Dunia pendidikan tinggi Indonesia pernah menjadi magnet bagi mahasiswa asing, terutama dari kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia. Pada era 1980-an, perguruan tinggi negeri Indonesia menjadi rujukan utama karena mutu akademik dan integritas keilmuan yang tinggi. Namun, seiring waktu, pamor ini mulai meredup dan kini bergeser ke negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, bahkan negara-negara Timur Tengah. Dalam sepuluh tahun terakhir, kualitas pendidikan tinggi Indonesia mengalami stagnasi dan bahkan kemunduran dalam konteks global, tercermin dari peringkat internasional yang kian tertinggal. Artikel ini mengulas penyebab kemunduran tersebut, sekaligus menawarkan solusi strategis agar Indonesia bisa kembali bangkit dan bersaing secara glo8bal.
Pada dekade 1980-an hingga awal 1990-an, perguruan tinggi negeri di Indonesia seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung menjadi primadona di Asia Tenggara. Ribuan mahasiswa dari Malaysia, Thailand, dan bahkan Afrika datang menuntut ilmu ke Indonesia. Tak hanya karena biaya yang terjangkau, tetapi juga karena mutu pendidikan yang dianggap mumpuni, terutama dalam bidang kedokteran, teknik, dan ilmu sosial. Di masa itu, dosen Indonesia dikenal luas dalam forum akademik internasional, dan bahasa Indonesia pun turut dipelajari oleh mahasiswa asing.
Namun kini, kondisi itu telah berubah drastis. Malaysia, yang dulu banyak mengirimkan mahasiswanya ke Indonesia, kini telah menjadi tuan rumah bagi sistem pendidikan tinggi yang lebih maju. Beberapa universitas mereka, seperti Universiti Malaya, telah menembus peringkat 100 besar dunia. Sementara itu, perguruan tinggi Indonesia justru mengalami stagnasi. Tidak ada satu pun universitas dari Indonesia yang mampu menembus 200 besar dunia dalam pemeringkatan internasional seperti QS World University Rankings atau THE (Times Higher Education). Hal ini menunjukkan adanya penurunan daya saing yang serius.
Dulu, Indonesia Jadi Rujukan Mahasiswa Asing
Perguruan tinggi Indonesia pernah menjadi tempat bergengsi yang disegani di kawasan regional. Banyak mahasiswa dari Malaysia belajar di fakultas kedokteran Universitas Indonesia atau Universitas Gadjah Mada. Bahkan, tidak sedikit pejabat tinggi Malaysia yang merupakan alumni perguruan tinggi Indonesia. Reputasi ini terbangun dari kekuatan tradisi akademik, kedalaman riset, dan komitmen terhadap etika keilmuan. Pendidikan di Indonesia kala itu tidak hanya menawarkan ilmu, tetapi juga membentuk karakter dan kepemimpinan yang kuat.
Namun, seiring berjalannya waktu, berbagai faktor mulai menggerus keunggulan ini. Salah satu penyebab utama adalah minimnya inovasi dan reformasi sistem pendidikan tinggi. Ketika negara tetangga berlomba-lomba meningkatkan kualitas riset, memperbaiki tata kelola, dan membuka diri terhadap internasionalisasi, sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia justru terjebak pada rutinitas administratif dan belum mampu melampaui birokrasi yang menghambat lompatan kualitas.
Belum ada satu pun perguruan tinggi di Indonesia yang mampu menembus daftar 200 universitas terbaik dunia. Bahkan Universitas Indonesia yang selama ini dianggap sebagai kampus terbaik nasional, hanya berada di peringkat 206 dunia. Sementara itu, sebagian besar perguruan tinggi lainnya justru berada di posisi 300 atau 400. Kondisi ini menggambarkan bahwa meskipun institusi pendidikan tinggi di Indonesia berkembang dalam jumlah dan infrastruktur, namun pencapaian akademik dan reputasi globalnya masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan standar internasional yang semakin kompetitif dan menuntut kualitas tinggi dalam berbagai aspek.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, Indonesia berada dalam posisi yang cukup memprihatinkan. Malaysia telah berhasil menempatkan tiga universitasnya ke dalam daftar 200 besar dunia, yaitu Universiti Malaya (peringkat 65), Universiti Putra Malaysia (158), dan Universiti Kebangsaan Malaysia (159). Singapura bahkan melampaui itu dengan lebih dari satu universitas yang berhasil meraih posisi teratas secara global. Tak hanya terbatas di Asia Tenggara, sejumlah negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab juga memiliki universitas yang masuk ke dalam jajaran 200 besar. Bahkan negara-negara di Amerika Latin seperti Brasil dan Meksiko pun mampu menembus peringkat tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kerja keras dan kolaborasi dari seluruh elemen perguruan tinggi di Indonesia untuk meningkatkan reputasi global, baik dalam aspek akademik, penelitian, maupun inovasi yang berkelanjutan.
Mengapa Perguruan Tinggi Indonesia Tertinggal?
Pertama, minimnya anggaran pendidikan untuk riset dan pengembangan menjadi akar persoalan. Negara-negara seperti Malaysia dan Singapura mengalokasikan dana riset dalam jumlah besar, mendorong publikasi ilmiah internasional dan kolaborasi riset antarnegara. Di Indonesia, alokasi anggaran riset masih sangat kecil dan banyak yang tidak terserap secara optimal. Tanpa dukungan anggaran yang memadai, universitas akan kesulitan menciptakan inovasi dan kontribusi ilmiah yang bisa bersaing secara global.