Mohon tunggu...
Salsabillah Agustina
Salsabillah Agustina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perjuangan Seorang Ibu yang Membutuhkan Ganja untuk Anaknya

27 Juni 2022   22:12 Diperbarui: 28 Juni 2022   09:26 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Aksi seorang Ibu di CFD yang memperjuangkan ganja medis untuk kesehatan anaknya. (Foto:  Twitter@andienaisyah)

Minggu (26/6/2022) – “TOLONG, ANAKKU BUTUH GANJA MEDIS”  tertulis di poster seorang ibu yang berada di Car Free Day (CFD). 

Dikutip dari media sosial @andienasiyah, diketahui ibu itu bernama Santi. Ibu itu membawa anaknya yang berada di kursi jalan bayi. Pika, anaknya mengidap cerebral Palsy atau lumpuh otak. Dua tahun sudah Santi memperjuangkan legalisasi ganja medis untuk pengobatan anaknya.

Ketika didekati, ibu itu menangis di pelukan sang penyanyi tersebut. Lantas mencuri perhatian banyak orang dari berbagai kalangan.

Aksi ibu Santi ini juga diunggah oleh beberapa orang di media sosial, salah satunya Dwi Pertiwi. Mengutip dari Vice, Dwi merupakan ibu dari seorang anak yang juga mengidap cerebral palsy atau lumpuh otak. Sejak tiga bulan setelah melahirkan anaknya yang diberi nama Musa Ibn Hassan Pedersan pada 2004. Pada 2015, terapi ganja medis  terjadi, alteratif perawatan Musa. Dari media sosial, Dwi melihat bagaimana terapi ganja berhasil menghentikan kejang-kejang seorang anak yang mengidap epilepsi langka dravet syndrome yang Bernama Charlotte Figi.

Pada 2016, Dwi membawa Musa ke Australia, yang awalnya hanya karena urusan pekerjaan. Dwi bertemu seorang teman yang melakukan terapi ganja isap meringankan kanker paru-paru yang dideritanya. Dwi pun meminta ganja tersebut, 

ia mengaku ganja tersebut ia bakar seperti dupa, dan ditaruh di kamar anaknya. Setelah penuh dengan asap, anaknya pun masuk. Terbukti bahwa anaknya menjadi tenang, lalu tertidur. Kejang pun berhenti, tidak muncul sama sekali.

Di Indonesia sendiri, penggunaan narkotika sebagai alat medis belum dilegalkan sekalipun melalui UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Tiga bulan berhenti sejak dilakukannya terapi ganja, Musa kembali kejang. Pada November 2020, Dwi meminta akses Kesehatan anaknya melalui UU Narkotika tersebut. Ia memperjuangkan hak anaknya bersama dengan Novia, yang anaknya juga mengidap cerebral palsy.

Terjadi pro dan kontra di masyarakat atas hal yang dilakukan oleh Dwi, dan Novia. Lalu, pada Desember 2020, sepuluh hari setelah sidang perdana gugatan untuk memperjuangkan hak anaknya, Musa meninggal dunia.

Sama seperti yang dialami oleh Pika, keadaannya semakin melemah jika kejang terjadi. Menurut sang Ibu, salah satu terapi yang dibutuhkan Pika ialah CBD oil atau minyak dari tanaman ganja. Ia pun sudah membawa kasus ini ke Mahkamah konstitusi bersama dengan ibu-ibu yang bernasib sama.

Cannabidiol  atau CBD merupakan zat kimia yang didapat dari ekstrak tanaman ganja. Minyak ini disebut-sebut berpotensial digunakan sebagai obat untuk mengatasi kecemasan, dan insomnia hingga mengobati rasa nyeri. Namun, berbeda dengan narkotika, minyak ini diklaim tidak membuat mabuk. Obat yang mengandung CBD, telah disetujui oleh Food and Drug administration (FDA) sebagai obat untuk mengatasi kejang akibat epilepsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun