Nama. Â : Salma Aulia Rafida
Nim    : 232111140
Kelas   : HES 4D
Matkul : Hukum dan Masyarakat
Mari kita mulai.
Pertama, Hukum dan Masyarakat adalah dua entitas yang saling terkait erat. Hukum lahir dari nilai, norma, dan kebiasaan masyarakat, sedangkan masyarakat membutuhkan hukum untuk menjaga ketertiban dan keadilan. Dalam pendekatan sosiologi hukum, hukum tidak hanya dilihat sebagai teks atau peraturan, tetapi sebagai bagian dari dinamika sosial yang hidup.
Namun dalam kenyataannya, seperti dijelaskan dalam materi kedua, Hukum dan Kenyataan Masyarakat, kita sering menemui kesenjangan antara hukum yang tertulis dan praktik di lapangan. Hukum yang secara teori sudah adil, bisa jadi tidak berjalan efektif karena lemahnya kesadaran hukum, ketimpangan sosial, atau aparat yang tidak netral. Di sinilah pentingnya meningkatkan kesadaran hukum masyarakat agar hukum bisa benar-benar melindungi semua lapisan.
Untuk memahami hukum lebih dalam, kita perlu mengenal dua pendekatan penelitian utama, yaitu Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Pendekatan normatif menitikberatkan pada apa yang seharusnya menurut peraturan, sementara pendekatan empiris fokus pada kenyataan sosial bagaimana hukum dijalankan dan dirasakan masyarakat. Kombinasi keduanya penting agar kajian hukum tidak hanya idealis, tapi juga realistis.
Selanjutnya, kita masuk ke Mazhab Pemikiran Hukum. Salah satunya adalah Positivisme, yang melihat hukum sebagai aturan sah yang dibuat lembaga resmi. Dalam pandangan ini, keabsahan hukum ditentukan oleh prosedur formal, bukan isinya adil atau tidak. Meskipun berguna dalam sistem hukum modern, positivisme sering dikritik karena mengabaikan aspek moral dan keadilan substantif.
Sebaliknya, aliran Sociological Jurisprudence menekankan bahwa hukum harus bersifat adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Hukum tidak boleh statis, tapi harus berkembang seiring perubahan sosial.
Dari situ kita mengenal dua gagasan penting lain: Living Law dan Utilitarianisme. Living law merujuk pada hukum tak tertulis yang hidup di masyarakat, seperti adat dan kebiasaan lokal. Sementara itu, utilitarianisme menilai hukum dari seberapa besar manfaatnya hukum yang baik adalah hukum yang memberi kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Pemikiran dari para tokoh seperti Emile Durkheim dan Ibnu Khaldun juga menambah perspektif kita. Durkheim menjelaskan bahwa bentuk hukum mencerminkan solidaritas sosial. Di masyarakat sederhana, hukum cenderung represif. Sedangkan di masyarakat modern, hukum lebih restitutif, yakni memulihkan. Ibnu Khaldun, dengan konsep ashabiyah, menekankan pentingnya solidaritas kelompok dalam pembentukan hukum sebagai produk budaya dan sejarah.
Kita juga tidak bisa melewatkan Max Weber dan H.L.A. Hart. Weber membedakan tiga bentuk otoritas tradisional, karismatik, dan legal rasional di mana hukum modern lahir dari rasionalitas formal. Hart membagi hukum menjadi aturan primer, yaitu aturan perilaku, dan aturan sekunder, yaitu cara membuat dan menegakkan aturan itu sendiri.
Namun, sebagus apapun aturannya, hukum tidak akan efektif jika tidak ditaati. Maka dari itu, kita belajar tentang Effectiveness of Law. Efektivitas hukum ditentukan oleh kejelasan isi hukum, konsistensi penegakan, dan dukungan sosial-budaya masyarakat. Di sinilah peran penting aparat, budaya hukum, dan kepercayaan publik.
Selain itu, hukum juga merupakan alat kontrol sosial. Materi tentang Law and Social Control menjelaskan bahwa hukum membantu menjaga stabilitas masyarakat dengan mengatur perilaku melalui sanksi. Fungsinya adalah mencegah penyimpangan dan menjaga nilai-nilai sosial.
Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, kita mengenal Legal Pluralism, yaitu adanya berbagai sistem hukum yang hidup berdampingan seperti hukum negara, hukum adat, dan hukum agama. Hal ini mencerminkan realitas sosial yang kompleks, di mana satu jenis hukum saja tidak cukup.
Dari situ berkembang gagasan Hukum Progresif oleh Satjipto Rahardjo. Ia mengkritik pendekatan kaku terhadap teks hukum dan menekankan bahwa hukum seharusnya berpihak pada keadilan rakyat. Jika hukum tidak mampu menyelesaikan persoalan rakyat, maka aparat harus berani menafsirkan hukum secara progresif demi keadilan substantif.
Lalu, muncul pendekatan Socio Legal Studies, yang memadukan studi hukum dengan ilmu sosial lain seperti sosiologi, ekonomi, dan politik. Tujuannya adalah melihat hukum secara holistik dalam konteks sosial yang lebih luas.
Terakhir, dalam konteks keislaman, kita mempelajari Pendekatan Sosiologis dalam Studi Hukum Islam. Pendekatan ini menekankan bahwa hukum Islam tidak hanya dilihat dari sisi teks (nash), tapi juga harus memperhatikan konteks sosial masyarakat. Dengan pendekatan ini, hukum Islam dapat terus relevan dan responsif terhadap perubahan zaman.
Itulah sedikit gambaran tentang materi Hukum dan Masyarakat. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kamu. Sampai jumpa di tulisan berikutnya!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI