Tradisi Ramadhan tahun ini dipastikan akan sama dengan tahun sebelumnya. Meski pemerintah Indonesia memberlakukan adaptasi kebiasaan baru hadapi pandemi, kekhawatiran kaum muslimin tidak berkurang.
Khususnya di Aceh. Provinsi yang memiliki keistimewaan menjalankan hukum syariah itu memiliki tradisi di bulan Ramadhan yang khas. Dijalani dengan aturan yang ketat, pemerintah setempat mengatur sedemikian rupa agar tradisi itu tetap hidup.
Ruang digital tampaknya akan menjadi wadah yang dimanfaatkan warga Aceh agar Ramadhan tahun ini makin semarak daripada tahun sebelumnya.
Seperti apa warga Aceh akan menjalani tradisi Ramadhan di tahun ini? Simak di bawah ini :
Tradisi Meugang dengan Protokol Ketat
Tradisi ini merupakan wasiat leluhur, sehingga anggota keluarga yang merantau akan datang ke kampung halaman membawa daging sapi atau kerbau untuk disantap bersama.
Saat perayaan Meugang, pasar-pasar akan dipadati warga yang membeli daging. Harganya tentu akan naik dua kali lipat karena banyaknya permintaan, terutama daging sapi lokal.
Pelaksanaan tradisi Meugang tahun lalu disesuaikan dengan protokol kesehatan yang ketat. Tampaknya tahun ini akan sedikit fleksibel karena warga sudah mulai sadar didalam menjalani kebiasaan baru saat pandemi.
Beberapa pemerintah kabupaten dan kota akan mendistribusikan daging-daging langsung ke desa-desa mereka. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penumpukan massa di pasar-pasar.
Meskipun warga diberikan kebebasan membeli daging di pasar, aturan tentang menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak akan tetap diberlakukan.
Akan lebih terjangkau lagi jika pemerintah setempat mewadahinya dengan penjualan secara daring. Dengan banyaknya penggunaan gawai handphone dan meratanya jaringan internet di seluruh Aceh, memungkinkan pembelian daging Meugang terlaksana secara aman dengan sistem daring.
Menghidupkan Kembali Kenduri Nuzulul Qur'anÂ
Berbagai macam hidangan kue, dan aneka masakan lainnya dibawakan ke meunasah atau masjid tempat diselenggarakannya kenduri. Hidangan tersebut terbagi dua, untuk berbuka dan selesai tadarus Al Qur'an. Jamaah masjid, termasuk anak-anak, beramai-ramai menyantapnya.
Biasanya, tradisi ini mengundang jamaah dari desa atau RT/RW lain. Hadirnya wabah Covid-19 menjadikan kenduri ini tidak lagi dilaksanakan semeriah biasanya.
Tampaknya, Kenduri Nuzulul Qur'an tahun ini akan tetap hidup meski dengan protokol kesehatan yang sama ketat dengan tahun sebelumnya.
Berhubung tradisi ini berupa kegiatan makan-makan, jadi tidak mungkin dilaksanakan secara daring. Kecuali, desa atau RT/RW bersangkutan rela mengirim beberapa hidangannya wilayah mereka ketika tetangganya meminta lewat aplikasi chatbox.
Ramadhan Vaganza di Ruang Digital Aceh
Tradisi Ramadhan di ruang digital? Secara umum sih belum ada, khususnya di Indonesia. Selama ini tradisi mengisi ruang-ruang dan media luring.
Ruang interaksi di media internet memang berkembang pesat. Persoalannya, penggunanya masih individualistik. Masih berkutat kepada kepentingan pribadi.
Baru-baru ini muncul program Ramadhan Vaganza yang diinisiasi layanan broadband IndiHome. Tujuannya untuk mengangkat kembali kemeriahan Ramadhan yang biasanya dilakukan warga Aceh di dunia maya.
Mereka menghadirkan beberapa kategori kompetisi, diantaranyatahfiz qur'an, murattal, da'i cilik, dan kumandang azan. Program kompetisi ini dapat diikuti mulai dari anak umur 5 (lima) tahun hingga 30 tahun.
Dilihat dari perspektif bisnis tentu memiliki prospek tersendiri, apalagi kalau program sambut Ramadhan ini mendapat respon positif dan menjadi tradisi digital.
Setidaknya, warga Aceh memiliki wadah alternatif di dalam menyambut Ramadhan di tengah pandemi. Berhubung layanan broadband IndiHome telah menjangkau ke seluruh wilayah Aceh, Ramadhan Vaganza dapat dimanfaatkan warga sebagai pengisi ruang digital untuk menyambut Ramadhan.