Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pelaku Mengaku Cawe-cawe, Hakim Putuskan Tidak Ada Bukti Kuat Cawe-cawe

22 April 2024   16:49 Diperbarui: 24 April 2024   16:07 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putusan terkait gugatan yang dilayangkan oleh pihak Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dalam sidang sengketa Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).  Dalam Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menilai dalil pemohon terkait adanya cawe-cawe dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pemilu 2024 tidak beralasan hukum. MK menilai bentuk cawe-cawe yang dilakukan Jokowi tak dapat diuraikan lebih lanjut oleh pemohon dan tidak ada bukti kuat Jokowi cawe-cawe dalam pemilu. Tetapi hal ini menjadi aneh, unik dan menarik karena ternyata 9 bulan yang lalu Jokowi mengatakan sendiri bahwa akan melakukan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 seperti yang dikatakannya sendiri di istana Medeka. Keanehan ini terjadi karena pelaku yang dicurigai mengatakan sendiri akan melakukan cawe-cawe, tetapi hakim mengatakan tidak ada bukti kuat. Keunikan lainnya ternyata baru kali ini putusan MK ini tidak bulat karena terjadi disenting opinion oleh 3 Hakim Konstitusi. 

Seperti yang disebutkan media nasional bahwa presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku akan tetap cawe-cawe demi bangsa dan negara. Apa maksudnya? "Demi bangsa dan negara saya akan cawe-cawe, tentu saja dalam arti yang positif," ucap Jokowi di Istana Negara, Senin (29/5/2023). Jokowi mengatakan cawe-cawe yang dimaksud terkait Pemilu 2024. Jokowi: Demi Bangsa dan Negara ke Depan, Saya Akan Cawe-cawe".   (sumber newdetik.com/Senin, 29 Mei 2023 19:08 WIB). Tetapi uniknya Hakim MK memutuskan tidak ada bukti kuat terjadi cawe-cawe Presiden Jokowi terhadap Pemilu 2024.

Putusan gugatan yang diputuskan oleh MK tentunya akan menimbulkan pandangan yang berbeda dan kontroversial baik dari para pakar hukum, politik, sosial, ekonomi dan pastinya para pendukung 3 calon presiden. Keputusan hakim dalam masalah besar ketatanegaraan ini pasti ada dua kelompok yang berbeda dalam menyikapi hal ini. Tetapi analisa sosial dan hukum terjadi keunikan putusan MK, ketika pelaku jelas-jelas akan melakukan cawe-cawe tetapi hakim memutuskan tidak ada bukti kuat terjadinya cawe-cawe.

Tampaknya keunikan pelaku cawe-cawe dan hakim dalam memberikan keputusan ini juga pasti akan menimbulkan beda pendapat dalam menyikapinya. Perdebatan dalam sisi hukum dan analisa hukum pasti berujung pada keputusan bahwa keputusan MK mengikat dan tidak bisa diganggu gugat.

Lebih menarik lagi ketika Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda alias dissenting opinionnya. Arief Hidayat menilai, penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 kontras jika dibandingkan Pemilu 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019 yang dilaksanakan setelah Orde Baru runtuh. Pasalnya kata Arief, baru kali ini ada dugaan intervensi kuat dari kekuasaan eksekutif yang jelas-jelas mendukung kandidat tertentu. Perbedaan ini terletak pada adanya dugaan intervensi kuat dari sentral cabang kekuasaan eksekutif yang cenderung dan secara jelas mendukung calon tertentu dengan segenap infrastruktur politiknya. Arief Hidayat menilai sikap presiden dan aparaturnya yang tidak netral dan mendukung kandidat tertentu telah menyebabkan kegaduhan dan hiruk c."Apa yang dilakukan Presiden seolah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit dan berpotensi mengancam tata nilai demokrasi ke depan. Sementara itu, soal presiden boleh berkampanye juga merupakan justifikasi yang tidak dapat diterima oleh nalar yang sehat dan etika yang peka. Ia mengakui jika Undang-Undang Pemilu memang membolehkan presiden berkampanye tapi dalam cakupan terbatas. Yaitu saat mencalonkan diri dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden untuk kali kedua. "Artinya, presiden boleh berkampanye ketika posisinya adalah sebaga pasangan calon presiden dan bukan berkampanye untuk mempromosikan pasangan calon presiden tertentu ataupun yang didukungnya," ujarnya.

Tampaknya keunikan, keanehan dan disenting opinion putusan MK ini jadi catatan penting peristiwa sejarah Ketatanegaraan dan proses demokrasi di Indonesia. Banyak fakta, bukti dan data pelaku melakukan cawe-cawe, kecurangan seperti yang diyakini beberapa puluhan Perguruan Tinggi dan ratusan Guru besar dan puluhan ribu mahasiswa yang berteriak keras terjadinya pelanggaran etika konstitusi dan kecurangan terstruktur, sistematis dan masif. Namun memang  tidak mudah dalam mengumpulkan bukti dan saksi karena keterbatasan waktu dan keterbatasan sumber daya manusia dalam mengumpulkan bukti-bukti tersebut.  Hal ini terjadi, karena semua data, informasi dan sistem dipegang erat oleh rezim yang sulit dibuka dan sulit dilakukan audit forensik oleh pihak independen.

Tampaknya peradaban baru sistem hukum di Indonesia dan demokrasi di Indonesia harus terus diciptakan agar sensitifitas dan kepedulian akan banyaknya  pelanggaran etika, aturan dan hukum  khususnya dalam kecurangan bansos, nepotisme dan cawe-cawe ASN yang dianggap tidak ada bukti kuat terjadi meski terjadi 3 hakim disenting opinion. 

Perdebatan hukum dan politik tentunya sulit untuk diredam, meski kata bijak pihak penguasa untuk meredamnya dengan melakukan rokonsilisiasi untuk membangun bangsa dan negara ke depan. Perdebatan ini mungkin tidak perlu diredam karena bila itu dilakukan maka kecurangan cawe-cawe ASN, keanehan bansos dan pelanggaran etika nepotisme akan dianggap halal dilakukan dan akan menjadi presden buruk dalam pilkada dan pilpres berikutnya. 

Penyelesaian dalam kecurigaan kecurangan dalam proses hukum tampaknya harus dipaksa untuk berakhir. Meski perdebatan dan kontroversi ini akan lebih terbuka dan lebih terang benderang ketika proses politik hak angket pemilu bisa mulus dilakukan. Tetapi banyak pakar politik pesimis tidak akan terjadi hak angket karena operasi senyap untuk menengggelamkan hak DPR yang sangat ditakutkan penguasa ini tampaknya akan berhasil meredamnya. Hal ini terjadi karena senjata utama sandera hukum akan ditodongkan pada semua kepala elit politik pengusul hak angket di DPR . Selamat Prabowo-Gibran, meski banyak catatan sejarah buruk etika dan konstitusi  yang akan menyandera geraknya dalam 5 tahun ke depan.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun