Mohon tunggu...
Ganda Samson
Ganda Samson Mohon Tunggu... Ilmuwan - Hidup Matinya Seorang Penulis

Lahir di Pematang Siantar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kudeta Myanmar dan Briefing Pancasila

12 Maret 2021   18:20 Diperbarui: 12 Maret 2021   18:24 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Jadi, pada awal Februari itu, faktor-faktor apakah yang sebenarnya membuat militer mengkudeta Syu Ki sebagai pemimpin de facto, termasuk juga "menyikat" sang pemimpin de Jure?      

Sejarah dan Karakter Kekuasaan, saya pikir, di atas semua faktor yang telah disebutkan tadi.

Seorang mantan penatar BP-7 Pusat pernah menunjukkan bukti otentik pada saya bahwa pada 1988 pemimpin junta militer Myanmar pernah bertandang ke Bina Graha, kantor Presiden Republik Indonesia di Jakarta. Tujuannya: mempelajari Pancasila supaya bisa diterapkan pada masyarakat Burma (dengan penyesuaian tertentu).

Ini bisa jadi sebuah alibi politik, yang menganggap Burma tidak memiliki ideologi pemersatu yang kuat, selain kepemimpinan sipil yang terlalu lemah. Seperti telah disebutkan, sejak berdirinya Burma terdiri banyak suku dan etnis yang saling bertikai, baik grassroots maupun di tingkat elit. Buddhisme sebagai agama mayoritas mungkin kurang signifikan untuk menyatukan kepentingan nasional di tingkat negara, apalagi menghadapi etnis beragama Islam yang dianggap 'pendatang sukarela'. Ini menjadi latar belakang sosiologis yang terlalu sulit dikendalikan, terutama pada masa Perang Dingin.

Untuk tujuan sejenis itu tentu saja Jenderal Soeharto merasa bangga. Atau mungkin alter ego-nya terusik secara positif. Maka ditunjuklah beberapa orang untuk melakukan briefing ideologis sejenis Penataran P-4 bagi lingkaran satu Jenderal Than Swee. Tentu saja, briefing itu berisi paparan 36 butir Pancasila dan sekaligus cara implementasinya. "Silakan disesuaikan dengan kebutuhan dan Keadaan di Burma" kata salah seorang pimpinan Angkatan Darat saat menutup briefing tersebut.  

***

Apakah junta militer Myanmar berhasil mendudukkan Pancasila di tengah masyarakat Burma? Tentu saja tidak. Kalaupun tidak ingin dinyatakan gagal, sejak awal para ahli sebetulnya paham bahwa Muhammad Yamin tidak sedang omong kosong ketika menyatakan Pancasila digali dari karakter atawa kepribadian masyarakat Indonesia. "Dan itu bukan kebetulan sejarah".

Lagipula soalannya memang tidak sesederhana yang dipikirkan para penguasa Myanmar kala itu. Soekarno telah 'membedah' masyarakat Indonesia sejak 1926, bahkan sebelum dia mendirikan PNI. Indonesia masih di bawah kolonialisme dan periode 1904--1936 merupakan 'zaman normal'. Artinya, Pancasila adalah norma dasar yang melampaui kedalaman sejarah dan sekaligus melampaui dinamika politik. Bahwa Soekarno menyebutnya Pantja Sila (sebutan yang juga muncul dalam doktrin Buddhayana), is OK. Tetapi sejarah dan pertaruhan manusia Sabang--Merauke menghadapi kolonialisme teramat jauh dari narasi sejarah pembentukan Negara Burma atawa masyarakat Myanmar.

Pancasila bukanlah obat yang bisa dipakai menyembuhkan masalah politik apapun ~ apalagi secara acak. Bukan pula ideologi yang hanya diterima dan hanya diakui jika BLT diterima lancar.

"Suka atau tidak, Pancasila adalah Anda, manusia Indonesia!", kata seorang mahasiswa pada saya. "Anda seharusnya malu jika karena alasan tertentu, Anda menolak Pancasila atau ingin mengganti Pancasila", imbuhnya pula, dalam sebuah video untuk memenuhi Ujian Akhir Semester yang lalu.

TerimaKasih...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun