Diskusi ini menjadi semakin kompleks ketika menyentuh dampak sosial. Banyak yang melabeli konten seperti "Tung Tung Sahur" sebagai "brainrot"---konten hiburan dangkal yang dikhawatirkan berdampak buruk pada konsentrasi anak-anak. Hal ini memicu pertanyaan tentang tanggung jawab: haruskah kreator membatasi diri, ataukah ini tanggung jawab orang tua dan platform untuk melakukan kurasi?
Untuk membenarkan pengambilan karya Noxa, sebuah analogi muncul: "Noxa menyontek pakai AI, lalu Garena menyontek hasil contekan Noxa. Bukankah sumbernya sama-sama tidak sah?"
Analogi ini terdengar cerdas, tetapi memiliki cacat fundamental. Konteks ujian secara eksplisit melarang penggunaan alat bantu. Sementara dalam konteks seni, penggunaan alat bantu (kuas, kamera, atau AI) adalah bagian dari proses penciptaan itu sendiri. Analogi yang lebih pas mungkin adalah seorang koki (Noxa) yang menggunakan food processor canggih (AI) untuk menciptakan resep saus rahasia (karyanya). Kemudian, sebuah restoran besar (Garena) mengambil botol saus tersebut dan menggunakannya untuk promosi tanpa izin.
Pertanyaan untuk Kita Semua
Pada akhirnya, kasus "Tung Tung Sahur" tidak memberikan jawaban yang mudah. Ia tidak menyajikan siapa yang 100% benar dan siapa yang 100% salah. Sebaliknya, ia menyajikan cermin bagi kita semua dan meninggalkan serangkaian pertanyaan terbuka yang harus kita jawab bersama seiring berjalannya waktu.
Seiring AI yang semakin menyatu dalam kehidupan kita, siapakah yang seharusnya memegang hak---sang pemberi perintah atau mesin yang mengeksekusi? Perlukah etika melampaui apa yang tertulis dalam hukum, terutama ketika perusahaan besar berinteraksi dengan kreator individu? Dan sebagai masyarakat, bagaimana kita akan menilai sebuah karya? Dari keringat dan waktu yang tercurah, atau dari visi dan ide yang dieksekusi, tak peduli apa pun alatnya?
"Tung Tung Sahur" bukan sekadar meme; ia adalah penanda zaman yang memaksa kita bertanya: di dunia baru yang berani ini, aturan main seperti apa yang akan kita tulis bersama?
Daftar Pustaka
[1] V. Digital, "Karakter AI 'Tung Tung Tung Sahur' Masuk Game Free Fire, Kreatornya Kecewa karena Tidak Dimintai Izin," Viva.co.id, 17 Juni 2025. [Online]. Available: https://digital.viva.co.id/techno/1893-karakter-ai-tung-tung-tung-sahur-masuk-game-free-fire-kreatornya-kecewa-karena-tidak-dimintai-izin. [Diakses: 18 Juni 2025].
[2] G. H. Hanifuddin, "Viral Anomali Tung Tung Sahur Dipakai Garena Free Fire, Tanpa Izin?," Jurnal Soreang, 16 Juni 2025. [Online]. Available: https://soreang.pikiran-rakyat.com/entertainment/pr-3939422154/viral-anomali-tung-tung-sahur-dipakai-garena-free-fire-tanpa-izin. [Diakses: 18 Juni 2025].
[3] "Authorship and Ownership of AI-Generated Works in Indonesia: A Doctrinal and Comparative Review," Jurnal Media Hukum, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, vol. 32, no. 1, pp. 1-15, Mei 2025. [Online]. Available: https://journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article/view/25383. [Diakses: 18 Juni 2025].
[4] J. Vincent, "The scary thing about AI isn't that it's sentient. It's that it's not," The Verge, 16 Feb. 2023. [Online]. Available: https://www.theverge.com/23600986/ai-bing-chat-sentience-rules-memes-microsoft-google. [Diakses: 18 Juni 2025].
[5] I. G. N. A. P. Putra, "Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Ciptaan Yang Dihasilkan Oleh Artificial Intelligence (AI) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta," Jurnal Komunikasi Hukum, vol. 9, no. 2, pp. 642-656, Agu. 2023.