Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan. Telemedicine 085-77777-2765

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Penyair Berkonde: Ketika Pintu Maaf Dilapangkan, Mengapa Hukum Tidak Bisa Memaafkan ?

6 April 2018   08:00 Diperbarui: 6 April 2018   09:20 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat Pintu Maaf Dilapangkan, Mengapa Hukum Tidak Bisa Memaafkan ?

ketika pintu insyaf dilapangkan
maka Dzat yang membolak balikkan hati tetap maha pengampun
maka umat yang ikhlas tetap memaafkan

setelah pintu maaf dibukakan
mengapa masih saja barisan kepala kepala kaku katakan tidak bersalah
bukankah minta maaf adalah kosa kata bermakna salah

saat pintu maaf dilebarkan
mengapa masih saja berlembar lembar ujaran tak rasional bertebaran
mengapa sang penyair dan kaumnya masih saja sebar berjuta alasan
katakan si penyair tidak bersalah
sebutkan si sastrawan hanya sekedar ungkapkan seni
ungkapkan si seniman tidak tahu syariat
ujarkan si penyair hanya katakan muadzin suaranya parau
hinakan umat yang meradang lebay

setelah pintu maaf dilebarkan
mengapa masih saja beralasan berlindung dibalik seni
puisi itu indah bila tidak dibalut kebencian
puisi itu cantik bila tidak diselimuti kecurigaan
syair itu halal di mata hukum bila tidak disampuli penistaan
para penista jangan lagi bersembunyi di balik ketiak seni

kalau sudah merengek ampunan
mengapa tidak tahu syariat masih jadi alasan
bukankah banyak sahabat yang tidak tahu syariat selalu dimuliakan umat
bila mereka selalu menghormati keyakinan rakyat mayoritas
bukankah banyak saudara yang tidak paham syariat lebih dilebihkan Allah
bila mau belajar meski baca Quran terbata bata
bukankah banyak kawan yang tidak pintar syariat tetap menjadi sahabat
bila kebencian tidak tertutur dari verbalnya
para penista jangan bersembunyi di balik ketiak tidak tahu syariat

kalau sudah menetes airmata tanda insyaf
mengapa terus katakan bukan adzan yang tidak bagus tetapi muadzinnya suaranya buruk
saat kamu gelisah mendengar indahnya adzan, tetapi jangan nista suara langit itu
bagi umat seburuk buruk suara muadzin, adzan tetap suara yang paling merdu di jagat raya
saat kamu gerah memakai baju putih, tetapi jangan hina baju yang diberikan Ilahi
bagi umat selusuh lusuh kain panjang, baju putih muslim adalah pakaian paling anggun di bumi ini

kalau hukum berpihak
maka kebencian senantiasa diumbar, maka kegaduhan terus mengoyak bangsa
maka kebencian selalu memanasi ubun ubun, maka penista penista baru akan terus terlahir dari rahim para munafik pengoyak negeri

para fobia terus berdalih dibalik kata kata

para fobia terus berkelit di balik punggung penguasa

para fobia terus bersembunyi di balik ketiak pengayom rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun