Mohon tunggu...
Muhamad Samiaji
Muhamad Samiaji Mohon Tunggu... Berkeliling mencari pengetahuan baru

Menulis sekedarnya, semoga menambah khasah keilmuan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Diary dan Hilangnya Budaya

18 Juli 2025   09:53 Diperbarui: 18 Juli 2025   09:53 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear diary
Diary atau buku harian adalah sebuah buku kecil yang ada di era 80-90an. Catatan kecil ini hype pada zamannya. Kemungkinan besar dimiliki oleh anak perempuan. Bisa jadi pemberian yang berkesan dari orang tua,beli sendiri atau dari teman. Tulisan harian ini bersifat rahasia, sangat rahasia bahkan hanya tuhan, buku, dan alat tulis yang tau. Beberapa orang menyimpannya d tempat tersembunyi bahkan terkunci. Agar tidak bosan menulis, biasanya ini tulisan ini dihias, digambar, diwarnai, atau ditulis dengan alat yang berbeda.
Habits yang baik ditandain dengan tebalnya buku, panjangnya kalimat yang dihasilkan, serta jumlah buku diary yang dimiliki. Perilaku menulis ini diduga merupakan cikal bakal calon penulis besar dizaman sekarang. Juga tanda anak pintar karena mempraktikkan pelajaran bahasa Indonesia perihal induksi-deduksi. Penulis diary bisa berhenti menulis karena. Trauma tersbut membuat cita-cita itu mati dan kemauan belajar terhenti.
Trauma yang saya bicarakan adalah perilaku. Perilaku orang tua, kawan dan juga penulis sendiri. Buku yang diberi orang tua sebenarnya bisa berupa harapan atau sekedar mengikuti trend. Sayangnya, buku tersimpan sengaja tersembunyi ini secara tidak sengaja diketahui oleh para ibu yang rajin membersihkan rumah. Memicu impuls ketertarikan untuk dibaca. Kemudian ditanyakan mendalam perihal tempat, waktu dan sosok. Sifat pertanyaan itu sebenarnya sensitif, bisa menimbulkan rasa hilangnya kepercayaan yang seharusnya kekaguman bila tak diceritakan. Selain orang tua, teman juga ambil bagian. Seorang teman dekat atau zaman sekarang disebut Bestie yang main ke rumah tidak sengaja menemukan itu dan membacanya. Bila dia Bestie for ever, rahasianya akan tersimpan rapi dihatinya. Jika tidak, rahasia tersebut akan diungkap, diceritakan kepada teman lainnya, dan berujung pada pembullyan. Bedahalnya jika si pemilik diary yang membawanya ke sekolah. Dia terkesan mau pamer, jangan salah jika ada teman iseng merebut dan membacanya yang mungkin dengan bocornya rahasia atau bahkan adegan kejaran-mengejar atau malah  akan lahir benih-benih cinta masa muda.
Intinya menulis diary adalah perilaku positif, yang tidak hanya melatih  menulis tetapi menggambarkan,       berkonsep dan berteori kecil-kecilan di usianya. Namun saya tidak menemukan artefak itu di toko buku terdekat atau bahkan pembicaraan anak zaman sekarang. Budaya tersebut hilang, kemana diary ini pergi?
Di era yang menikmati visualitas dan mencari hiburan ini, kebiasaan menulis dan membaca hilang. Sayang, padahal perilaku tersebut bisa mememantau perkembangan psikologis anak. Hilangnya kebiasaan ini memicu kekawatiran bagi orang tua yang memiliki anak perempuan. Dimana bisa temukan cerita harian ini? Apakah orang lain yang akan mendengarkan? Tidak semua orang tua bisa memaksa anak untuk bercerita di usia remaja.
Terimakasih sudah membaca. Artikel ini,  dipersembahkan kepada group alumni SMP 52 angkatan 03 yang membantu mengingat memori sehingga tertulislah karya tulis ini...
Nb: bukan saya pelakunya

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun