Penelitian oleh Casale et al. (2024) yang dipublikasikan dalam World Allergy Organization Journal menyoroti beban kesehatan mental yang dihadapi oleh pasien dengan alergi makanan dan pengasuh mereka. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari registri pasien Food Allergy Research & Education (FARE), ditemukan bahwa kecemasan (54%) dan serangan panik (32%) adalah emosi yang paling umum dialami oleh pasien akibat konsumsi makanan yang menyebabkan reaksi alergi. Selain itu, dua pertiga pasien melaporkan adanya kekhawatiran terkait kesehatan mental, termasuk kecemasan pasca-reaksi alergi, kecemasan terkait hidup dengan alergi makanan, dan ketakutan akan penghindaran makanan. Para pengasuh juga melaporkan kecemasan terkait keselamatan anak mereka, yang seringkali mendorong mereka untuk mencari dukungan kesehatan mental. Penelitian ini menekankan perlunya skrining dan dukungan kesehatan mental dalam manajemen alergi makanan, yang masih menjadi kebutuhan yang belum terpenuhi.
Penelitian yang diterbitkan dalam Allergy oleh Ferro et al. (2016) mengungkapkan bahwa remaja dengan alergi makanan mengalami masalah emosional dan perilaku yang lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tidak alergi. Studi ini menemukan bahwa alergi makanan berhubungan dengan peningkatan gejala depresi, kecemasan, dan ADHD, yang dilaporkan oleh ibu mereka, dan gejala-gejala tersebut cenderung berlanjut hingga dewasa muda. Analisis data yang melibatkan 1303 peserta menunjukkan bahwa alergi makanan meningkatkan kemungkinan gejala depresi (OR = 4.50), kecemasan (OR = 2.68), dan ADHD (OR = 3.14) pada remaja. Selain itu, gejala depresi yang terkait dengan alergi makanan juga bertahan hingga dewasa muda (OR = 2.05). Penelitian ini menyoroti pentingnya pendekatan yang holistik dalam menilai masalah emosional pada remaja dengan alergi makanan dan perlunya pemantauan kesehatan mental selama transisi ke dewasa.
Teufel et al. (2007) dalam jurnal World Journal of Gastroenterology menyatakan bahwa reaksi merugikan terhadap makanan dilaporkan oleh sekitar seperlima populasi, namun hanya sebagian kecil yang benar-benar mengalami alergi makanan berdasarkan diagnosis imunologis. Sebagian besar lainnya mengalami intoleransi makanan, sindrom iritasi usus, atau gangguan somatoform yang sering kali berkaitan dengan faktor psikologis. Penelitian ini menyoroti pentingnya pendekatan diagnostik menyeluruh yang mencakup evaluasi fisik dan psikologis. Ditekankan bahwa baik anak-anak maupun orang dewasa dengan alergi makanan menunjukkan penurunan kualitas hidup serta tingkat stres dan kecemasan yang lebih tinggi. Kondisi ini diperparah oleh reaksi yang dipelajari secara psikologis seperti kondisi Pavlovian. Oleh karena itu, penanganan yang efektif harus mempertimbangkan hubungan kompleks antara tubuh dan pikiran dalam merespons makanan tertentu.
Secara keseluruhan, akumulasi bukti dari berbagai studi mendukung bahwa alergi makanan dan gangguan pencernaan bukan hanya masalah fisik semata, tetapi dapat menjadi faktor penting dalam gangguan emosi dan perilaku anak. Oleh karena itu, evaluasi medis yang holistik---termasuk pengujian eliminasi makanan dan penilaian saluran cerna---perlu dipertimbangkan dalam pendekatan klinis terhadap anak dengan gejala emosional yang tidak membaik dengan pendekatan psikologis konvensional.
Penanganan:Â
- Penanganan alergi makanan pada anak memerlukan pendekatan yang tepat dan akurat. Tes alergi darah maupun tes kulit seperti skin prick test sering kali tidak cukup sensitif dan spesifik, terutama pada kasus-kasus dengan gejala yang samar atau tidak khas. Hasil tes ini dapat memberikan false positive atau false negative yang dapat menyesatkan diagnosis. Anak yang menunjukkan hasil tes positif belum tentu mengalami reaksi alergi saat mengonsumsi makanan tersebut, dan sebaliknya, anak dengan hasil tes negatif bisa saja menunjukkan gejala alergi. Karena itu, tes ini sebaiknya tidak dijadikan satu-satunya dasar dalam penegakan diagnosis alergi makanan.
- Oral Food Challenge (OFC) adalah metode diagnostik yang dianggap sebagai standar emas dalam mendeteksi alergi makanan. Prosedur ini dilakukan dengan cara memberikan makanan yang dicurigai sebagai penyebab alergi secara bertahap, dimulai dari dosis yang sangat kecil dan ditingkatkan perlahan sambil diamati reaksi tubuh anak di bawah pengawasan ketat tenaga medis. Dengan pendekatan ini, dokter dapat melihat secara langsung apakah makanan tersebut benar-benar memicu gejala alergi. OFC memungkinkan diagnosis yang lebih presisi, menghindari pantangan makanan yang tidak perlu, dan membantu menyusun rencana diet yang lebih sesuai untuk anak.
- Manfaat utama dari OFC adalah kemampuannya dalam menilai respons nyata tubuh anak terhadap makanan tertentu secara langsung. Ini sangat penting terutama pada anak-anak dengan gangguan emosi atau gejala yang menyerupai kelainan lain, seperti gangguan perilaku atau gangguan pencernaan fungsional. Dengan melakukan OFC, dokter dan orang tua dapat memastikan apakah makanan tertentu benar-benar berperan dalam menimbulkan gejala, serta dapat mengarahkan intervensi yang lebih tepat seperti eliminasi makanan penyebab dan pengaturan pola makan yang sehat. Pendekatan ini menjadi kunci dalam penanganan komprehensif anak dengan dugaan alergi makanan yang kompleks.
Tips Penanganan Gangguan Emosi Pada Anak
- Kendalikan Emosi Orang Tua dan Hadapi dengan Penuh Kesabaran
Menghadapi anak dengan emosi yang meledak-ledak sering kali memicu emosi balik dari orang tua. Namun, kunci utamanya justru adalah orang tua harus lebih tenang, sabar, dan tidak reaktif. Anak tidak akan belajar menenangkan diri jika orang dewasa di sekitarnya pun ikut meledak. Saat anak mulai tantrum, tarik napas dalam-dalam, hitung sampai 10, dan tanggapi dengan suara lembut tapi tegas. Ingat, ketenangan orang tua adalah cermin bagi ketenangan anak. - Jangan Menyalahkan Anak, Tapi Pahami Sumber Emosinya
Anak yang sering membantah, menangis berlebihan, atau menunjukkan agresivitas bukan berarti "nakal" atau "tidak sopan". Bisa jadi mereka sedang kesulitan mengelola rasa takut, cemas, lapar, kelelahan, atau ada kondisi biologis seperti gangguan sensoris dan alergi makanan. Daripada menyalahkan, dekati dengan empati: "Mama tahu kamu kesal, yuk kita cari tahu kenapa." Validasi ini bisa membuka pintu komunikasi dan membantu anak merasa aman. - Gunakan Pendekatan Penuh Kasih Sayang dan Kelembutan
Peluk, sentuh, dan tatap mata anak dengan kasih. Anak yang emosinya tidak stabil justru sangat butuh rasa aman. Hindari bentakan, ancaman, atau kata-kata kasar. Lembut bukan berarti lemah---lembut adalah kekuatan orang tua dalam membangun ikatan emosional yang sehat dengan anak. Kelembutan juga membantu sistem saraf anak menenangkan diri lebih cepat. - Pahami Bahwa Setiap Anak Itu Unik dan Tak Bisa Disamakan
Jangan bandingkan anak dengan saudara atau teman sebayanya. Setiap anak punya karakter, kebutuhan, dan kapasitas pengelolaan emosi yang berbeda. Ada anak yang sensitif terhadap suara, ada yang sangat aktif dan cepat frustrasi. Fokuslah pada kemajuan anak Anda sendiri, sekecil apa pun. Pengakuan dan penerimaan dari orang tua sangat berarti bagi tumbuh kembang mental anak. - Bangun Rutinitas yang Menenangkan dan Konsisten Setiap Hari
Anak dengan gangguan emosi sangat terbantu dengan rutinitas yang bisa diprediksi, terutama di pagi hari sebelum sekolah. Persiapan pagi seperti bangun tidur, mandi, dan makan bisa menjadi pemicu stres. Bangun lebih awal, buat suasana pagi lebih hangat dan tidak terburu-buru. Gunakan visual schedule atau gambar aktivitas harian agar anak merasa lebih siap dan tidak bingung dengan urutan kegiatan.
Kesimpulan
Gangguan emosi pada anak dapat berkaitan dengan alergi makanan dan gangguan saluran cerna. Evaluasi medis yang tepat, termasuk penggunaan oral food challenge (OFC) , dapat membantu dalam diagnosis dan penanganan yang lebih efektif. Saat alergi makanan dihindari dengan cara OFC keluhan alergi pencernaan, Gangguan Alergi, Ganggua, Emosi, Gangguan Tidur  dan Gangguan Perilaku lain membaik bersamaan dalam 1-3 minggu. Penting bagi orang tua dan tenaga medis untuk mempertimbangkan faktor medis dalam penanganan gangguan emosi pada anak.
Saran
- Orang tua dan tenaga medis harus mempertimbangkan evaluasi medis, termasuk alergi makanan, dalam penanganan gangguan emosi pada anak.
- Penggunaan oral food challenge dapat membantu dalam diagnosis yang lebih akurat dan penanganan yang lebih efektif terhadap alergi makanan pada anak.
- Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara alergi makanan, gangguan saluran cerna, dan gangguan emosi pada anak untuk penanganan yang lebih holistik.
Referensi:
- Ferro MA, Van Lieshout RJ, Ohayon J, Scott JG. Emotional and behavioral problems in adolescents and young adults with food allergy. Allergy. 2016 Apr;71(4):532--40. doi: 10.1111/all.12829. PMID: 26715290.
- Teufel M, Biedermann T, Rapps N, Hausteiner C, Henningsen P, Enck P, Zipfel S. Psychological burden of food allergy. World J Gastroenterol. 2007 Jul 7;13(25):3456--3465. doi: 10.3748/wjg.v13.i25.3456. PMID: 17659692; PMCID: PMC4146781.
- Casale TB, Warren C, Gupta S, Iqbal A, Seetasith A, Gupta R. The mental health burden of food allergies: Insights from patients and their caregivers from the Food Allergy Research & Education (FARE) Patient Registry. World Allergy Organization Journal. 2024 Apr;17(4):100891. doi: 10.1016/j.waojou.2024.100891.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI