Jakarta Timur, Kompasiana — Permukiman warga di Jl. Cipinang RT.002 RW.04, Ciracas, Jakarta Timur masih menghadapi persoalan klasik terkait pengelolaan sampah. Meskipun telah tersedia Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan kegiatan kerja bakti rutin dilakukan oleh warga, kenyataannya sampah masih kerap terlihat di pinggir jalan dan selokan. Sampah dedaunan, plastik bekas jajanan, hingga limbah rumah tangga sesekali ditemukan berserakan, yang mengganggu kenyamanan dan kebersihan lingkungan sekitar.
"Kalau dibilang bersih, sebenarnya lingkungan ini belum sepenuhnya bersih. Kadang masih terlihat sampah berserakan di beberapa tempat, terutama di pinggir jalan dan selokan, tapi tidak sampai menumpuk atau terlihat kumuh," ungkap Dwi Putri Sukma (33), warga setempat saat diwawancarai di rumahnya, Kamis (22/5).
Menurut Dwi, warga biasanya membersihkan lingkungan secara mandiri di pagi hari. Dulu, keberadaan pasukan oranye dari Dinas Kebersihan cukup membantu menjaga kebersihan lingkungan. Namun belakangan, keberadaan petugas tersebut sudah jarang terlihat. Akibatnya, warga harus mengandalkan inisiatif sendiri untuk membersihkan lingkungan masing-masing.
Dwi menjelaskan bahwa jenis sampah yang paling sering terlihat adalah dedaunan kering serta bekas bungkus jajanan yang dibuang sembarangan oleh anak-anak kecil yang bermain di sekitar lingkungan. “Yang paling sering terlihat adalah dedaunan di jalanan dan sampah bekas jajanan yang dibuang sembarangan oleh anak-anak kecil,” ujar Dwi.
Menurutnya, sebagian besar sampah bukan berasal dari aktivitas warga tetap, melainkan dari anak-anak yang bermain dan melintas, serta warga luar lingkungan yang kurang sadar akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya. “Mereka sering membuang sampah sembarangan di pinggir jalan atau selokan, mungkin karena belum sadar pentingnya membuang sampah pada tempatnya,” tambahnya.
Lingkungan RT.002 RW.04 sudah memiliki TPS sementara yang cukup tertata. Warga memiliki dua pilihan, yaitu menunggu petugas kebersihan yang datang mengangkut sampah sebanyak tiga kali dalam seminggu atau membuang langsung ke TPS yang tersedia di lingkungan RT. “TPS-nya memang disediakan dan jaraknya tidak jauh. Keadaan di sana tertata rapi dan tidak berantakan,” tutur Dwi.
Namun di tingkat RW, ada TPS yang kondisinya sering kali penuh dan bahkan meluber. Keterlambatan pengangkutan sampah dari sana menjadi masalah tersendiri yang belum terselesaikan. Keadaan ini menunjukkan bahwa keberadaan TPS saja belum cukup, perlu pengawasan dan manajemen yang lebih baik, serta edukasi kepada warga agar membuang sampah secara tertib.