Mohon tunggu...
Salsabila NurAini
Salsabila NurAini Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Kita Milik Allah dan Akan kembali kepada Allah

Barang siapa menginginkan dunia, hendaklah ia berilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, hendaklah ia berilmu :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengkritisi UU No. 1 Tahun 1974 Jo UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dari Teori dan Praktik yang Muncul di Masyarakat

14 Desember 2021   11:00 Diperbarui: 14 Desember 2021   12:55 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Salsabila Nur Aini (S20191005) 

Kabupaten Probolinggo merupakan lokasi yang mana terdapat di daerah Jawa Timur, dengan batas usia minimal pernikahan maka tingkat perkawinan usia anak di kabupaten probolinggo masih dikatakan tertinggi, Pernikahan Anak masih jadi persoalan serius di masyarakat Indonesia, apalagi Di Kabupaten Probolinggo dengan mencapai 44% pernikahan yang terjadi adalah pernikahan anak, tersebut berdasarkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DP2KB). 

Secara legal formal, hal ini terjadi karena Pasal 7 (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan mengatur batas minimum usia perkawinan, berada di usia anak. Saat ini, usia minimum perkawinan sudah direvisi melalui UU No.16 Tahun 2019. Menurut saya Pernikahan anak disini yang dimaksud adalah pernikahan di bawah usia 19 tahun. 

Akan tetapi, pernikahan itu sesuai dengan batas usia perkawinan di Indonesia, dengan berdasarkan UU Perkawinan yang telah direvisi saat ini, yaitu berbunyi perkawinan hanya dapat diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19. Jika perkawinan dibawah umur terjadi Tidak tutup kemungkinan sering kali didorong oleh faktor desakan orangtua atau tokoh masyarakat yang mana dengan alasan budaya atau agama, bisa jadi agar tidak diperbincangkan tetangga sekitar, serta tidak menimbulkan fitnah dimana-mana, Kemudian faktor pengetahuan orang tua atau faktor ekonomi. 

Padahal jika pernikahan dibawah umur pastinya berdampak buruk bagi anak dengan Pernikahan yang semacam itu justru memupuskan masa depan anak yang seharusnya merasakan pendidikan lebih tinggi pasca lulus dari sekolah. 

Lulus sekolah langsung menikah tanpa memiliki ketrampilan atau keahlian yang mendukung untuk membangun sebuah rumah tangga, selain itu kesehatan dan ekonomi yang dapat menyebabkan munculnya kemiskinan tersebut akan membahayakan dan beresiko sangat tinggi.

Namun demikian, munculnya UU No.16 Tahun 2019 Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebenarnya belum efektif dan faktor utamanya adalah adanya penambahan usia minimal untuk menikah, selain itu faktor-faktor tertentu lainnya yang mana dipandang mendesak sehingga perkawinan dibawah umur dapat dilegalkan melalui pengajuan permohonan dispensasi nikah kepengadilan agama. 

Dengan mempertimbangkan majelis hakim dalam mengabulkan Dispensasi Nikah yaitu kepentingan anak yang mana jika mengandung diluar nikah, agar tidak melanggar nilai agama terus menerus. Disamping itu pemenuhan hak anak mendapatkan perlindungan hukum, hak identitas diri sebagai warga negara.

Menurut saya solusi yang bisa dipraktekkan dalam masyarakat yaitu perlu penguatan rumah tangga dengan pembinaan keagamaan dari segi seluruh pihak terkait terprogramnya dan berkesinambungan, agar setiap keluarga mampu mendidik anak dengan nilai moralitas agar terhindar dari perilaku negatif, terutama pada fase peralihan anak menjadi remaja sebagai fase yang mana paling rentan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun