanya bisa dirasakan di saat-saat pertama kalinya. Setelah berselang beberapa hari, minggu, dan bulan, kenikmatan dan kegembiraan yang diperoleh akan sirna.

Penulis masih ingat persis bagaimana bahagianya wisuda, menjadi sarjana. Demikian juga saat lulus Ujian Nasional SMA, rasanya begitu bahagia. Namun, beberapa hari setelah itu, rasa senang dan gembira tersebut hilang seiring adanya tahapan dan tantangan baru yang harus ditempuh di depan mata.

Baik kesengsaraan hidup maupun kesenangan dunia pasti akan berakhir. Itulah mengapa kehidupan di dunia ini tidak akan kekal, langgeng dan selama-lamanya. Hidup di dunia hanyalah sementara. Yang perlu disadari, apapun itu baik berupa kesengsaraan hidup maupun kesenangan hidup harus dihadapi dengan kesabaran, keikhlasan, dan rasa syukur.

Betapapun beratnya hidup yang dijalani seseorang kalau dihadapi dengan sabar, ikhlas dan syukur, masalah serta kesulitan yang dirasa akan berubah jadi kemudahan dan kebahagiaan tersendiri. Begitu pula kesenangan dan kenikmatan yang diperoleh, bila disukuri dan dikembalikan pada Yang Kuasa, kebahagiaan itu akan menjadi lebih nikmat dan berharga dalam hidup.

Sebaliknya bila masalah dan kesulitan yang dihadapi dalam hidup disikapi secara tidak sabar dan penuh keluhan, maka permasalahan yang dialami akan semakin berat dirasa serta susah untuk mendapatkan jawaban solusinya.

Jadi, pada intinya hadapi dan jalanilah hidup ini dengan penuh kesabaran dan keiklhasan. Begitupula di saat berpuasa, sabar dan ikhlas adalah modal dasar untuk meraih kenikmatan dan keberkahan berpuasa di bulan Ramadhan.

Marhaban ya Ramadhan, nikmati dan syukuri bulan suci ini. Semoga amal dan kebaikan kita diterima disisiNYA. Amin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun