Mohon tunggu...
Hidayat Doe
Hidayat Doe Mohon Tunggu... -

Lahir di Kamaru, Buton. Alumnus Ilmu Hubungan Internasional Unhas....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aib Partai Demokrat

20 Juli 2011   08:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:32 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wawancara MetroTV dengan M. Nazaruddin pada Selasa malam lalu (19/06), sangat mencengangkan. Razaruddin bercerita banyak soal praktik korupsi di tubuh Partai Demokrat. Salah satunya soal politik uang yang dilakukan oleh Anas Urbaningrum selaku ketua umum Partai Demokrat.

Menurut Razaruddin, saat pelaksanaan kongres Partai Demokrat beberapa bulan lalu, Anas Urbaningrum mengucurkan dana sebesar 50 milyar untuk memenangkan kontestasi ketua umum di internal partai Demokrat. Kata Nazaruddin, dana pemenangan Anas diambil dari APBN kemudian dibagi-bagi kepada anggota Partai Demokrat untuk memenangkan Anas dalam persaingan pemilihan ketua umum Partai Demokrat. Nazaruddin juga mengatakan dana aliran Wisma Atlet juga mengalir ke tangan Anas yang kemudian dipakai untuk keperluan kampanye kongres. Nazaruddin juga mengungkapkan larinya ke Singapura itu karena perintah Anas. "Ente ke Singapura aja tiga tahun, setelah pergantian pemerintahan kembali ke Indonesia," kata Nazaruddin saat diwawancara oleh MetroTV.

Nyayian Nazaruddin itu bisa jadi benar. Sebab, Nazaruddin adalah salah satu anggota tim pemenangan Anas Urbaningrum ketika pelaksanaan kongres. Nazaruddin pun berani mengatakan itu karena memang ada kebenarannya. Nazarudin tidak akan berani memfitnah Anas jika hal tersebut tidak benar. Apalagi politisi Partai Demokrat adalah pihak yang punya akses dan kedekatan khusus dengan para penguasa.

Di sisi lain, pada hari yang sama di headline Media Indonesia (MI), Max Sopacua tidak menampik adanya politik uang di tubuh Partai demokrat pada waktu kongres. Sopacua yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Partai demokrat mengatakan politik uang selalu ada dalam pemilihan ketua umum setiap partai. "Mana ada kongres tidak pake uang? Pemilihan ketua tingkat keluruhan saja pakai uang," ungkap Sopacua kepada wartawan MI.

Tudingan Nazaruddin tentu saja tidak diakui oleh Anas Urbaningrum. Dalam pernyataannya di MI, Anas menandaskan tidak ada satu rupiah pun kegiatan yang berbau politik uang untuk memenangkan dirinya. "Tanya saja pendukung saya yang memilih saya," ujar Anas di Bogor saat menjawab pertanyaan wartawaan soal tuduhan politik uang yang darahkan padanya.

Ruhut Sitompul selaku pihak yang mendukung Anas dan menjaga nama baik Partai Demokrat mengatakan di hadapan para wartawan, "Nazaruddin itu adalah pembohong besar" untuk mengelak tuduhan-tuduhan yang dilakukan Nazaruddin kepada Partai Demokrat.

Mana janji pemberantasan korupsi?

Lepas dari kontes tuding-menuding itu, yang jelas para politisi Partai Demokrat diduga besar terlibat kasus korupsi besar-besaran. SBY selaku pendiri dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat harus membersikan partainya dari perilaku korup. SBY yang juga pemimpin besar negeri ini harus tetap komitmen dengan janji-janji kampanyenya dalam memberantas korupsi. Walaupun praktik korupsi itu, misalnya, terjadi di Partai Demokrat sendiri, SBY harus berani menabu genderang perang pemberantasan korupsi. Sikap SBY tidak boleh membiarkan kasus Nazaruddin berlangsung begitu saja di lembaga hukum. SBY harus ikut campur, dalam arti mendorong semua lembaga hukum mulai dari KPK, MA dan peradilan hukum untuk segera mengusut tuntas kasus Nazaruddin. Wewenang itu sangat dimungkinkan oleh presiden sebagai pemimpin tertinggi di negara ini. Bukan malah bersembunyi di balik dalih, "biarkan mekanisme hukum yang menjawab semua kasus Nazaruddin" tanpa ada komando yang tegas dari SBY.

Kasus Bank Century, Gayus Tambunan, mafia hukum beberapa waktu yang lalu adalah pengalaman pahit yang diterima oleh rakyat karena sampai hari ini pengusutan otak besar di balik kasus itu tidak jelas. Kasus mega korupsi itu menguap begitu saja. Baik kepolisian, Jaksa agung, Mahkamah agung maupun KPK cenderung tidak serius dan berbuat banyak dalam mengusut perampokan uang negara tersebut.

SBY pada waktu itu lebih cenderung diam alias tidak menabu gendering anti-korupsinya. Padahal, SBY punya ototitas untuk mendorong lembaga hukum untuk mengusut tuntas kasus korupsi Bank Century, Gayus Tambunan dan mafia hukum. Pemberantasan korupsi pada akhirnya tebang pilih, hanya tajam kebawah - rakyat kecil - tetapi tumpul keatas - level konglomerat dan penguasa.

Sekarang dalam kasus M. Nazaruddin, ada kecenderungan lagi bagi SBY untuk membiarkan kasus tersebut menggelinding bagai bola salju yang tidak jelas arah penyelesaian dan pengusutannya. Bila hal itu terjadi, SBY akan kehilangan momentum untuk membuktikan diri bahwa dirinya punya keseriusan dan komitmen besar untuk memberantas korupsi dan menegakkan hukum di negara ini sebagaimana dalam janji-janji kampanyenya. Bila hal tersebut berulang, juga nama buruk SBY akan dicatat dalam sejarah bahwa SBY hanya bisa berjanji dalam kampanye untuk memberantas korupsi secara tuntas, tetapi realisasinya nol besar. Buktinya, kasus-kasus mega korupsi uang negara berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan, siapa-siapa yang terlibat dan bertanggung jawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun