Kata Asvi Warman Adam, Sejarah bukan untuk dibuktikan tetapi untuk dipahami. Begitu pula dengan Sejarah Politik Indonesia. Memang terlalu banyak hal yang sulit dibuktikan hingga saat ini. Maka tidak ada jalan lain, kita hanya memahami jalan ceritanya, sambil bila mungkin -- menarik benang merah di antara setiap puzzle yang tersedia.
==========
Gerakan Tiga Puluh September (tepatnya 1 Oktober) 1965 secara teoritis telah menghasilkan enam teori penting. Salah satunya ialah konflik internal Angkatan Darat. Tetapi mungkin orang tidak paham bahwa rentetan peristiwa yang mendahuluinya harus dilihat sejak tahun 1948, tatkala banyak tentara harus dikorbankan dengan hanya melihat ijazah.
Yang pernah sekolah, silakan masuk menjadi elit. Yang tidak punya selembarpun, silakan menyingkir. Sama sekali tidak ada screening ideologi, apalagi profesionalitas. Dalam arti tertentu, inilah arus mobilisasi vertikal pertama di tanah air setelah Indonesia merdeka. Tentu banyak yang kecewa dan akhirnya memberontak, khususnya mereka yang tidak punya apa-apa selain harga diri.
Maka selepas peristiwa Madiun 1948, mereka yang tersingkir tidak bisa berbuat lain. Karena tingkat pendidikan yang rendah pula, sekelompok tentara yang hijrah dari Siliwangi akhirnya menghuni salah satu Batalyon di Semarang, yang secara kultural akhirnya merasa resah dengan para kolonel di Jakarta yang konon katanya gemar dansa-dansi. Batalyon itulah yang diundang ke Jakarta September 1965.
==========
Ihwal Nasution menjadi panglima pertama Siliwangi, kita juga tidak bisa memberi catatan lain, kecuali bahwa alumni Breda itu sebenanya adalah seorang santri kelahiran Kotanopan, Mandailing dekat perbatasan Sumatera Utara sana (1917). Dia berbeda jauh dengan TB Simatupang yang kelahiran Siantar (1920), apalagi dengan Ahmad Yani yang kelahiran Purworejo (1922). Â Â
Maka bagaimana Nasution disingkirkan secara politik mulai tahun 1972, salah satu pintu masuknya adalah soal karakter itu. Nasution sangat berharap Soekarno diadili agar legal standing-nya menjadi jelas. Tetapi Soeharto tidak menginginkan itu, karena pendukung Soekarno masih lumayan banyak, bahkan hingga hari ini.
Saya juga pernah mendengar bahwa Sekolah Ade Irma tidak jadi didirikan hanya karena ketidak---sukaan Cendana terhadap Nasution. Bahkan Taman bermainnya pun ditutup . Untunglah masih ada Taman Lalu Lintas yang diprakarsai Jenderal Polisi Hoegeng di Bandung, meskipun kita tidak pernah benar-benar tahu adakah hubungan antara Taman Lalu Lintas dengan kepolisian hingga saat ini.
==========
Tetapi akhirnya kita tahu bahwa usai peristiwa 1965 itu screening ideologi lebih penting tinimbang selembar ijazah, dan itu bukan sekadar soal apakah Anda pengikut Moskwa atau Beijing. Sejak tahun 1951, DN Aidit memang membawa Partai Komunis Indonesia (PKI) mengarah ke Beijing, yang direstui Soekarno. Dan kedekatan Yani terhadap Soekarno adalah demi mengimbangi Aidit, sesuatu yang tidak pernah dilakukan Nasution ketika menjadi komandan. Â Â Â