Mohon tunggu...
Samiarti
Samiarti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sedang belajar menulis, salam literasi.

Selanjutnya

Tutup

Money

Menelaah Nilai Tukar Rupiah Terdepresiasi Akibat Covid-19 dan Arah Kebijakan BI Dalam Mengatasinya

2 April 2020   07:45 Diperbarui: 6 April 2020   11:04 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Covid-19 merupakan virus yang muncul pada saat ini, bahkan WHO telah meningkatkan status Covid-19 secara global menjadi pandemi pada Maret lalu. Pandemi ini pertama kali muncul di negeri tirai bambu (China) pada Desember 2019 hingga sekarang menginfeksi lebih dari 180 negara di dunia tidak terkecuali Indonesia. Pandemi yang dianggap berasal dari hewan ini menyebabkan terjadinya kepanikan pada dunia global. Bukan hanya kepanikan terhadap kesehatan manusia saja, tetapi juga kepanikan terhadap kesehatan perekonomian global.

Cepatnya penyebaran Covid-19 di Negara China menyebabkan lumpuhnya keadaan di China. Pabrik-pabrik mulai tutup untuk upaya pencegahan, produksi, ekspor dan impor di negara China mengalami gangguan. Covid-19 memperlambat perekonomian di China. Akbat perlambatan perekonomian di China berimbas terhadap perlambatan perekonomian dunia, dikarenakan peran Negara China yang besar terhadap perekonomian dunia. Perlambatan perekonomian dunia juga menyebabkan negara-negara yang terjangkit Covid-19 ikut merasakan perlambatan perekonomian, tak terkecuali Indonesia.

Menyebarnya Covid-19 di negara lain yang terjadi pada awal tahun 2020 menyebabkan kewaspadaan terhadap virus ini. Begitupun pada Negara Indonesia, yang sudah memperoleh dampak akibat meluasnya kasus Covid-19. Januari 2020 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah mulai mengalami ketidakstabilan; turun dan naik. Tercatat pada 21 Januari 2020 nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah sebesar  Rp 13.658 per dolar AS, dan pada 22 Januari 2020 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah sebesar Rp 13.678 per dolar AS (bi.go.id, 2020). Pada tanggal tersebut juga nilai tukar ringgit Malaysia mengalami kelemahan sebesar 0,18 persen dan yuan China yang melemah sebesar 0,17 persen (bisnis.com, 2020). Hal ini menunjukan begitu berdampaknya Covid-19 terhadap perekonomian global.

Pada 2 Maret 2020 pemerintah Indonesia mengkonfirmasi dua WNI positif terjangkit Covid-19. Konfirmasi tersebut menyebabkan semakin lemahnya nilai tukar rupiah atas dolar AS. Bahkan pada akhir Februari 2020 nilai tukar rupiah menyentuh level rendahnya pada enam bulan terakhir sebesar 2,05 persen ke Rp 14.234 per dolar AS. Hingga pertengahan Maret 2020 nilai tukar rupiah atas dolar AS terus melemah. Namun pada 24 Maret 2020 rupiah mulai menguat atas dolar AS sebesar 1,19 persen dengan Rp 16.486 per dolar AS. Bahkan rupiah menjadi juara Asia pada saat itu. Hal ini dikarenakan Pemerintah Amerika Serikat sepakat memberikan stimulus sebesar US$ 2 Triliun kepada negaranya untuk tetap menjaga perputaran ekonomi di negaranya walaupun sedang mengalami pandemi Covid-19.

Pemberian stimulus oleh Pemerintahan Amerika Serikat akan memberikan dampak yang baik pada pelaku pasar. Keadaan yang baik dalam pelaku pasar juga akan berdampak baik pula untuk Indonesia. Terbukti setelah adanya stimulus dari Pemerintah Amerika Serikat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai menguat secara perlahan.

Terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat menimbulkan berbagai masalah pada perekonomian Indonesia. Salah satunya yaitu melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat menyebabkan naiknya harga-harga barang, terutama komoditi impor. Salah satu komoditi impor yang penting pada situasi seperti ini adalah alat-alat kesehatan, yang notabennya Indonesia masih belum mampu untuk menciptakan sendiri alat-alat kesehatan yang cukup canggih, sehingga perlunya impor untuk pengadaan alat-alat kesehatan.

Selain alat-alat kesehatan yang memerlukan impor, kebutuhan (barang-barang) pokok juga memerlukan impor, khusunya yang Negara Indonesia belum bisa memenuhi permintaan atas konsumen. Contohnya saja gula pasir, Indonesia masih belum mampu memenuhi permintaan konsumen atas barang tersebut, sehingga perlu mengadakan impor untuk gula pasir. Ditambah lagi pada situasi seperti ini, harga barang-barang pokok akan mengalami kenaikan harga, karena efek yang ditimbulkan oleh social distancing dan work form home. Adanya kebijakan mengenai social distancing akan menimbulkan panic buying terhadap konsumen, sehingga pembelian akan barang-barang pokok yang berlebihan akan menyebabkan kelangkaan, dan menjadikan harga naik.

Bank Indonesia sebagai lembaga keuangan independen mulai mengambil langkah mitigasi untuk tetap menjaga kestabilan perekonomian di Indonesia setelah wabah pandemi Covid-19 menginfeksi di beberapa negara di dunia. Bahkan pada saat Pemerintah Indonesia mengumumkan untuk pertama kali pandemi Covid-19 menginfeksi Negara Indonesi, Bank Indonesia telah menyiapkan kebijakan baru untuk mengantisipasi dampak ekonomi terhadap wabah Covid-19.

Dalam hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18 sampai dengan 19 Maret 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7 – Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25% (bi.go.id, 2020). Kebijakan moneter ini nantinya diharapkan tetap menjaga kestabilan ekonomi. Bank Indonesia juga memperkuat kebijakan yang diarahkan untuk mendukung upaya mitigasi resiko penyebaran wabah pandemi Covid-19, juga menjaga kestabilan pasar uang dan sistem keuangan, serta ikut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Bank Indonesia menelaah bahwa dengan cepatnya penyebaran wabah pandemi Covid-19 ke banyak negara di luar China memberikan tekanan kepada perekonomian dunia. Perkembangan wabah pandemi Covid-19 menyebabkan ketidakpastian yang sangat tinggi dan menyebabkan turunnya kinerja pasar keuangan global, menekan banyak mata uang dunia, sertamemicu pembalikan modal kepada aset keuangan yang sebelumnya dianggap aman. Prospek pada pertumbuhan ekonomi dunia juga mengalami penurunan akibat terganggunya penawaran global, menurunnya permintaan dunia, dan melemahnya keyakinan para pelaku ekonomi.

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2020 mengalami penurunan menjadi 2,5 persen lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi pada 2019 yang sebesar 2,9 persen dan juga proyeksi sebelumnya 3,0 persen. Pasca berakhirnya wabah pandemi Covid-19 perekonomian global di perkirakan akan kembali meningkat pada tahun 2021 menjadi 3,7 persen lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 3,4 persen (bi.go.id, 2020). Dengan hasil perkiraan tersebut ini merupakan tantang tersendiri bagi Indonesia untuk bertahan dalam kondisi saat ini dan tantangan tersendiri bagi para lembaga keuangan yang nantinya akan melakukan kebijakan apapun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah berakhirnya wabah pandemi Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun