Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisah "Panas" Mantan Presiden RI: Sukarno vs Soeharto, Soeharto vs Habibie, dan Mega vs SBY

16 September 2020   20:12 Diperbarui: 16 September 2020   20:29 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Jatim Times

SEJAK Negara Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, tercatat telah tujuh orang presiden yang dipercaya memimpin bangsa ini. Mulai dari Presiden Sukarno hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Menariknya, dari ketujuh presiden yang pernah memimpin bangsa Indonesia, di antaranya ada yang menyisakan kisah perseteruan panas atau permusuhan di antara masing-masing presiden tersebut. 

Pemantiknya bisa disebut hampir sama, yaitu soal perebutan kekuasaan dan politik. 

Diantara mantan presiden yang sempat terjadi permusuhan tersebut adalah Presiden Sukarno dengan Presiden Soeharto, Presiden Soeharto dengan BJ Habibie dan Presiden Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Lalu, bagaimana kisah perseteruan antar mantan presiden itu terjadi? Dalam kesempatan ini, izinkan penulis coba untuk sedikit kembali mengingatkan para pembaca. 

Sukarno versus Soeharto 


Ikhwal perseteruan Presiden Sukarno dengan Presiden Soeharto, mau tidak mau dilatarbelakangi oleh peralihan kekuasaan dari sang penguasa orde lama (orla) pada Presiden Soeharto yang akhirnya jadi orang sangat kuat di zaman orde baru (orba). 

Dalam catatan sejarah, peralihan kekuasan dua sosok istimewa itu diiringi kematian ratusan ribu orang. Tak sedikit ahli-ahli sejarah menilai peralihan kekuasaan itu sebagai kudeta merangkak. Setahap demi setahap, Soeharto mulai menggembosi kekuasaan putra sang fajar--julukan Bung Karno. 

Langkah penggembosan yang dilakukan oleh Soeharto itu sendiri banyak pihak percaya dimulai saat dirinya menerima Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) dari Sukarno. 

Berangkat dari situ, Soeharto langsung bergerak cepat. Pertama yang dilakukan adalah membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI), kemudian menangkap sejumlah menteri yang terlibat dengan partai kumonis dimaksud. 

Puncaknya pada 7 Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mencabut mandat Presiden Sukarno kemudian melantik Soeharto sebagai Presiden ke-2 RI. 

Boleh jadi merupakan hal jamak terjadi pengambilalihan kekuasaan antar rezim. Namun, sejarah mencatat bahwa perlakuan Presiden Soeharto terhadap Sukarno dianggap tidak manusiawi. 

Sang Proklamator tak ubahnya diperlakukan sebagai pesakitan. 

Betapa tidak, setelah lengser dari jabatannya, Sukarno dijadikan tahanan rumah oleh Presiden Soeharto. Dalam prosesnya, Sukarno benar-benar diasingkan dengan dunia luar. Seperti dilarang menerima tamu, dilarang nonton TV, dan dilarang baca koran. 

Tak hanya itu, saat Sukarno menderita sakit keras pun, Presiden Soeharto tidak memperlakukannya sebagai mantan pemimpin besar bangsa. Sebaliknya, beliau benar-benar diperlakukan sebagai tahanan politik yang dianggap bersebrangan dengan penguasa. 

Bahkan, wasiat Bung Karno yang menginginkan dimakamkan di sekitar Prasasti Batu Tulis Bogor, Jawa Barat pun tak digubrisnya. 

Dengan dalih keamanan, sang penguasa orba, pemakaman Bung Karno akhirnya dipindahkan ke Blitar, Jawa Timur. 

Soeharto versus Habibie 

Kamis, 21 Mei 1998 merupakan tonggak sejarah baru bagi Banga Indonesia. Presiden Soeharto yang menguasai tanah air hampir 32 tahun, akhirnya lengser keprabon, karena derasnya gelombang protes ribuan mahasiswa yang menginginkan perubahan. 

Sebagai pengganti jabatan presiden yang ditinggalkan Soeharto jatuh terhadap wakilnya, BJ Habibie. 

Namun, ternyata pada saat hari pengunduran diri Presiden Soeharto adalah hari terakhir pertemuannya dengan BJ Habibie. Sebab, setelah itu hubungan keduanya benar-benar ambyar seperti tidak mengenal satu sama lain. 

Kenapa bisa demikian? 

Banyak diberitakan di berbagai media massa tanah air, ternyata renggangnya hubungan kedua tokoh besar tersebut karena pada dasarnya Presiden Soeharto tidak begitu saja menyerahkan jabatannya pada BJ Habibie. 

Dikutip dari Tribunnews.com, sejumlah pertimbangan dimiliki Soeharto setelah bertemu sejumlah orang pada 20 Mei 1998 malam. Namun, Soeharto tidak bertemu Habibie. 

Dalam buku Memoar Romantika Probosutedjo yang berjudul "Saya dan Mas Harto", Habibie memang sempat menelepon kediaman Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta. Ketika itu, Habibie menyatakan ingin bertemu. Namun, Menteri Sekretaris Negara Saadilah Mursjid yang menerima telepon Habibie menyatakan, Presiden enggan ditemui siapa pun. 

Masih dikutip Tribunnews.com, penolakan yang diterima BJ Habibie terjadi saat Soeharto ulang tahun pada 9 Juni 1998. Dalih Soeharto kala itu adalah tidak ingin ada lagi hubungan diantara mereka berdua. 

Pun saat BJ ingin menjenguk Soeharto yang tengah terbaring sakit, mantan penguasa orba itu lagi-lagi menolaknya untuk ditemui. 

Begitulah nasib hubungan antara Soeharto dengan BJ Habibie. Hingga keduanya meninggal dunia tidak ditakdirkan lagi untuk bertemu. 

Mega versus SBY 

Cerita perseteruan mantan presiden kelima dan keenam ini sudah bukan menjadi rahasia umum bagi konstelasi politik tanah air saat ini. 

Perang dingin keduanya telah dimulai pada akhir 2003 silam, ketika SBY yang kala itu masih menjabat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam) memutuskan untuk bersaing dengan majikannya Presiden Megawati, pada Pilpres 2004.

Hal tersebut membuat Megawati kecewa. Apalagi hasil Pilpres 2004 dimenangkan oleh SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla.

Mulai saat itulah hubungan mereka tidak harmonis. Bahkan selama 10 tahun kepemimpinan SBY, PDI Perjuangan memilih berada di luar pemerintahan sebagai oposisi. 

Sebagai bukti lain hubungan keduanya masih tidak harmonis, saat putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) gagal menjadi salah seorang menterinya Presiden Jokowi. Padahal sebelumnya, sempat dijagokan masuk dalam kabinet. 

Muncul banyak dugaan, gagalnya AHY tak lepas dari tidak adanya restu dari sang Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang masih "bermusuhan" dengan SBY. 

Demikianlah secuil kisah "permusuhan" yang terjadi di antara para mantan presiden Republik Indonesia. Semoga di masa yang akan datang, hal semacam ini tidak kembali terulang.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun