Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah menghela dunia masuki pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran masuki dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memuliakan Guru: Antara Wacana, Seremoni, dan Realita

19 September 2025   04:00 Diperbarui: 18 September 2025   19:04 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: proaktifmedia.com

MEMULIAKAN GURU: ANTARA WACANA, SEREMONI, DAN REALITA

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Pendidikan adalah fondasi utama dalam membangun sebuah bangsa yang beradab dan maju. Di balik keberhasilan sistem pendidikan, terdapat sosok guru yang selama ini menjadi pilar utama pembentuk karakter, pengetahuan, dan masa depan generasi. Hampir setiap pidato kenegaraan, diskusi publik, bahkan kebijakan strategis selalu menyebut guru sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa" dan "penentu masa depan bangsa." Namun, di balik segala pujian dan slogan yang menghiasi ruang-ruang publik, muncul pertanyaan krusial yang mengusik nurani: apakah semua itu benar-benar mencerminkan penghormatan yang nyata, ataukah hanya gema retorika yang merdu tapi kosong makna?

Input gambar: youtube.com
Input gambar: youtube.com
Wacana tentang pentingnya memuliakan guru bukanlah hal baru dalam kebijakan pendidikan nasional. Hampir setiap pemimpin, mulai dari kepala daerah hingga presiden, dalam pidatonya senantiasa menyinggung peran vital guru dalam membentuk generasi bangsa. Guru disebut sebagai ujung tombak kemajuan, agen perubahan, dan pelita di tengah kegelapan. Namun, di balik kata-kata manis tersebut, yang sering terjadi hanyalah retorika belaka tanpa diiringi komitmen konkret.

Janji-janji tentang peningkatan kesejahteraan, pelatihan berkelanjutan, dan jaminan perlindungan profesi kerap kali hanya berhenti di meja konferensi dan naskah sambutan. Sementara itu, di lapangan, banyak guru masih berjuang dengan realitas pahit: honor di bawah standar, status yang tak kunjung jelas, hingga minimnya dukungan dalam menjalankan tugas di tengah tantangan zaman yang terus berubah. Ironisnya, tuntutan profesionalisme guru terus meningkat, sementara pemenuhan hak mereka justru berjalan tertatih-tatih.

Inilah jurang menganga antara retorika yang megah dan komitmen yang lemah. Jika negara benar-benar menginginkan kemajuan pendidikan, maka memuliakan guru tidak cukup dalam bentuk narasi elok semata, melainkan harus ditunjukkan melalui kebijakan nyata yang berkelanjutan dan berpihak.

Input gambar: youtube.com
Input gambar: youtube.com
Setiap peringatan Hari Guru selalu dirayakan dengan penuh semarak yakni upacara penghormatan, pemberian bunga, hingga video-video apresiasi yang menyentuh hati. Momen itu seolah menjadi ruang euforia sesaat untuk mengangkat martabat guru di mata publik. Namun sayangnya, semua kemeriahan itu sering kali tidak sebanding dengan kenyataan yang dihadapi guru sehari-hari. Di balik tepuk tangan dan pujian, masih banyak guru yang menjalani profesinya dengan kondisi yang jauh dari kata sejahtera.

Seremoni memang membungkus penghormatan dengan keindahan simbolik, tetapi tanpa perbaikan kebijakan dan pemenuhan hak, penghormatan itu tak ubahnya dekorasi sementara yang hambar di dasar. Memuliakan guru seharusnya tidak berhenti di peringatan tahunan, tetapi menyentuh hal-hal esensial yang mereka butuhkan untuk mengabdi dengan layak dan bermartabat.

Input gambar: kompasiana.com
Input gambar: kompasiana.com
Di balik slogan "guru adalah pahlawan," masih banyak guru di pelosok negeri yang berjuang dalam kesunyian, tanpa dukungan yang memadai dari sistem. Mereka mengajar di ruang kelas yang seadanya, menggandakan materi dengan biaya sendiri, bahkan menempuh jarak jauh dengan kondisi infrastruktur yang buruk demi menjangkau peserta didik. Guru honorer, khususnya, masih harus bersabar menanti kejelasan status dan upah yang layak, meskipun beban kerja mereka sama beratnya dengan guru ASN.

Ironisnya, di tengah tuntutan profesionalisme dan digitalisasi pembelajaran, mereka justru dibiarkan bertarung sendirian tanpa pelatihan memadai atau fasilitas yang memadai. Realita ini menunjukkan bahwa di balik wajah manis dunia pendidikan, para guru masih menjadi pejuang tunggal yang sering kali tak terlihat.

Sudah saatnya penghormatan terhadap guru tidak lagi berhenti pada seremoni dan slogan, melainkan bergerak menuju aksi nyata yang menyentuh kehidupan mereka secara langsung. Jika pendidikan ingin benar-benar maju, maka negara harus menunjukkan keseriusan dengan membenahi kebijakan yang berpihak pada guru secara sistemik dan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun