Mohon tunggu...
Sammy Vinsson
Sammy Vinsson Mohon Tunggu... Mahasiswa

Sedang Tidur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mewujudkan Energi Bersih dan Terjangkau Melalui Strategi Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

25 Agustus 2025   20:40 Diperbarui: 25 Agustus 2025   20:54 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 7 yang berfokus pada energi bersih dan terjangkau merupakan bagian penting dalam agenda pembangunan global. Tujuan ini mengedepankan peningkatan akses masyarakat terhadap sumber energi yang ramah lingkungan dan dapat dijangkau oleh semua kalangan, sekaligus menekan emisi karbon serta menurunkan tingkat polusi udara (Ningsih & Syalikha, 2024). Salah satu tantangan utama dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 7, beserta sinergi yang terkait, adalah menyediakan serta meningkatkan akses energi di wilayah terpencil yang berada di luar jaringan utama (Minas et al., 2024). Ketimpangan akses energi masih menjadi tantangan serius, terutama di negara berkembang dan wilayah terpencil. Jutaan orang masih hidup dalam kemiskinan energi tanpa akses listrik yang stabil dan bersih. Selain itu, transisi ke energi terbarukan juga menghadapi hambatan dalam bentuk infrastruktur yang belum merata, Kondisi ini menunjukkan bahwa pembahasan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 7 tidak hanya relevan, tetapi juga mendesak.

Sektor energi Indonesia masih didominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil, khususnya batu bara, yang menyumbang lebih dari 60% terhadap total kapasitas pembangkit listrik nasional. Ketergantungan yang tinggi terhadap batu bara ini menjadi salah satu penghambat utama dalam upaya negara untuk memenuhi komitmen penurunan emisi serta mempercepat transisi ke energi yang lebih bersih dan berkelanjutan (Setiawan et al., 2025). Listrik yang dihasilkan dari batu bara masih dianggap sebagai pilihan yang paling murah dan praktis, sehingga menyulitkan upaya pemberian insentif bagi pengembangan teknologi ramah lingkungan yang mendukung ekonomi sirkular. Kondisi ini semakin diperkuat oleh banyaknya pelaku industri yang masih menerapkan pola ekonomi linier, yang berorientasi pada proses ekstraksi sumber daya, produksi massal, konsumsi tinggi, dan berakhir pada pembuangan limbah (Akbar & Yunanda, 2025). Konsumsi energi berbasis batubara secara signifikan berkontribusi terhadap peningkatan emisi karbon (Aimon et al., 2025).

Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia secara resmi telah meluncurkan inisiatif Energy Compact sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 7 (SDGs 7) dan target emisi nol bersih (net-zero), sekaligus memperkuat arah transisi energi nasional sesuai dengan peta jalan pembangunan berkelanjutan negara. Melalui inisiatif ini, Indonesia mengalokasikan pendanaan lebih dari 122 miliar dolar AS, dengan berbagai strategi pembiayaan seperti pendanaan pengembangan proyek, peningkatan jaminan investasi, pembiayaan selisih kelayakan, hingga mekanisme pembiayaan campuran. Dana tersebut akan difokuskan untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional hingga mencapai 23 persen pada tahun 2029, melalui perluasan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya dan angin hingga 5,3 gigawatt (GW). Selain itu, pemerintah juga menargetkan percepatan pembangunan jaringan listrik di kawasan industri dan zona ekonomi khusus, guna memperluas akses terhadap energi bersih dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Widyawati, 2024).

Selain itu, pemberian subsidi energi listrik menjadi salah satu kebijakan strategis yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 7, yang menekankan pentingnya akses terhadap energi yang bersih dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan laporan Sustainable Development Report tahun 2023, Indonesia menempati peringkat ke-78 dari 167 negara, dengan perolehan skor indeks SDGs sebesar 69,4. Posisi ini menunjukkan adanya berbagai upaya dan pencapaian yang telah dilakukan Indonesia dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan di berbagai sektor (Ningsih & Syalikha, 2024).

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 7 tentang energi bersih dan terjangkau merupakan aspek penting dalam agenda pembangunan berkelanjutan yang menuntut peningkatan akses energi bersih serta pengurangan emisi karbon, terutama di wilayah terpencil yang masih menghadapi ketimpangan akses energi. Dominasi penggunaan batu bara dalam sektor energi Indonesia menjadi tantangan besar dalam mencapai target transisi energi yang ramah lingkungan dan penurunan emisi karbon. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah meluncurkan inisiatif Energy Compact dengan alokasi dana besar dan strategi pembiayaan yang bertujuan mempercepat peningkatan kapasitas energi terbarukan serta perluasan akses listrik di kawasan strategis. Selain itu, subsidi energi listrik juga menjadi instrumen penting untuk mendukung pencapaian SDGs 7. Meskipun Indonesia telah menunjukkan kemajuan dalam pembangunan berkelanjutan, seperti tercermin dalam peringkat dan skor indeks SDGs, upaya yang berkelanjutan dan sinergis tetap dibutuhkan untuk menjawab tantangan akses energi dan mempercepat transisi menuju energi yang lebih bersih dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.

Rekomendasi penting adalah memperkuat investasi dan pengembangan infrastruktur energi terbarukan, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, serta memperluas program subsidi yang tepat sasaran agar tujuan energi bersih dan terjangkau dapat tercapai secara menyeluruh dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Aimon, H., Kurniadi, A. P., Sentosa, S. U., & Yahya, Y. (2025). Forecasting carbon emission reductions: the role of solar energy in substituting coal for sustainable development goals. International Journal of Energy Economics and Policy, 15(1), 153–164.

Akbar, M. R., & Yunanda, S. (2025). Analisis Ketergantungan Indonesia Pada Sumber Daya Fosil Sebagai Penghalang Penerapan Ekonomi Sirkular. ECONBUS: Journal of Economics and Business, 1(1), 51–58.

Minas, A. M., García-Freites, S., Walsh, C., Mukoro, V., Aberilla, J. M., April, A., Kuriakose, J., Gaete-Morales, C., Gallego-Schmid, A., & Mander, S. (2024). Advancing sustainable development goals through energy access: Lessons from the global south. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 199, 114457.

Ningsih, V. K., & Syalikha, S. (2024). Implementasi Subsidi Listrik untuk Mendorong Pencapaian SDGs Tujuan 7. Journal of Economics, Assets, and Evaluation, 1(4).

Setiawan, A., Mentari, D. M., Hakam, D. F., & Saraswani, R. (2025). From Climate Risks to Resilient Energy Systems: Addressing the Implications of Climate Change on Indonesia’s Energy Policy. Energies, 18(9), 2389.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun