Mohon tunggu...
Sang Guru Muda
Sang Guru Muda Mohon Tunggu... Guru - Guru

Mengajar Demi Kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Tiga Kandidat Calon Terkuat Ketua PB PGRI

6 Juli 2019   09:02 Diperbarui: 6 Juli 2019   09:11 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan ketua PB PGRI diprediksi akan terjadi pertarungan sengit antara ketiga calon. Diprediksi dua calon yang diunggulkan; Agus Suradhika dan Unifah Rosyidi, bersama calon ketiga yang juga merupakan sang Kuda Hitam, M. Qudrat Nugraha, yang juga pengurus lama dan memiliki trah pendiri PGRI, Basyuni Suriamiharja.

Prediksi ini dihasilkan lantaran ketatnya jarak elektabilitas antardaerah di antara ketiga calon kuat ini, apalagi menurut sumber anonim yang tepercaya, Ibu Unifah sudah mengantongi suara perwakilan Jawa Timur yang memiliki elektabilitas terbesar kedua setelah Jawa Tengah, yaitu 134 suara dari jumlah total 1.075 suara.

Selisih elektabilitas yang tinggi terlihat dari berbagai hasil pemetaan. Terakhir, dari hasilnya menegaskan jurang tingkat keterpilihan itu, Agus Suradhika 316 suara, M. Qudrat Nugraha 246 suara, sementara Ibu Unifah 381 suara. Terlihat sekali perubahan dukungan mengarah menuju Ibu Unifah, menjelang pemilihan ketua PB PGRI.

Ibu Unifah yang menurut desas-desus berbenturan dengan isu guru honorer (meskipun sudah ia klarifikasi di kata sambutannya kemarin (6/7) di pembukaan kongres) dan memiliki masalah karakter yang tidak disukai oleh sebagian anggota PGRI, tetap saja memiliki kans tersendiri untuk lolos sebagai ketua PGRI periode selanjutnya.

Walau begitu, ada formula yang ajek terjadi seperti halnya pemilihan umum di Indonesia. Demokrasi, tak peduli diterapkan di pemilihan apa pun di Indonesia, kehilangan atribut politiknya karena pemilihan calon pemimpin lebih menggunakan pendekatan tokoh yang kharismatik. 

Emosi lebih ditekankan dalam menyeleksi dan bukan ideologi. Sebagaimana Ibu Unifah Rosyidi yang didukung oleh Jusuf Kalla dan Agus Suradhika yang secara kultural lebih dekat dengan lingkaran pendukung Presiden Jokowi.

Gelaran demokrasi tetap diharapkan oleh sebagian besar peserta kongres, budaya aklamasi yang sejak dahulu diterapkan dalam setiap pemilihan ketua PB PGRI dinilai sudah tidak tepat lagi, "Masak para intelektual melaksanakan aklamasi?" ujar salah seorang perwakilan PGRI Jawa Tengah.

"Ada upaya untuk mengedepankan aklamasi," menurut perwakilan PGRI Jawa Barat, "agenda pemilihan kemungkinan akan dimajukan." Belum jelas siapa yang mengusulkan, kemungkinan besar, memajukan agenda pemilihan akan menguntungkan kubu petahana.

Jika memang pendekatan emosi dan pengaruh lebih unggul, maka tentulah calon yang hanya mengandalkan gagasan dalam pencalonannya akan terpojokkan. Qudrat yang bercita-cita ingin mendorong pembentukan Dewan Pendidikan Nasional dan ingin membela kebijakan guru honorer pun jelas harus bekerja keras dalam mempromosikan gagasan kerjanya.

Sejatinya, pada demokrasi yang dituntut ialah bagaimana cara berkampanye dengan menjual program kerja dan ideologi yang berguna meningkatkan rasionalitas para calon pemilih agar mereka bisa memilih calon terbaik.

Jadi, jika dalam isu terpeka tentang kesejahteraan guru honorer saja sudah kontroversi, sudah nyata gagal, haruskah Ibu kami beri kesempatan kembali?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun