Tetapi, sejak berada di trotoar itu saya belum juga melihat sekelompok anak-anak atau remaja membangunkan orang untuk sahur dengan tetabuan yang biasa mereka bawa.
Saya kemudian berpikir apakah tradisi membangunkan orang sahur dengan berkeliling kampung dengan membawa tetabuan sudah tak ada lagi tergerus waktu.
Tapi tunggu dulu. Akhirnya saya melihat juga sekelompok anak-anak dan remaja dengan membawa bedug dengan sebuah gerobak mereka bunyikan untuk membangunkan orang-orang untuk sahur.
Ternyata tradisi itu masih ada di tempat saya berada saat ini, di sebuah daerah penyanggah ibukota.
Mereka anak-anak dan remaja itu saya lihat bersemangat sekali memukul bedug secara bergantian. Sebagian lagi mendorong gerobak menembus udara yang masih dingin. Sementara sebagian lagi ada yang memukul kaleng bedug agar terdengar bunyi yang berirama.
Ah, sungguh indah sekali suasana menjelang sahur di minggu pertama Ramadhan tahun ini karena saya masih bisa melihat dengan mata kepala sendiri anak-anak atau remaja membangunkan orang untuk sahur.
Ini juga pernah saya lakukan saat saya sebaya mereka. Saya sangat senang sekali bila diajak teman sebaya untuk membangunkan orang sahur. Saya dan teman sebaya secara sukarela berkeliling kampung dan tanpa meminta bayaran sepeser pun untuk melakukan hal itu.
Bila waktunya sudah mendekati imsak, saya kembali ke rumah untuk makan sahur.Â
Usai sahur melanjutkan menunaikan shalat subuh. Setelah itu seperti biasa menghabiskan sisa waktu subuh bersama teman sebaya sampai matahari muncul dan kembali lagi ke rumah untuk melanjutkan tidur.
Di trotoar itu saya sudah mulai menyaksikan orang lalu lalang. Ada yang sudah beranjak untuk bekerja, ada pula yang sengaja keluar rumah untuk menikmati suasana sahur.
Setelah mendapatkan apa yang saya ingin lihat yakni sekelompok anak-anak atau remaja yang membangunkan orang untuk sahur, saya kembali ke rumah untuk ikut sahur.
Ciledug, 17 April 2021