Mohon tunggu...
Samsul Arifin
Samsul Arifin Mohon Tunggu... SEO Strategist | Digital Marketing Strategist | Business Growth Planner

Praktisi SEO dan digital marketing, juga penulis konten dengan pendekatan people-first. Menulis adalah cara saya membagikan sudut pandang dan pengalaman, dengan harapan bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Sound Horeg dan Kenapa Kita Gagal Memahaminya

29 Juli 2025   14:26 Diperbarui: 29 Juli 2025   14:26 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi atau kartun orang mendengarkan musik dari speaker besar

Fenomena "sound horeg" belakangan ramai diperbincangkan di media sosial. Banyak yang menertawakan, mencemooh, bahkan menganggapnya sebagai bentuk degradasi selera musik. Namun tulisan ini hadir bukan untuk membela atau menghakimi, melainkan untuk membedah fenomena ini dari kacamata sosial: bagaimana pola interaksi manusia, pengaruh lingkungan, dan akses terhadap hiburan membentuk budaya populer tertentu. Banyak orang terjebak dalam penilaian dangkal karena tidak memahami konteks sosial yang melahirkan fenomena semacam ini. Tulisan ini mencoba menjawab: kenapa hal seperti sound horeg bisa tumbuh, menyebar, dan menjadi bagian dari ekspresi kolektif masyarakat?

  • Tidak Semua Budaya Lahir dari Pilihan Bebas

Banyak orang mengira bahwa selera musik atau hiburan adalah pilihan individu. Padahal, dalam ilmu sosiologi dan psikologi sosial, preferensi sering kali dibentuk oleh kondisi sosial-ekonomi, lingkungan tempat tumbuh, hingga keterbatasan akses terhadap alternatif hiburan lainnya. Dalam konteks ini, sound horeg tumbuh di ruang-ruang sosial yang minim fasilitas rekreasi, terbatas hiburan, dan jauh dari sentuhan budaya arus utama.

Bukan berarti mereka tidak bisa menikmati hal lain, tapi realitasnya, sound horeg adalah satu dari sedikit bentuk pelarian yang tersedia, mudah diakses, dan bisa dinikmati secara kolektif tanpa biaya besar.

  • Resonansi Sosial: Saat Hiburan Jadi Sarana Koneksi

Mengapa sound horeg bisa menyebar cepat dan membentuk komunitasnya sendiri? Jawabannya ada pada resonansi sosial --- sebuah konsep di mana individu merasa terkoneksi secara emosional dengan pengalaman yang dialami bersama kelompoknya. Dalam kasus ini, suara dentuman keras, suasana jalanan, dan kerumunan orang menjadi semacam pengalaman bersama yang membentuk rasa memiliki.

Fenomena ini serupa dengan bagaimana orang ikut bernyanyi dalam konser, menonton bola di layar tancap, atau berjoget massal di acara dangdutan kampung. Bukan semata-mata soal musik, tapi tentang rasa koneksi dan kebersamaan yang lahir dari aktivitas bersama.

  • Kenapa Kita Cepat Menghina, Tapi Lambat Memahami

Budaya digital hari ini memungkinkan kita memberi opini dengan cepat. Sayangnya, banyak komentar yang muncul lebih didorong oleh bias kelas, prasangka terhadap "yang lain", dan kurangnya empati terhadap realitas sosial yang berbeda.

Orang yang tumbuh dengan Spotify, Netflix, dan akses terhadap konser berbayar mungkin tak pernah mengalami kebosanan panjang di kampung tanpa bioskop, kafe, atau tempat nongkrong. Dalam posisi ini, sound horeg jadi bukan sekadar pilihan, tapi ekspresi dari kondisi yang terbentuk secara sistemik. Tapi alih-alih mencoba memahami, kita justru lebih dulu menghakimi.

  • Jika Kita Lahir di Sana, Mungkin Kita Pun Akan Joget di Jalan

Inilah yang jarang disadari publik: betapa besar peran kondisi sosial dalam membentuk perilaku kita. Fenomena seperti sound horeg seharusnya tidak dilihat sebagai kelucuan atau "kebodohan massal", tapi sebagai hasil dari interaksi sosial, keterbatasan akses, dan kebutuhan dasar manusia untuk hiburan serta rasa memiliki.

Jika saja kita lahir dalam situasi yang sama --- tanpa banyak pilihan, tanpa banyak akses --- besar kemungkinan kita juga akan berdiri di jalan, berjoget bersama, dan menikmati apa yang tersedia. Kita tidak lebih "cerdas", kita hanya lahir di tempat yang berbeda.

Tulisan ini tidak bertujuan meromantisasi sound horeg. Tapi sebelum kita menertawakan sesuatu, penting untuk memahami konteks di baliknya. Tidak semua bentuk budaya lahir dari kebebasan. Kadang, ia muncul dari keterbatasan --- dan justru di situlah letak nilai kemanusiaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun