Ekonomi sirkular adalah pendekatan ekonomi yang berupaya mengakhiri pola linear “ambil-buat-buang” dengan memaksimalkan penggunaan sumber daya agar terpakai sepenuh mungkin. Menurut Bappenas, ekonomi sirkular adalah pendekatan sistem ekonomi melingkar tertutup, dengan memaksimalkan kegunaan dan nilai bahan mentah, komponen, serta produk sehingga mengurangi bahan sisa yang dibuang ke TPA. Prinsip dasar ini digambarkan dalam kerangka “9R” (Refuse-Rethink-Reduce-Reuse-Repair-Refurbish-Remanufacture-Repurpose-Recycle) yang menekankan efisiensi dan daur ulang.
Dalam konteks Islam, nilai-nilai seperti Islah (perbaikan) dan Taharah (kemurnian/kebersihan) ternyata sangat selaras dengan prinsip-prinsip ekonomi sirkular. Ajaran Islam menempatkan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang diberikan amanah menjaga keseimbangan alam. Misalnya, dalam Al-Qur’an diperintahkan:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ ٥٦
“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (Allah) memperbaikinya…” (Q.S. Al-A’raf ayat 56)
Ayat tersebut mengingatkan agar manusia tidak menimbulkan fasad (kerusakan) setelah Allah menciptakan dunia dengan sebaik-baiknya dan merupakan sebuah panggilan untuk terus melakukan islah (perbaikan) terhadap ciptaan-Nya.
Dan prinsip lain, tidak boros atau israf, yang ditegaskan dalam ayat berikut:
اِتَّبِعُوْا مَآ اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءَۗ قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَ ٣
“Makanlah dan minumlah, tetapi jangan berlebihan! Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raf ayat 3)
Larangan israf mendorong praktik hemat dan menggunakan sumber daya secara wajar, yang selaras dengan ideal ekonomi sirkular yang mengutamakan penggunaan kembali dan daur ulang agar limbah diminimalkan. Konsep taharah dalam Islam juga mencakup kebersihan dan kemurnian lingkungan.
Nabi Muhammad SAW juga menegaskan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan… Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu”. (H.R At-Tirmidzi). Hadits ini menggarisbawahi pentingnya membersihkan lingkungan sebagai wujud ketaatan. Ungkapan populer “kebersihan adalah sebagian dari iman” menandakan bahwa menjaga kebersihan jasmani dan lingkungan bukan hanya sekadar etika, melainkan menjadi bagian yang hakiki dari keberagamaan. Maka, prinsip taharah mengharuskan umat Islam menghindari pencemaran dan mengupayakan kemurnian alam; misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan, membersihkan sumber air, dan mengelola limbah.
MUI memperkuat hal tersebut dalam fatwa-fatwa terkini. Fatwa MUI No.47/2014 misalnya menegaskan “setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang guna kemaslahatan serta menghindarkan diri dari tabdzir (boros) dan israf”. Lebih lanjut, membuang sampah sembarangan atau barang masih terpakai hukumnya haram, sementara mendaur ulang sampah menjadi barang berguna hukumnya wajib kifayah. Fatwa MUI terbaru No.86/2023 mengharamkan segala tindakan yang menyebabkan kerusakan alam seperti deforestasi dan pembakaran hutan serta mewajibkan upaya mitigasi perubahan iklim. Pendekatan hukum Islam ini menegaskan bahwa pemeliharaan lingkungan dan daur ulang adalah kewajiban moral dan agama, bukan sekadar pilihan.