Mohon tunggu...
Salma Ariza Putri
Salma Ariza Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi saya adalah travelling, berenang, memasak, dll

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dampak Self Blaming terhadap Kesehatan Mental pada Anak

1 November 2023   13:11 Diperbarui: 1 November 2023   14:07 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Disusun Oleh: Salma Ariza Putri || 2301342 || BK-1B

Mata Kuliah: Kesehatan Mental

Dosen: Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.

                 Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd.


Kesehatan mental anak adalah harta yang tak ternilai harganya. Bagaimana anak-anak mengatasi tekanan, stres, dan tantangan dalam kehidupan mereka dapat membentuk fondasi kesehatan mental mereka di masa depan. Namun, sayangnya, dalam perjalanan perkembangan mereka, anak-anak sering menghadapi masalah yang belum sepenuhnya mereka pahami. Salah satu masalah yang mungkin tidak terlihat dengan mata telanjang adalah self-blaming, atau kebiasaan menyalahkan diri sendiri.

Self-blaming adalah ketika seorang anak merasa bersalah atas berbagai hal yang terjadi dalam hidup mereka, bahkan jika mereka bukan penyebabnya. Ini adalah perasaan yang kuat yang bisa muncul dalam berbagai situasi, seperti kesulitan dalam sekolah, konflik di rumah, pertengkaran dengan teman-teman, atau bahkan pengalaman trauma. Ketika dibiarkan tidak teratasi, self-blaming dapat berdampak serius pada kesehatan mental anak.

Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang self-blaming, kita dapat menggali akar penyebabnya dan memberikan dukungan yang sesuai untuk anak-anak dalam mengatasi tekanan dan stres dalam hidup mereka. Kita akan membuktikan bahwa dengan perhatian dan perawatan yang tepat, kita dapat membantu anak-anak menjalani masa perkembangan mereka dengan lebih sehat, bahagia, dan siap menghadapi tantangan di dunia yang penuh dengan ketidakpastian.

A. Self Blaming dan Korelasi Terhadap Kesehatan Mental Anak 

Self-blaming, atau penyalahgunaan diri sendiri, adalah perilaku atau kecenderungan di mana seseorang cenderung menyalahkan diri sendiri atas masalah atau kegagalan yang terjadi, terlepas dari sejauh mana ia benar-benar bertanggung jawab. Ini melibatkan perasaan bersalah, rasa malu, atau perasaan tidak berharga yang mungkin muncul ketika seseorang merasa bahwa mereka adalah penyebab dari kesalahan atau masalah, bahkan jika faktor-faktor lain yang terlibat.

Self-blaming dapat muncul dalam berbagai situasi dan dapat bersifat internal atau eksternal. Beberapa contoh situasi di mana self-blaming sering muncul meliputi:

1. Kegagalan dalam prestasi sekolah atau pekerjaan

Seseorang mungkin merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri ketika mereka tidak mencapai target atau mencapai hasil yang kurang baik, meskipun faktor-faktor lain mungkin juga mempengaruhi hasil tersebut.

2. Konflik interpersonal

Dalam konflik dengan teman, keluarga, atau rekan kerja, seseorang mungkin merasa bersalah atas perdebatan atau masalah yang timbul, bahkan jika mereka tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas situasi tersebut.

3. Pengalaman traumatis

Seseorang yang mengalami kejadian traumatis mungkin merasa bersalah atas apa yang terjadi, bahkan jika mereka adalah korban dalam situasi tersebut.

Self-blaming dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan mental seseorang. Ini dapat menyebabkan peningkatan stres, kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. 

Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi self-blaming dan belajar bagaimana mengatasi perasaan tersebut. Terkadang, self-blaming mungkin merupakan indikasi dari masalah kesehatan mental yang lebih besar dan memerlukan dukungan profesional, seperti konseling atau terapi, untuk membantu seseorang mengatasi perasaan ini.

Aaron T. Beck  (1976) menyatakan bahwa self-blaming adalah bentuk dari kognitif distorsi, di mana individu cenderung menyalahkan diri sendiri tanpa dasar yang kuat. Beck menulis tentang ini dalam bukunya yang berjudul "Cognitive Therapy and the Emotional Disorders. 

Martin Seligman (1988) mengemukakan bahwa orang-orang yang sering menyalahkan diri sendiri untuk kejadian negatif mungkin cenderung memiliki atribusi internal yang tinggi. 

 Individu memiliki keyakinan tentang kemampuan mereka untuk mengatasi situasi dan mengendalikan tindakan mereka. Dalam konteks self-blaming, Bandura telah mengkaji bagaimana tingkat self-efficacy individu dapat mempengaruhi perilaku self-blaming (Albert Bandura, 1997). 

Sedangkan Karen Horney (1950) berpendapat bahwa ketika individu merasa inferior atau merasa tidak mencukupi, mereka cenderung menyalahkan diri sendiri sebagai cara untuk mengatasi perasaan-perasaan negatif ini.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa self-blaming, atau penyalahgunaan diri sendiri, adalah perilaku atau kecenderungan di mana seseorang cenderung menyalahkan diri sendiri atas masalah, kegagalan, atau kesalahan yang terjadi, bahkan jika mereka mungkin tidak sepenuhnya atau sama sekali tidak bertanggung jawab atas situasi tersebut. Ini melibatkan perasaan bersalah, rasa malu, atau perasaan tidak berharga yang mungkin muncul ketika seseorang merasa bahwa mereka adalah penyebab dari masalah atau kesalahan, bahkan jika faktor-faktor lain juga terlibat.

Self-blaming bisa muncul dalam berbagai situasi dan dapat bersifat internal atau eksternal. Beberapa contoh situasi di mana self-blaming sering muncul yaitu adanya kegagalan pribadi. 

Seseorang mungkin menyalahkan diri sendiri atas kegagalan dalam prestasi pribadi, seperti pekerjaan yang gagal atau nilai buruk di sekolah, meskipun faktor-faktor lain juga dapat memengaruhi hasil tersebut. 

Selain itu dalam konflik dengan teman, keluarga, atau rekan kerja, seseorang mungkin merasa bersalah atas perdebatan atau pertikaian, bahkan jika mereka tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas konflik tersebut. 

Tak hanya itu, seseorang yang mengalami pengalaman traumatis, seperti kecelakaan, pelecehan, atau kerugian yang signifikan, mungkin merasa bersalah atas apa yang terjadi, bahkan jika mereka adalah korban dalam situasi tersebut. self-blaming dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan mental seseorang. Hal ini dapat meningkatkan tingkat stres, kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. 

Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi self-blaming dan belajar cara mengatasi perasaan ini dengan dukungan dari profesional kesehatan mental atau terapis.

Kesehatan mental anak adalah aspek yang krusial dalam perkembangan dan kesejahteraan anak. Ini mencakup aspek-aspek seperti perasaan emosi, kemampuan mengatasi stres, interaksi sosial, serta kemampuan untuk mengatasi berbagai tantangan dalam hidup.Kesehatan mental anak adalah keadaan kesejahteraan emosional dan psikologis anak, yang mencakup kemampuan anak untuk merasakan, memahami, dan mengatasi berbagai perasaan dan stres. 

Ini juga mencakup kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, membangun hubungan sosial yang sehat, dan mengembangkan keterampilan sosial yang diperlukan untuk berfungsi dalam masyarakat. 

Kesehatan mental anak merupakan faktor penting dalam perkembangan fisik, kognitif, dan sosial anak. Kesehatan mental anak juga mencakup kemampuan anak untuk mengatasi berbagai tantangan dan kesulitan yang mungkin muncul dalam hidupnya. Ini termasuk mengatasi stres sekolah, konflik dalam keluarga, dan perubahan dalam lingkungan sosialnya. 

Dalam kondisi kesehatan mental yang baik, anak-anak dapat mengembangkan keterampilan seperti pemecahan masalah, empati, dan ketahanan yang memungkinkan mereka untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. 

Kesehatan mental anak adalah dasar bagi perkembangan anak yang sehat secara keseluruhan. Ini mencakup kemampuan anak untuk mengatasi stres, mengidentifikasi dan mengungkapkan emosi dengan sehat, serta membangun hubungan yang mendukung dalam keluarga dan masyarakat. 

Kesehatan mental anak adalah investasi di masa depan mereka. Kesehatan mental merupakan bagian integral dari kesehatan dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Ini melibatkan dukungan dari orang tua, pendidik, dan profesional kesehatan mental dalam menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak.

Kesehatan mental anak adalah dasar dari segala hal yang baik dalam hidup mereka. Ini mencakup keterampilan emosional, kemampuan untuk mengatasi stres, serta dukungan yang diperlukan untuk meraih potensi penuh mereka. Sehingga dapat dkatakan bahwa kesehatan mental anak adalah komponen kunci dari kesejahteraan anak, yang memerlukan perhatian dan dukungan yang tepat dari orang tua, pendidik, dan profesional kesehatan mental untuk memastikan perkembangan yang sehat dan bahagia.

Dalam menghadapi tantangan dan perubahan dalam dunia yang terus berubah, kesehatan mental anak menjadi semakin penting untuk memastikan masa depan yang cerah dan produktif.

B. Dampak Self Blaming Terhadap Kesehatan Mental Pada Anak

Dampak self-blaming terhadap kesehatan mental anak dapat bervariasi tergantung pada sejauh mana self-blaming tersebut berlangsung dan intensitasnya. Umumnya anak yang menyalahkan diri sendiri sering mengalami tingkat stres dan kecemasan yang tinggi. Mereka mungkin merasa cemas tentang kinerja mereka, mendalami kesalahan-kesalahan mereka, dan khawatir tentang akibat dari kesalahan-kesalahan tersebut. 

Dampak self-blaming yang berkepanjangan dapat menyebabkan depresi pada anak. Mereka mungkin merasa putus asa, sedih, dan kehilangan minat dalam aktivitas yang mereka nikmati. Depresi dapat memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan anak secara keseluruhan.

Anak-anak yang sering menyalahkan diri sendiri cenderung mengalami penurunan kepercayaan diri. Mereka mungkin meragukan kemampuan mereka untuk mengatasi masalah dan merasa tidak mampu. 

Beberapa anak mungkin mencoba mengatasi self-blaming dengan perilaku yang destruktif, seperti penggunaan zat terlarang, perilaku agresif, atau mengabaikan kesehatan fisik mereka. 

Dampak self-blaming dapat memengaruhi hubungan sosial anak-anak. Mereka mungkin merasa malu atau canggung dalam berinteraksi dengan orang lain, yang dapat menyebabkan isolasi sosial dan kesepian. Anak-anak yang merasa terlalu menyalahkan diri sendiri mungkin kesulitan dalam pemecahan masalah karena mereka cenderung terpaku pada kesalahan-kesalahan mereka.

Anak-anak yang self-blaming mungkin sangat bergantung pada persetujuan dan pengakuan positif dari orang lain untuk merasa baik tentang diri mereka sendiri. Ini dapat menciptakan ketergantungan emosional yang tidak sehat. self-blaming seringkali dapat memengaruhi tidur anak-anak. Mereka mungkin memiliki kesulitan tidur atau mengalami mimpi buruk yang berhubungan dengan perasaan bersalah.

Penting untuk mengenali dampak negatif self-blaming pada kesehatan mental anak dan memberikan dukungan yang sesuai. Mendengarkan anak, membantu mereka memahami bahwa kesalahan adalah bagian normal dari pertumbuhan, dan memberikan dukungan emosional adalah langkah-langkah penting dalam mengatasi dampak self-blaming dan membantu anak mengembangkan kesehatan mental yang baik.

Self-blaming adalah kecenderungan anak untuk menyalahkan diri sendiri atas berbagai masalah, kegagalan, atau kesalahan, bahkan jika mereka tidak sepenuhnya atau sama sekali tidak bertanggung jawab atas situasi tersebut. 

Dampak self-blaming pada kesehatan mental anak bisa sangat signifikan, termasuk peningkatan stres, kecemasan, depresi, penurunan kepercayaan diri, dan banyak dampak negatif lainnya. Kesehatan mental anak mencakup berbagai aspek, termasuk kemampuan mereka untuk mengatasi stres, memahami dan mengungkapkan emosi, serta membangun hubungan sosial yang sehat.

Saran untuk pendekatan dalam mengatasi self-blaming pada anak melibatkan dukungan dari orang tua, guru, dan profesional kesehatan mental. Mendengarkan anak, membantu mereka memahami bahwa kesalahan adalah bagian normal dari pertumbuhan, dan memberikan dukungan emosional adalah langkah-langkah penting dalam mengatasi dampak self-blaming dan membantu anak mengembangkan kesehatan mental yang baik.

Dengan perhatian dan dukungan yang tepat, kita dapat membantu anak-anak mengatasi self-blaming dan membangun kesehatan mental yang kuat. Ini akan membantu mereka tumbuh dan berkembang dengan bahagia dan produktif dalam dunia yang penuh dengan tantangan.

Referensi

Anissa, M., Darmayanti, A., & Abdulla, D. Characteristic Of Self-Harm Behaviour Among Psychiatric Patients Visiting Outpatients Prof. Hb Saanin Mental Hospital In Padang, Indonesia

Firdaus, D., Dewi, D., Rusfien, I., Valdiani, D., & Suharyati, H. (2023, September). When Body Shaming On Social Media Harms One’s Mental Health, Who’s To Blame?. In Proceedings Of The 1st Pedagogika International Conference On Educational Innovation, Picei 2022, 15 September 2022, Gorontalo, Indonesia.

Iskandar, Y. O., Siswati, T., Palestin, B., Azizah, E. N., & Sari, A. K. (2023). Pengukuran Skala Body Image Dan Edukasi Kesehatan Stop Body Shamming Pada Remaja. Journal Of Philanthropy: The Journal Of Community Service, 1(2), 72-80.

Nisa, H. F., & Pranungsari, D. (2022). Implementation Of Art And Supportive Therapy To Relieve Severe Depression In a Female Victim Of Sexual Abuse. Insan: Jurnal Psikologi Dan Kesehatan Mental.

Supartini, Y., Ningsih, R., & Vernan, R. R. I. (2023). Analysis Of The Relationship Between Parenting Style And The Risk Of Depression In Teenager. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan, 11(1), 140-158.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun