Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ibu Kota Negara Baru: Konsep Pembangunan Pertahanan

10 Maret 2020   16:42 Diperbarui: 10 Maret 2020   18:08 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Salah satu konsep pendekatan pembangunan kemampuan dan kekuatan militer adalah dengan paradigma capability based approach. Dalam konsep ini akan ditimbang dimensi perimbangan kemampuan internal terhadap ancaman eksternal konvensional maupun non konvensional, magnitude potensi ancamannya termasuk daya rusaknya[2]. Sistem pertahanan ibukota dirancang sedemikian sehingga dapat menangkal, meminimalkan dan memukul balik serangan terhadap ibukota. Dalam paradigma ini, konsep pertahanan dirancang dengan tingkat keamanan maksimum (maximum dynamics detterence level).

Dalam konteks ibu kota baru misalnya. Yang menjadi pertimbangan adalah letak geografisnya di pulau Kalimantan yang dihuni tiga negara (Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam). Kondisi topografis yang berbukit bukit, panjang perbatasan darat lebih dari dua ribu kilo meter, perbatasan laut, jalur lintas internasional ALKI 2, cakupan pengendalian pusat lalu lintas udara (Flight Information Region), minimnya instalasi pendukung seperti lapangan udara dan pangkalan laut,  serta kekuatan militer negara-negara tetangga.

Dalam matra udara, alokasi dan penyesuaian sumber daya militer  sebagai bagian dari sistem komando pertahanan udara nasional, akan dipersiapkan. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan radar darat maupun udara, pesawat tempur dan sergap, sistem peluru kendali dan artileri pertahanan udara, serta pangkalan udara yang memadai. Wilayah udara di atas ibu kota akan dipetakan dengan menetapkan zona identifikasi pertahanan udara, daerah terbatas dan daerah terlarang untuk dilintasi.

Perairan Kalimantan Timur/ Selat Makassar adalah jalur niaga ekonomi. Di bawah laut banyak terpasang jaringan pipa infrastruktur pertambangan minyak dan gas yang terhubung dengan fasilitas pengolahan kilang minyak, gas dan LNG. Sedangkan di darat, banyak objek vital nasional seperti pembangkit kelistrikan, kilang dan depot minyak, maupun fasilitas pabrik pupuk dan petrokimia. Pantai timur  ibu kota adalah jalur ALKI 2 (Alur Laut Kepulauan Indonesia), di mana lalu lintas armada internasional diprediksi semakin ramai menghubungkan  jalur niaga Australia, dan Afrika ke arah Jepang, Korea Selatan dan China di Pasifik Utara. Sebagai jalur ALKI, berdasarkan UNCLOS Indonesia juga harus memberikan kebebasan lintas damai kapal atau armada perang asing melewati celah tersebut. Diperhadapkan dengan kondisi  demikian, maka matra laut perlu menyesuaikan kekuatan armada, komando korps marinir, pertahanan pantai dan gugus tugas laut serta pangkalan angkatan laut.  

Pertahanan Darat juga sangat penting. Pulau Kalimantan adalah lumbung energi penghasil sekitar 55% batu bara, dan 50% produksi LNG Indonesia. Dalam doktrin perang konvensional tradisional, pada umumnya keunggulan matra darat terhadap lawannya adalah penentu akhir kemenangan dalam sebuah perang. Karena itu lumrah, ketika mendesain sebuah kekuatan, maka perkiraannya akan disesuaikan dengan kepemilikan kekuatan darat pihak lawan. Dalam konteks ibu kota negara, salah satu pendekatan adalah adalah mempersandingkan kekuatan tentara darat Indonesia saat ini di Pulau Kalimantan diperhadapkan dengan peernya dari Malaysia Timur.

Di sisi Malaysia, daerah Serawak/ Malaysia Timur berada di bawah Komando Wilayah Timur. Selain memiliki satuan reguler dan alutsista modern, Tentara Diraja Malaysia juga memiliki satuan khusus satu brigade perbatasan, dan empat resimen tentara cadangan (military reserve force)

Di sisi Indonesia, di pulau Kalimantan saat ini terdapat dua KODAM yaitu KODAM VI Mulawarman yang bermarkas di Balikpapan, Kalimantan Timur dan KODAM XII yang bermarkas di Pontianak Kalimantan Barat. Kekuatan Kodam tersebut secara statis objektif dapat diukur dengan pendekatan jumlah satuan pelaksana wilayah, satuan tempur dan bantuan tempur. Jumlah batalyon infanteri, kaveleri, artileri medan, artileri pertahanan udara, zeni, dan jenis alutsista seperti tank, meriam, rudal atau roket anti tank merupakan hard power. Para komandan pengatur strategi dan prajurit the men behind the gun merupakan soft power yang lebih berat unsur kwalitas daripada sekedar bilangan dan angka.

Pengamanan ibu kota memiliki dimensi khusus terkait dengan pengamanan para VVIP dan Tamu tamu Negara. Sistem penanganan pertahanan harus dapat responsif dan cepat untuk memobilisasi kekuatan terukur militer yang diperlukan sebagai persiapan rencana kontinjensi dan rute evakuasi darurat terhadap VVIP. Dalam konteks ini para perancang pertahanan Indonesia tentu mengkaji apakah diperlukan satu KODAM khusus Ibukota atau cukup memberdayakan dan mengoptimalkan KODAM VI Mulawarman yang secara objektif berada tidak jauh dari pusat ibu kota negara.

Kecermatan dan kebijakan dalam pengambilan keputusan ini penting. Dalam dunia militer dikenal paradoks dilemma security [3]. Ini adalah situasi dimana suatu tindakan yang diambil oleh satu negara untuk memperkuat keamanan domestiknya, akan dapat dipandang oleh negara lain sebagai mengubah konstelasi ekuilibrium. Sebagai reaksi, negara lain tersebut akan meningkatkan pertahanannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya arm races (perlombaan senjata) yang pada gilirannya menyedot sumber daya negara pertama yang mengambil inisiatif, dan pada akhirnya memperlemah negara tersebut.

Salah satu jebakan (trap) dalam transformasi dan restrukturisasi organisasi -- baik sipil, perusahaan atau militer -- adalah timbulnya semacam moral hazard, di mana pihak penngusul berusaha menunjukkan tingkat urgensi dan pentingnya suatu struktur dan fungsi dibentuk, dipertahankan atau dibesarkan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam menentukan belanja militer misalnya, berdasarkan model gun and butter alokasi sumber daya selalu merupakan pusat pertarungan dan dialektika titik optimum proporsi anggaran negara yang dialokasikan untuk belanja militer atau untuk belanja barang barang kebutuhan umum (civilian goods) [4]. Pertahanan adalah barang publik yang bersifat non rival dan non excludable yang tersedia untuk umum dengan tidak terkecuali.   Penyelenggaraan pertahanan adalah dalam rangka menjaga kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah teritorial dan melindungi segenap warga. Pertahanan tidak boleh mentolerir kelemahan. Si vis pacem, para bellum. Kalau mau damai, harus siap perang.

Dalam konteks ini perlu diingatkan phobia trap[5]. Phobia trap adalah jebakan akan ketakutan yang berlebihan yang alasannya terkadang tidak rasional. Kecemasan atau ketakutan yang berlebihan merupakan kondisi psikologis yang dibangun di atas asumsi dan fikiran bahwa suatu tempat, situasi atau objek tertentu merupakan ancaman terhadap eksistensi sehingga diperlukan pembangunan sumber daya maksimal untuk mengantisipasi dan menetralisirnya. Orang yang pindah dari suatu kota karena saban minggu rumahnya dilanda banjir, dan bermukim di gunung tidak perlu mempersiapkan pompa air atau perahu karet misalnya, karena terhantui trauma berat masa lalu, ini adalah contoh fobia yang irasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun