Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Adu Kuat Dua Jendral di Pilpres 2024, Siapa Melaju?

15 Agustus 2020   00:31 Diperbarui: 15 Agustus 2020   00:28 3086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PARA kandidat yang telah masuk dalam radar atau pantauan beberapa lembaga survei di tanah, tidak hanya melibatkan kaum politisi dari kalangan sipil semata, melainkan ada juga dari kalangan mantan jendral TNI AD. Sudah barang tentu mantan jendral dimaksud adalah, Prabowo Subianto dan Gatot Nurmantyo. 

Namun, belakangan muncul satu jendral lagi yang masih aktif. Dia adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Andika Prakasa. 

Dari ketiga jendral TNI AD ini, mungkin hanya Prabowo Subianto yang memiliki peluang paling besar untuk maju Pilpres 2024 mendatang. 

Selain sebagai salah satu ketua umum (Ketum) Partai besar di tanah air, Gerindra. Mantan Danjend Kopasus ini juga masih menjadi salah satu sosok yang memiliki elektabilitas tinggi. Bahkan, di enam lembaga survei, Prabowo nangkring di peringkat paling atas. 

Lalu, bagaimana peluang Gatot dan Andika, yang beberapa waktu belakangan kabarnya tengah dilirik oleh partai politik (Parpol)?

Dalam pandangan penulis, hal yang wajar-wajar saja jika kedua jendral ini masuk radar. Hanya saja untuk memastikan maju atau tidaknya pada kontestasi Pilpres 2024, tidak cukup hanya dengan mengandalkan kesiapan semata. 

Sesuai dengan regulasi atau Undang-Undang Pemilu, salah satu syarat bisa majunya pada pencalonan adalah diusung oleh parpol. Artinya, harus ada parpol yang mengusung Gatot dan Andika, jika ingin meramaikan kontestasi Pilpres. 

Pertanyaan besarnya adalah, ada tidak parpol yang berani mengusung keduanya? 

Untuk mendapatkan partai pengusung, menurut hemat penulis adalah tergantung dari tingkat popularitas dan elektabilitas keduanya. Pasalnya, kedua faktor inilah sebagai syarat utama bagi siapapun mendapat dukungan parpol. Istilah kata, seleksi alam bagi capres atau cawapres itu ada pada tingkat popularitas dan elektabilitas. 

Artinya, jika memang tingkat popularitas dan elektabilitas kedua jendral ini tinggi, sangat memungkinkan parpol-parpol yang ada di tanah air, terutama yang tidak memiliki kader mumpuni, akan melirik dan kemudian bukan tidak mungkin akan langsung mengusungnya. 

Akan tetapi, jika kedua syarat tersebut di atas jeblok, maka jangan harap ada parpol yang mau mendekati. Yang ada, malah para parpol itu akan lari dan menutup pintu rapat-rapat, sekalipun kedua jendral ini memohon atau mendaftarkan diri. 

Jadi, menjawab dari pertanyaan judul tulisan ini, adalah tergantung dan sejauh mana kerja keras dan ikhtiar kedua jendral ini mendapatkan popularitas dan elektabilitas yang tinggi. 

Hal ini tentunya tidak bisa diraih dengan instant. Butuh aksi dan kerja nyata sejak dini. Hal ini perlu dilakukan supaya publik cepat merasa simpati, mengenal dan mengingatnya. 

Namun, jika merujuk pada sejarah. Dibanding dengan Andika, peluang Gatot Nurmantyo menurut hemat penulis lebih memiliki kesempatan. Pasalnya, sosok ini bukan kali pertama ini masuk radar bursa pencalonan. 

Pada Pilpres 2019, Gatot sempat digadang-gadang akan maju pencalonan. Hanya saja niatnya itu tidak kesampaian, karena tidak ada satupun partai yang melirik, apalagi mengusungnya. 

Akan tetapi, setidaknya hal ini akan menjadi pengalaman dan pelajaran berharga bagi Gatot untuk mempelajari kelemahannya pada Pilpres lalu, dan memperbaiki bahkan merubah strateginya guna mampu mendongkrak elektabilitas dan popularitasnya. 

Cukup Berat 

Namun demikian, menurut pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan, peluang Gatot Nurmantyo masih cukup berat. 

Dikutip NKRIKU.com, Gatot memiliki banyak kendala untuk memuluskan niatnya menjadi presiden. Syarat pertama, kata Ujang, Gatot harus memiliki kendaraan politik. 

Selain itu, Gatot yang telah pensiun dari dinas militer sejak Desember 2017, akan kesulitan karena tidak lagi muncul sebagai pejabat publik. Pasalnya, sosok capres harus memiliki bergain untuk diunggulkan.

"Kedua, soal jabatan. Dia gak punya jabatan lagi untuk bargaining pencapresan. Ketiga, soal popularitas dan elektatabilitas yang belum kelihatan," tuturnya.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun