Mohon tunggu...
Salsabila Naili Aulia Putri
Salsabila Naili Aulia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Jember

Saya adalah mahasiswa prodi Hubungan Internasional, Universitas Jember. Saya tertarik dengan dunia kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tiongkok: Negara Eksportir Terbesar

22 Maret 2024   09:34 Diperbarui: 22 Maret 2024   09:43 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tiongkok merupakan negara dengan nilai ekspor terbesar di dunia. Menurut data dari United Nations Conference on Trade and Development (2023), pada 2022 total nilai ekspor Tiongkok mencapai US$ 3,59 triliun. Nilai ekspor ini meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 7%.

Komoditi perdagangan yang paling banyak diekspor oleh Tiongkok adalah mesin dan peralatan elektronik dengan total nilai US$ 917 miliar. Selain itu, komoditas lain yang tidak kalah adalah produk elektronik, mesin dan peralatan mekanik, produk kimia, dan produk tekstil. Negara tujuan utama ekspor China adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, ASEAN, dan Jepang.

Beberapa faktor yang mendorong tingkat ekspor Tiongkok adalah pemuliahan ekonomi global, adanya permintaan produk yang kuat dari konsumen untuk produk elektronik dan teknologi, serta kebijakan pemerintah Tiongkok yang sangat mendukung adanya ekspor.

PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS

Dalam memperlancar kegiatan ekspornya, Tiongkok telah menandatangi berbagai perjanjian perdagangan bebas. Hingga saat ini, tercata bahwa Tiongkok telah menandatangani 23 perjanjian yang melibatkan 26 negara dan blok regional. Beberapa perjanjian perdagangan bebes tersebut, sebagai berikut:

1. RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership)

RCEP adalah perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia. Perjanjian ini memberikan peluang perdagangan dan investasi baru yang besar bagi negara anggota. Perjanjian ini melibatkan 15 negera Asia-Pasifik. Negara-negara yang menandatangani perjanjian ini adalah Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan 10 negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations).

Tujuan dari RCEP adalah untuk membangun kemitraan ekonomi yang komprehensif yang didasarkan pada perjanjian bilateral antara ASEAN dengan mitra perdagangan bebas lainnya di kawasan. Keuntungan negara-negara anggota yang menandatangi RCEP adalah aturan dan standar perdagangan yang seragam antar sesama anggota, proses ekspor yang disederhanakan, akses pasar yang lebih luas dan baik, dan hambatan perdagangan yang lebih rendah.

2. CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area)

CAFTA merupakan perjanjian perdagangan yang ditadatangani oleh Tiongkok dan negara-negara anggota ASEAN. Perjanjian ini mencakup penghapusan tarif ekspor-impor dan penghapusan hambatan pada sekitar 90% dari seluruh produk yang diperdagangkan. Perjanjian ini juga memperkuat perjanjian hubungan kerjasama perdagangan antara Tiongkok dengan Asia.

3. China-Singapore Free Trade Area

Dalam praktinya, Tiongkok dan Singapura memang sudah menandatangani perjanjian CAFTA sebagai perjanjian untuk melakukan perdagangan bebas antar kedua negara. Tetapi, adanya China-Singapore Free Trade Area ini tercipta untuk semakin meliberalisasi perdagangan antar kedua negara. Hal ini megakibatkan sedikit kebingungan bagi para investor, karena investor harus mengkaji kedua perjanjian yang ditandatangi oleh Tiongkok dan Singapura untuk memahami sepenuhnya manfaat dan kerugian yang akan dihadapi.

4. China-Republic of Korea Free Trade Area

Perjanjian perdagangan bebas antara Tiongkok dan Korea Selatan ini ditujukan memperluas perdagangan bilateral dan investasi dua arah antar negara tersebut. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan fasilitas perdagangan dan meningkatkan transparansi investasi. Selain itu, perjanjian ini juga digunakan untuk mendorong aliran bebas barang, jasa, dan modal di antara kedua negara tersebut.

DAMPAK EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI TIONGKOK

Pada tahun 2022, nilai ekspor Tiongkok menyumbang sebagian besar dari PDB negaranya. Nilai ekspor Tiongkok yang mencapai US$ 3,59 triliun menyumbang sekitar 17,8% dari total PDB Tiongkok. Tentunya ini merupakan nilai yang besar untuk sebuah negara.

Selain itu, adanya ekspor yang besar dari Tiongkok ternyata sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik negara tersebut. Dengan adanya ekspor maka dapat menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pada gilirannya, ini juga akan mendorong gaya hidup masyarakat menjadi lebih eksklusif dan mendorong daya konsumtif masyarakat yang akan semakin mendoromg pertumbuhan ekonomi domestik Tiongkok itu sendiri.

Lalu, karena adanya peningkatan gaya hidup yang lebih eksklusif dan semakin banyak pesaing baik dari dalam dan luar negeri, maka akan mendorong sebuah perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka. Sehingga, produk Tiongkok akan mampu selalu bersaing baik di tingkat domestik maupun global.

Selain itu, hal ini juga akan meningkatkan investasi yang masuk ke Tiongkok. Semakin konsumen percaya dan semakin banyak yang menggunakan produk Tiongkok, maka investor akan melirik dan menanamkan modalnya. Hal ini, tentunya juga akan berdampak langsung ke perekonomian Tiongkok yang semakin meningkat dan dapat digunakan untuk membiayai impor, pembangunan insfrastruktur, kegiatan sosial, dan lain sebagainya.

PERMASALAHAN EKSPOR YANG DILAKUKAN TIONGKOK

Ketergantungan Tiongkok pada ekspor lama-kelamaan juga bisa menjadi bom waktu tersendiri untuk Tiongkok. Keuntungan besar yang didapatkan Tiongkok sekarang, tentunya ada ancaman kerugian yang mengintainya.

Jika Tiongkok masih saja ketergantungan pada ekspor, maka faktor utama yang akan dihadapi adalah kerentanan terhadap fluktuasi ekonomi global. Hal ini dapat terjadi karena Tiongkok sangat ketergantungan pada permintaan luar negeri. Ketika permintaan konsumen luar negeri menurun maka Tiongkok akan langsung merasakan dampak pada pendapatan ekspor mereka.

Selain itu, negara dengan ketergantungan ekspor rentan terhadap perubahan kebijakan perdagangan internasional. Negara-negara dengan situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil atau terdapat perubahan pemerintahan cenderung mengubah kebijakannya. Perubahan ini bisa menyebabkan pengetatan regulasi atau peningkatan bea cukai yang tinggi.

Selain itu, Tiongkok juga rentan terhadap ketergantungan pada mata uang asing terutama dolar Amerika. Ketika melakukan ekspor tentunya mata uang internasional yang paling banyak digunakan adalah dolar. Jika terjadi fluktuasi nilai tukar dolar dan terjadi depresiasi mata uang yuan, di satu sisi maka akan membuat produk menjadi lebih murah bagi konsumen asing, di sisi lain dapat mengurangi nilai tukar secaa efekif dalam hal pendaatan negara.

Ancaman paling serius dan paling membahayakan dari adanya ekspor adalah adanya perang dagang. Tiongkok pernah mengalami kejadian ini pada 2018 dengan Amerika Serikat. Karena kejadian ini baik Amerika maupun Tiongkok melakukan pemberlakuan tarif impor pada produk masing-masing negara. Selain itu, karena hal ini Tiongkok melobi banyak negara untuk melakukan dedolarisasi dengan menggunakan mata uang yuan sebagai alat tukar internasional ataupun menciptakan mata uang baru.

Tiongkok dan Amerika merupakan negara dengan posisi penting dalam ranatai pasokan global. Saat perang dagang antara Tiongkok dan Amerika ini terjadi kerugian bukan hanya ditanggung oleh kedua negara yang bertikai namun juga dirasakan oleh banyak negara terutama yang bergantung pada impor kedua negara tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun