Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Setelah Tupperware Tutup, Waspada Bahaya Plastik Makanan Lainnya

18 April 2025   15:58 Diperbarui: 19 April 2025   04:13 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tupperware, merek ikonik wadah makanan yang telah dikenal luas dengan klaim keamanan produknya, resmi menutup operasionalnya di Indonesia pada Januari 2025 setelah mengajukan kebangkrutan global. Penutupan ini membuka ruang bagi banyak produk alternatif terutama buatan luar negeri seperti China yang belum tentu memenuhi standar keamanan bahan makanan. Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat memahami jenis plastik yang berbahaya bagi kesehatan serta panduan dari lembaga dunia seperti WHO, CDC, dan AAP mengenai keamanan plastik untuk makanan. Artikel ini mengulas secara sistematis keamanan bahan plastik, bahaya yang ditimbulkan, serta pilihan alternatif yang direkomendasikan.

Tupperware Tutup setelah selama puluhan tahun menjadi simbol inovasi penyimpanan makanan yang aman dan efisien di berbagai rumah tangga Indonesia. Dengan desain tahan lama dan bahan yang diklaim bebas BPA, merek ini berhasil memperoleh kepercayaan luas. Namun, pada awal 2025, Tupperware Indonesia resmi menutup operasionalnya, sejalan dengan krisis finansial global yang dialami perusahaan induknya.

Penutupan ini membuat masyarakat beralih ke merek alternatif, banyak di antaranya berasal dari produsen luar negeri seperti China yang belum tentu memenuhi standar keamanan bahan makanan. Dalam situasi ini, penting untuk mengevaluasi ulang bahan dasar wadah makanan, terutama plastik, dan memahami risiko serta rekomendasi ilmiah yang dikeluarkan oleh lembaga internasional kesehatan terkait.

Sebelum Tupperware, telah memproduksi berbagai jenis wadah dari plastik yang telah disertifikasi aman, seperti polypropylene (kode daur ulang #5) dan polyethylene (#2 dan #4), yang termasuk dalam kategori plastik food grade dan bebas dari senyawa berbahaya seperti BPA (Bisphenol-A). Mereka juga telah menyesuaikan standar produksi dengan regulasi keamanan bahan makanan di berbagai negara.

Meski demikian, konsumen tetap harus berhati-hati dalam penggunaan, terutama saat memanaskan makanan dalam microwave atau menyimpan bahan panas, karena penggunaan yang tidak tepat dapat menyebabkan pelepasan senyawa kimia dari permukaan wadah. Bahkan wadah yang aman tetap berpotensi menjadi sumber migrasi kimia bila tergores, berubah warna, atau digunakan melebihi usia pakainya.

Bahaya Plastik bagi Kesehatan

Plastik yang tergolong tidak aman umumnya mengandung senyawa kimia seperti Bisphenol-A (BPA), ftalat, dan styrene, yang biasa ditemukan pada jenis plastik polikarbonat dan polistirena dikenal dengan kode daur ulang #6 dan #7. Ketika plastik ini digunakan untuk menyimpan makanan, terutama makanan panas atau yang dipanaskan dalam microwave, senyawa berbahaya tersebut dapat bermigrasi ke dalam makanan dan minuman. Proses pelepasan ini meningkat jika wadah tergores, aus, atau terkena suhu tinggi, menjadikannya sumber paparan bahan kimia toksik yang tidak disadari.

Dampak dari paparan senyawa ini telah menjadi perhatian utama berbagai badan kesehatan dunia. BPA dan ftalat diketahui bersifat sebagai pengganggu endokrin (endocrine disruptor), yang dapat mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh. Hal ini berisiko menyebabkan masalah kesuburan, pubertas dini, gangguan perkembangan otak pada anak, serta peningkatan risiko kanker payudara dan prostat. Sementara itu, styrene yang terdapat dalam plastik polistirena juga dikaitkan dengan efek neurotoksik dan karsinogenik. Oleh karena itu, penting untuk menghindari penggunaan plastik jenis ini, khususnya dalam konteks penyimpanan atau pemanasan makanan.

Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), paparan jangka panjang terhadap bahan aditif plastik dalam makanan dapat berdampak buruk pada kesehatan anak-anak. World Health Organization (WHO) dan Center For Disease Control and Prevention (CDC) juga menekankan pentingnya membatasi penggunaan plastik dalam pemanasan makanan dan menyarankan konsumen memilih bahan yang tidak melepaskan senyawa kimia saat digunakan untuk makanan panas.

Bahaya Produk Pengganti Tupperware Buatan China

Setelah  Tupperware Tutup , pasar dibanjiri oleh produk wadah makanan buatan China yang murah dan menarik. Namun, banyak dari produk ini tidak mencantumkan komposisi bahan secara jelas, tidak memiliki label "food grade", serta tidak teruji bebas dari BPA dan senyawa toksik lainnya. Beberapa bahkan menggunakan plastik daur ulang berkualitas rendah yang tidak cocok untuk kontak langsung dengan makanan.

Waspada terhadap produk murah dengan klaim tidak jelas sangat penting, karena plastik daur ulang yang tidak memenuhi standar bisa mencemari makanan dengan logam berat, residu industri, atau bahan kimia beracun lainnya. Selain itu, tidak semua negara memiliki standar ketat mengenai keamanan makanan, sehingga produk impor bisa luput dari pengawasan.

Jenis Plastik yang Aman dan Berbahaya

  • Plastik Aman:
    • #1 PET/PETE (Polyethylene Terephthalate): Aman untuk sekali pakai, seperti botol air mineral.
    • #2 HDPE (High-Density Polyethylene): Aman, digunakan untuk susu, jus, dan botol makanan.
    • #4 LDPE (Low-Density Polyethylene): Digunakan untuk kantong makanan dan tutup botol.
    • #5 PP (Polypropylene): Salah satu plastik teraman untuk makanan panas dan microwave.
  • Plastik Berbahaya:
    • #3 PVC (Polyvinyl Chloride): Mengandung ftalat, tidak disarankan untuk makanan.
    • #6 PS (Polystyrene): Rapuh dan dapat melepas styrene beracun saat panas.
    • #7 Other (termasuk PC - Polycarbonate): Sering mengandung BPA, terutama jika tidak diberi label BPA-free.

Rekomendasi WHO, CDC, AAP:

Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan plastik sebagai bahan utama kemasan dan penyimpanan makanan telah menjadi perhatian serius di kalangan ilmuwan dan lembaga kesehatan dunia. Laporan dari World Health Organization (WHO) menyoroti kekhawatiran terhadap paparan bahan kimia seperti Bisphenol A (BPA) dan ftalat, yang umum ditemukan pada plastik tertentu. WHO menekankan bahwa paparan ini perlu dikurangi secara signifikan, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak dan wanita hamil, karena dapat mengganggu sistem endokrin dan perkembangan organ tubuh.

WHO juga menyarankan adanya regulasi ketat terhadap bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan plastik untuk kemasan makanan. Mereka mendorong pengawasan lebih lanjut terhadap jenis plastik yang beredar di pasaran dan pentingnya edukasi masyarakat mengenai arti dari kode daur ulang pada plastik, seperti angka 1 hingga 7 yang tertera dalam simbol segitiga. Edukasi ini penting agar konsumen bisa lebih selektif dalam memilih kemasan makanan yang aman digunakan, terutama saat bersentuhan dengan panas atau makanan berlemak.

Sementara itu, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat memberikan penekanan khusus pada praktik penggunaan plastik sehari-hari. CDC mengingatkan agar tidak menyimpan makanan terlalu lama dalam wadah plastik dan menghindari pemanasan makanan langsung di dalam plastik, kecuali plastik tersebut sudah teruji "microwave-safe" dan berlabel "BPA-free". Paparan panas dapat menyebabkan pelepasan bahan kimia dari plastik ke dalam makanan, yang meningkatkan risiko kesehatan jangka panjang.

American Academy of Pediatrics (AAP) memberikan rekomendasi spesifik yang sangat relevan untuk keluarga dengan anak kecil. AAP menganjurkan untuk menghindari plastik dengan kode #3 (PVC), #6 (PS), dan #7 (Other) kecuali tertera label bebas BPA. Selain itu, mereka menyarankan menggunakan wadah berbahan kaca atau stainless steel, tidak mencuci plastik dalam mesin pencuci piring dengan suhu tinggi, dan tidak memanaskan makanan dalam plastik. Rekomendasi ini didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak lebih rentan mengalami gangguan hormon akibat paparan bahan kimia dari plastik.

Alternatif Aman Pengganti Plastik dalam Penyimpanan Makanan

Dalam rangka mengurangi risiko kesehatan dari paparan bahan kimia plastik, lembaga-lembaga kesehatan mendorong masyarakat untuk beralih ke bahan alternatif yang lebih aman dan ramah lingkungan. Salah satu pilihan utama adalah wadah berbahan kaca (glass). Kaca dikenal tahan terhadap suhu tinggi, tidak menyerap bau atau warna makanan, serta tidak bereaksi dengan bahan kimia. Kelebihan ini menjadikannya pilihan ideal untuk menyimpan makanan, baik dalam lemari es, microwave, maupun oven.

Pilihan berikutnya yang semakin populer adalah stainless steel, terutama untuk bekal anak, tempat minum, atau penyimpanan makanan kering. Stainless steel bersifat inert (tidak bereaksi dengan makanan), tahan lama, dan mudah dibersihkan. Selain itu, wadah ini tidak akan melepaskan zat berbahaya meskipun terpapar suhu tinggi. Meskipun stainless steel tidak cocok untuk microwave, kelebihannya dalam hal daya tahan menjadikannya investasi jangka panjang yang layak dipertimbangkan.

Bahan lain yang direkomendasikan adalah silikon food grade, yang kini banyak digunakan sebagai cetakan makanan, kantong penyimpanan, dan tutup wadah. Silikon memiliki keunggulan karena lentur, ringan, dan tahan terhadap suhu ekstrem baik dalam freezer maupun microwave. Namun, penting untuk memastikan bahwa produk silikon yang digunakan memiliki sertifikasi "food grade" dan bebas dari bahan tambahan berbahaya seperti filler plastik murah.

Meskipun bahan-bahan ini bisa jadi lebih mahal dibandingkan plastik konvensional, investasi awal tersebut akan sebanding dengan manfaat jangka panjangnya, baik dari sisi kesehatan maupun lingkungan. Penggunaan bahan alternatif tidak hanya melindungi tubuh dari paparan senyawa kimia berbahaya, tetapi juga mengurangi limbah plastik yang mencemari bumi. Edukasi kepada masyarakat mengenai pemilihan bahan penyimpanan makanan yang aman sangat penting, khususnya di sekolah, fasilitas kesehatan, dan lingkungan keluarga.

Tips Konsumen 

  • Sebagai konsumen cerdas, penting untuk memperhatikan kode daur ulang yang tertera di bagian bawah wadah plastik. Kode tersebut menunjukkan jenis bahan plastik yang digunakan, dan setiap jenis memiliki tingkat keamanan yang berbeda dalam penggunaan makanan. Hindari, jangan beli dan jangan menggunakan wadah yang tidak mencantumkan kode bahan, karena sulit untuk memastikan apakah bahan tersebut aman atau tidak. 
  • Umumnya, plastik dengan kode #1, #2, #4, dan #5 lebih aman untuk makanan, sementara kode #3 (PVC), #6 (PS), dan #7 (lain-lain) sebaiknya dihindari, terutama untuk makanan panas.
  • Jangan gunakan kembali wadah plastik yang sudah rusak, tergores, berubah warna, atau bentuknya melengkung, karena hal tersebut bisa memicu pelepasan bahan kimia ke dalam makanan. 
  • Wadah yang digunakan untuk menyimpan makanan panas juga harus tahan suhu tinggi dan tidak melepaskan zat kimia berbahaya, seperti BPA atau ftalat. 
  • Pilihlah wadah dari kaca, stainless steel, atau plastik food-grade yang berlabel BPA-free. Kebiasaan kecil ini bisa berdampak besar dalam menjaga kesehatan keluarga dari paparan bahan kimia berbahaya.

Masyarakat Harus lebih kritis

Tutupnya Tupperware Indonesia setelah 33 tahun beroperasi seharusnya menjadi momen refleksi bagi masyarakat untuk lebih kritis dan sadar terhadap pilihan wadah makanan yang digunakan sehari-hari. Meski Tupperware selama ini dikenal dengan standar kualitas tinggi dan klaim bebas BPA, tidak semua produk pengganti di pasaran terutama produk murah tanpa sertifikasi memiliki jaminan keamanan yang sama. Dalam situasi ini, masyarakat harus lebih teliti membaca label, memahami jenis bahan, serta mengetahui risiko kesehatan dari plastik yang tidak aman.

Plastik memang praktis dan banyak digunakan, namun penting untuk disesuaikan dengan fungsinya. WHO, CDC, dan AAP telah memberikan pedoman yang jelas mengenai jenis plastik yang aman untuk makanan, serta menekankan pentingnya menghindari plastik berbahaya seperti PVC (#3), polistirena (#6), dan polikarbonat (#7). Kini, saatnya masyarakat mulai beralih ke alternatif yang lebih aman seperti wadah berbahan kaca, stainless steel, atau silikon food-grade, yang tidak hanya lebih tahan lama tetapi juga bebas dari risiko kontaminasi kimia dalam makanan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun