Jakarta -- Aksi Kamisan kembali digelar di depan Istana Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2025). Gelaran ke-876 ini bertepatan dengan 21 tahun wafatnya pejuang hak asasi manusia, Munir Said Thalib, yang tewas pada 2004 silam.
Seperti pada pekan-pekan sebelumnya, massa hadir dengan pakaian hitam dan payung hitam, simbol duka sekaligus perlawanan terhadap praktik pelanggaran HAM yang tak kunjung dituntaskan negara.
Barisan para peserta berdiri di seberang istana menuntut pemerintah memenuhi janji penyelesaian kasus Munir dan kasus pelanggaran HAM berat lainnya yang masih menggantung.
Suciwati, istri almarhum Munir, menegaskan konsistensi Aksi Kamisan yang sudah berlangsung 18 tahun sebagai wadah perlawanan damai. Namun, ia menilai negara tak kunjung hadir dengan langkah konkret.
"Selama 18 tahun kita berdiri di sini dengan damai. Tapi apa yang terjadi? Tidak ada yang datang, tidak ada progres. Bahkan dari Presiden ke Presiden, janji soal kasus Munir hanya berhenti di kata-kata," ujarnya.
Menurutnya, narasi pemerintah yang meminta rakyat menyampaikan aspirasi secara damai terbantahkan oleh kenyataan. Meski aksi damai terus dilakukan selama puluhan tahun, keadilan tetap tak kunjung datang.
"Kalau rakyat akhirnya marah, jangan salahkan rakyat. Justru negara yang memancing amarah dengan terus ingkar janji," tegasnya.
Suciwati juga mengingatkan bahwa praktik kekerasan oleh aparat kembali menguat, mirip dengan pola represif di masa lalu. Ia menyebut kasus penculikan, penangkapan sewenang-wenang, hingga orang hilang masih terjadi.
"Akar masalah tidak pernah dituntaskan, dan impunitas dibiarkan," katanya.
Ia menilai Kamisan bukan bentuk dendam, melainkan upaya menjaga ingatan kolektif agar sejarah kelam bangsa tidak dihapus.