Fakor Pergaulan Bebas
Orang tua khawatir akan terjadinya pergaulan bebas yang tentunnya bertolak belakang dengan aturan-aturan yang Allah tetapkan dalam etika pergaulan, karena dalam pergaulan bebas itu tidak menjamin kesucian dalam memerankan permainan asmara yang kelewatan pasti akan menanggung akibat buruknya, faktor ini yang dominan menyebabkan terjadinya kehamilan sebelum berlangsungnya pernikahan.
Dampak Perkawinan di Bawah Umur
A. Dampak Biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara istri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan terhadap seorang anak.
B.Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan.
C.Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan. Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
Perkawinan di Bawah Umur dalam Perspektif Perundang-undangan di Indonesia
Perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita di mana umur keduanya masih di bawah batas minimum yang diatur oleh Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 dan kedua calon mempelai tersebut belum siap secara lahir maupun batin, serta kedua calon mempelai tersebut belum mempunyai mental yang matang dan juga ada kemungkinan belum siap dalam hal materi.