Mohon tunggu...
sangaji bagus nugroho
sangaji bagus nugroho Mohon Tunggu... Guru Vokasi Ilmu dan Teknologi Pangan

guru ilmu dan teknologi pangan pemerhati pendidikan dan dunia Islam

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tanah di Sudirman Kota Dumai: Warisan, Sengketa, atau Perebutan Kuasa?

14 Agustus 2025   09:11 Diperbarui: 14 Agustus 2025   09:11 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis Tanah di Jalan Jenderal Sudirman - Dumai  (Sumber: Pribadi)

Tanah di Sudirman Dumai: Warisan, Sengketa, atau Perebutan Kuasa?

Di tengah geliat pembangunan dan padatnya lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman, Dumai, ada sepetak tanah yang menyimpan cerita panjang. Tanah itu, ialah 100 meter sepanjang kiri dan kanan jalan, kini menjadi sumber 'konflik' antara warga dan negara. Pertanyaannya sederhana tapi mendalam: siapa pemilik sahnya?

Bagi warga Dumai, tanah bukan sekadar aset. Ia adalah warisan, identitas, dan ruang hidup. Puluhan tahun mereka tinggal, membangun, dan membayar pajak. Namun kini, tanah yang mereka anggap milik sendiri diklaim sebagai Barang Milik Negara (BMN) oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), yang sebelumnya dikelola oleh PT Chevron dan kini beralih ke PT Pertamina Hulu Rokan 

Ketika Sertifikat Tak Lagi Menjamin Kepastian

Yang membuat situasi semakin rumit, BPN masih menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada warga di kawasan tersebut. Warga pun mempertanyakan dasar hukum yang digunakan, terutama karena SK Gubernur yang dijadikan acuan terakhir kali diperbarui pada tahun 1974. Di sisi lain, ribuan warga terancam kehilangan rumah mereka karena tanah yang mereka tempati dianggap sebagai aset negara 

Refleksi: Tanah, Identitas, dan Ketidakpastian

Tanah bukan hanya soal batas dan ukuran. Ia adalah ruang hidup. Ketika statusnya digantung, bukan hanya legalitas yang terganggu---tapi juga rasa aman dan keadilan.

Warga Dumai tidak tinggal diam. Forum Pejuang Tanah Sudirman dibentuk sebagai wadah perjuangan. Mereka berencana melakukan audiensi dengan DPRD dan bahkan siap turun ke jalan jika tidak ada kejelasan hukum. Ini bukan sekadar protes, tapi bentuk perlawanan terhadap ketidakpastian yang mengancam ruang hidup mereka 

Teknologi dan Kesadaran Hukum

Di era digital, masyarakat sebenarnya punya akses untuk mengecek status tanah secara mandiri. Aplikasi seperti Sentuh Tanahku dari Kementerian ATR/BPN bisa membantu melihat status hukum, lokasi bidang, dan keaslian sertifikat. Tapi akses teknologi saja tidak cukup jika transparansi dan keadilan belum hadir.

Pertanyaan yang Perlu Dijawab Bersama

  • Apakah negara sudah cukup transparan dalam mengelola aset tanah publik?
  • Apakah warga punya akses yang adil untuk mengklaim haknya?
  • Dan yang paling penting: apakah kita sudah cukup peduli terhadap hak atas tanah yang kita pijak?

Di balik 100 meter tanah itu, mungkin ada warisan, ada perjuangan, dan ada harapan.
Dan yang paling penting: ada hak yang harus dijaga.

Sudahkah kita tahu status tanah yang kita pijak hari ini?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun