Mohon tunggu...
salman imaduddin
salman imaduddin Mohon Tunggu... Sales - Komunitas Ranggon Sastra

Control by eros

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Mamaw

9 April 2021   08:29 Diperbarui: 9 April 2021   08:31 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kucingku perenung dan pemikir keras. Setiap malam ketika kami manusia pengejar rupiah tengah lelap, ia merenung menghadap ke gagang pintu keluar rumah. Kepalanya sedikit mendongak. Ia seperti seseorang yang menunggu kehadiran seseorang. Tangannya menempel di lantai terbujur, lurus ke depan. Kakinya terbujur ke belakang. Ketika aku terbangun sebab kehausan, tidak sengaja aku memergokinya sedang menangis. Entah apa yang ia tangisi apakah ia menunggu seseorang yang tak kunjung datang. Lagian dalam pikirku siapa yang ia tunggu malam-malam begini. Ia benar-benar kucing yang aneh. Bukannya tidur malah mantengin gagang pintu sampai menangis.

Entah betul atau tidak, kucingku ini pemikir keras. Sebab ia kuperhatikan keningnya seperti berkerut memikirkan sesuatu. Saat ku dekatkan wajahku ke wajahnya, ia menatapku tajam dan menusuk. Seperti berharap padaku agar seseorang yang ia tunggu segera datang. Aku sedikit ngeri, kalau-kalau dia marah dan mencakarku di tengah malam begini bisa heboh. Aku menjauhinya dan pura-pura sibuk dengan gawaiku. Ia menangis tersedu-sedu dan sesekali mengelap air matanya dengan bulu-bulu di pergelangan tangannya.

"sudahlah jangan menangis, memangnya apa yang kau tangisi"

Ia tidak menjawabku. Ia hanya mengubah posisi tubuhnya. Menaruh dagu di atas tangannya seperti seseorang yang ngambek.

Ah aku tidak mau peduli namun naruniku iba melihat makhluk gemuk yang terlihat merenung nahas itu. Aku coba menghampirinya dengan maksud menggodanya agar ia tersenyum kembali. Ku colek-colek buntutnya yang diam. Ia hanya merespon dengan menggerakkan buntutnya itu. Lalu kemoceng pada pantat kucing itu diam lagi. Kulihat matanya mulai sayu. Mungkin ia mengantuk. Aku berharap ia tidur lelap agar aku juga bisa lelap. Lalu terdengar suara motor datang dari kejauhan. Kucingku pun membuka matanya yang bulat. Matanya menegaskan bahwa ia sedang mendalami suara motor tersebut. Lalu suara motor itu mati. Mata si kucing itu pun terbuka dan menghadap ke gagang pintu seraya berkata dalam hatinya, "ini yang kutunggu".

Aku mengintip ke jendela. Tidak ada yang menghampiri rumah kami. Mungkin barusan adalah bunyi tetangga yang baru pulang. Melihat aku membuka korden jendela dan menutupnya kembali ia seperti merasa kecewa. Aku sudah mengantuk terserah dengan perenungan si makhluk berbulu itu. Kumatikan lampu dan beranjak tidur. Aku mendengar kucing itu seperti ngedumel. Aku tak peduli. Aku beranjak tidur.

Bunyi detik jam dinding terdengar dan mengantarkan aku ke sebuah mimpi. Aku bertemu teman lamaku yang dulu sring berkelahi denganku. Aku memanggil namanya Wawan. "Wan nanti kita main bola sama Mas Adi ya" aku Wawan menengok ke arah Ibuku seperti meminta izin. Ku tengok ke kanan kiri ternyata kami di rumah. Wawan mengiyakan ajakan ku sambil menggendong kucingku. "masa Wawan doang yang diajak. Ajak Mamaw juga" Ibuku menanggapi ajakan aku ke Wawan. Kami di lapangan dan siap memulai kick off. Ku lihat sekelilingku. Aku satu tim dengan mas Adi kakak ku dan teman-teman kuliahku, kulihat salah satunya ada Riko. Wawan satu tim dengan Mamaw. Wawan membawa bola dan mengoper bolanya ke Mamaw. Mamaw menggiring bola. Aku mencoba merebut bola dari kaki Mamaw. Tak sengaja kaki Mamaw yang penuh bulu itu terinjak olehku. Terlihat Mamaw sangat marah matanya tajam ke arahku ia seperti ingin menerkamaku. Tatapan itu benar-benar tajam dan membuatku takut. Ia berjalan ke arahku perlahan. Jantungku deg-degan. Aku merasa Mamaw sangat berbeda dari biasanya. Ia tidak lucu. Tidak menggemaskan sama sekali. Saat dekat ia menggigit kakiku. Ku teriak dan ku tendang ia bersamaan dengan itu aku tiba-tiba semua gelap. Kulihat di kegelapan Mamaw berada di dekat kakiku dan mencoba mengigit kakiku lagi. Aku bangkit dan langsung menyalakan lampu. Ternyata kakiku sudah sedikit berdarah bekas gigitan. Aku merasa sangat gerah seperti habis bermain bola. Walaupun beberapa saat kemudian aku sadar barusan aku bermimpi. Ku lihat Mamaw dan aku ingat sebelum aku tidur ia marah karena aku hanya menutup korden. Tiba-tiba aku merasa sakit di kakiku. Seketika aku kesal dengan Mamaw dan kusentil telinga kanannya. Kupingnya ditekuk ke belakang dan Ia menundukkan badannya. Rasa kasihanku pun muncul. Ku elus-elus kepalanya. Dan kutanya "kamu kenapa?" Ia hanya diam dan menunjukkan wajah sedihnya. Lalu ia berjalan menjauhiku dan mendekati pintu sambil melihat ke arah gagang pintu. Mungkin ia ingin aku menemani penantiannya malam ini.

Aku mencoba mengobati luka di kakiku. Aku ke kamar mandi dan membersihkan lukanya. Semakin lama semakin terasa perih. Ke luar kamar mandi aku mencari-cari obat luka. Di atas bufet kutemukan betadine. Mataku memperhatikan tak kutemukan kapas. Lalu aku beranjak ke ruang depan tempat aku tidur. Di depan tv kutemukan kapas. Ku oleskan betadine pada punggung kakiku bagian yang luka. Mamaw menengok ke arahku. Sepertinya ia merasa bersalah. Aku pura-pura tak menghiraukan tengokkannya. Aku fokus menutul-nutul luka ini dengan kapas yang sudah ku teteskan betadine. Ia melihat ke arah gagang pintu beberapa detik lalu ia berjalan ke arahku. Aku tetap tidak mau menanggapi kehadirannya. Ku taruh betdine dan kapasnya. Ku coba ambil posisi tidur, kali ini tanpa mematikan lampu. Ku lihat Mamaw di dekatku seperti menjagaku. Aku memunggunginya. Mamaw ambil posisi seperti akan tidur. Wajahnya masih terlihat bete. Aku mengintip. Ia perlahan memejamkan matanya. Mungkin ia sudah pasrah dan tidak mau menunggu lagi.

Aku beranjak tidur. Saat aku memejamkan mata beberapa menit ternyata luka bekas gigitan Mamaw semakin terasa perih, membuat aku tidak bisa tidur. Tenggorokanku terasa kering. Aku mengambil air mineral bekasku beli di jalan siang tadi. Kuambil dan ku minum sampai habis. Setelah airnya habis aku beranjak membuka pintu dan  membuang botol di tempat sampah dekat pagar. Setelah itu aku memalingkan tubuhku kembali ke arah pintu dan kulihat Mamaw berlari keluar. Ia berlari sampai-melewati pagar. Ku panggil namun ia tak menghiraukan aku. Ku rasa dia marah padaku. Aku masuk. Dan menutup pintu. Ketika aku ingin menutup rapat aku merasa kasihan pada Mamaw jika harus tidur di luar. Ku putuskan mencari kucingku itu. Kuambil gawaiku dan beranjak keluar. Kututup pintu. Berjalan ke arah pagar. Ku buka pagar. Dan kututup. Aku menoleh kekiri ke kanan dan kebaian atas bawah keduanya. Mataku mencari-cari di sepanjang jalan sebelah kiri. Tidak kutemukan sedikitpun tanda-tanda Mamaw. Kulihat rumah tetanggaku di sebelah kanan rumahku kurasa juga tidak ada. Ku lihat lagi ke jalan. Kupertegas pengelihatanku. Namun tak kutemukan. Ku berjalan ke arah kanan. Saat di depan pagar rumah tetanggaku. Aku iseng, siapa tahu Mamaw di dalam sana. Ku dekati pagar dan ku intip lewat lubang pembuka grendel. Dan kutemukan dua kucing  berdekatan. Satu kucing berwarna jingga kecoklatan berbulu tipis terlihat tiduran miring dan sesekali bergerak seperti menggaruk punggungnya ke tanah. Dan yang satunya berwarna putih polos berbulu tebal seperti boneka "astaga ternyata di situ" dalam hatiku. Mamaw hanya diam menyelonjorkan tangan dan kakinya sambil menyimak gerak kucing di hadapannya.

Ku panggil ia tak menengok. Aku menguap. Ku rasa aku sudah mulai mengantuk dan sepoi-sepoi angin malam semakin membuat aku mengantuk. Kuputuskan untuk masuk ke rumah dan membiarkan Mamaw di sana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun